Senin, 08 Desember 2014

Kenapa Mencinta, Mendua, Selingkuh?: Sex Drive, Romantic Love & Attachment


Cinta itu sederhana.  Ia merekah di tempat dimana ia terpelihara dengan baik. Cinta itu misteri, ya.  Karena hal yang sederhana kadang tidak dimengerti manusia dengan baik. Manusia memiliki love tank (tangki cinta) pada jiwanya dan tiga komponen cinta yang berbeda dalam otak namun bekerja secara bersamaan.  Itu sebabnya, manusia -baik laki-laki maupun perempuan- bisa mencintai seseorang tanpa bisa menjelaskan kenapa “dia” dan bukan “yang lain”, bisa memiliki perasaan mendua – mencintai dua atau beberapa orang yang berbeda dalam waktu yang bersamaan, dan bisa berselingkuh – saat love tank nya setengah penuh atau kosong dan terhubung dengan lawan jenis dengan kondisi yang mirip.  Itu normal, namun berdampak depresi jika tak mampu mengelola dengan baik.  Antropolog Helen Fisher memaparkannya dalam seminar online yang bertajuk “Why we love, why we cheat” di situs TED.com.  Di sini, penulis mencoba mengkritisi dan mengadaptasikan teori Fisher dalam konteks kehidupan rumah tangga urban di Indonesia.

Pada dasarnya, Fisher memperkenalkan tiga komponen berbeda dalam otak manusia yang berperan dalam mating dan reproduksi yaitu  sex drive, romantic love, dan attachment.  Ketiganya memiliki orientasi yang berbeda namun bekerja bersamaan.  Sex drive didefinisikan Fisher sebagai “the craving for sexual gratification”, komponen yang mendorong aktivitas sexual, semacam “kelaparan” dan “kehausan” atas kebutuhan seks dengan lawan jenis.

Romantic love, lebih pada “kegembiraan” dan obsesi atas kebutuhan dicintai dan mencintai. Karakteristik romantic love ada pada kehausan akan kedakatan secara intensif dengan seseorang yag tertentu bukan hanya secara seksual tapi juga emosional. Romantic love bukanlah sebuah emosi/perasaan melainkan ia digerakkan oleh sistem otak manusia. Fisher sendiri awalnya menyangka romantic love adalah emosi, yang terdiri dari tingkatan emosi yang paling tinggi hingga yang paling rendah.  Risetnya selama bertahun-tahun membuktikan bahwa romantic love ternyata digerakkan oleh sistem otak manusia.

Sedangkan attachment adalah sensasi ketenangan dan keamanan yang dirasakan dari partner untuk jangka waktu panjang. Kita butuh kenyamanan dan keamanan itu sebagai hal yang manusiawi.  Ketika attachment dengan pasangan terputus, atau kurang, levelnya akan berbeda untuk tiap pasangan, maka kasus mendua bisa terjadi saat ada orang dekat yang kebetulan kuat attachmentnya kepada kita.

Penjelasan kenapa kita bisa jatuh cinta pada seseorang dan bukan orang lain, menurut Fisher terletak pada kosa kata “misteri”.  Ya, kita cenderung menyukai sesuatu yang misterius. Karena itulah kecenderungan kita ketika jatuh cinta kepada seseorang adalah ke pribadi yang jika dikaji adalah pribadi yang sangat tidak dimengerti.  Adanya perpaduan tiga komponen yaitu sex drive, romantic love, dan attachment yang bekerja bersamaan pada otak kita membuat kita akan cenderung jatuh cinta pada seseorang yang secara sexual menarik bagi kita, nyaman ketika berada di dekatnya, dan nyaman saat berkomunikasi dengannya dalam jangka waktu panjang (romantic love dan attachment).  

Kebutuhan romantic love dan attachment ini pula yang membuat kita selalu memikirkan orang yang kita cintai kapan saja di mana saja.  Tak salah lah jika orang mengatakan bahwa cinta itu sederhana sekaligus merupakan misteri.  Misteri itu tidak mudah dimengerti. Namun jangan lupa hal-hal yang sederhana juga kita kadang tidak memahaminya.

Jika kita sudah jatuh cinta pada seseorang dan menjalin hubungan hingga sampai ke jenjang pernikahan, bukan berarti semua kebutuhan tiga komponen cinta itu selesai.  Dalam kehidupan rumah tangga, pasangan tanpa disadari sering melupakan untuk selalu menjaga isi penuh love tank nya.  Kesibukan, anak-anak, pekerjaan, dan perbedaan-perbedaan yang dibiarkan larut membuat love tank semakin kosong.  Tanpa disadari, komunikasi tidak terjalin dengan baik oleh pasangan.  Apabila love tank tidak penuh, maka kemungkinan love tank itu terisi oleh orang lain yang sering berinteraksi dengan kita akan sangat mudah.  Saat itulah kemungkinan perselingkuhan akan terjadi.  Tahapannya bisa mulai dari kedekatan secara emosional (kebutuhan attachment saja) hingga kedekatan fisik, emosi, yang melibatkan baik hasrat seksual serta emosional (sex drive dan romantic love).

Ada mekanisme berbeda pada perasaan sexual drive, romantic love, dan attachment. Menurut Fisher sangat normal ketika dalam satu saat seseorang “swing” dari sex drive ke romantic love sekaligus ke attachment pada orang yang berbeda.  Komposisi hormon testosteron, serotonin, dan oksitosin di otak juga membuat perbedaan. Saat seseorang mendua, “cheat” atau berselingkuh sebenarnya ada “craving” …ada kelaparan atau kekosongan batin (love tank) yang tidak terisi/terpenuhi.  Ketika secara kebetulan bertemu dengan orang lain dengan kondisi yang mirip, terjadilah kedekatan dan perselingkuhan.

Fisher juga mengatakan bahwa seseorang bisa saja merasakan attachment yang dalam dengan seseorang, dan di sisi lain pada saat yang bersamaan merasakan romantic love dengan orang yang berbeda.  Bahkan, pada saat yang bersamaan juga menginginkan sexual drive dengan orang yang lain lagi.  Itulah kenyataannya.  Menurut saya, kenyataan itu perlu disadari dan menjadikan kita “aware” terhadap keadaan tersebut.  Bukan untuk dijadikan alasan pembenaran  free sex.  Sebagai muslim, exit strategynya sudah ada namun memang sering menimbulkan perdebatan untuk hal poligami.

Seseorang sangat mungkin hanya ingin merasa dekat dengan orang lain (swing attachment) tanpa ada ketertarikan seksual, karena kebutuhan attachment nya tidak terpenuhi oleh pasangannya.  Pada saat yang sama, bisa saja kemudian tahapan berikutnya romantic love dan sex drive yang berbicara.  Namun kejadian sebaliknya bisa terjadi.  Awalnya karena kebutuhan seksualnya yang tidak terpenuhi olah pasangan, maka tahapan “swing” berawal dari sex drive.  Jika keduanya terjadi bersamaan, kemungkinan romantic love berbicara lebih awal.

Kendatipun “swing” dari sex drive ke romantic love sekaligus ke attachment adalah hal yang normal, namun jika kita tidak “aware” akan menyebabkan proses yang menyangkut perasaan yang akan sulit diobati jika berlarut-larut.  Buntut panjangnya adalah depresi.  Pada perempuan yang sudah menikah, sering ada perasaan bersalah ketika mendua di tahap awal.  Bagi kita yang muslim, itu adalah “warning” untuk memperbaiki komunikasi dan hubungan interpersonal dengan pasangan dan sejauh mana kita telah berusaha menjadi istri dan ibu sebagaimana ajaran agama.  Sering pula, perempuan yang sudah menikah ketika mendua dan menemukan figur yang attachment nya lebih nyaman akan merasa kesulitan melepaskan diri. Mungkin, karena kebutuhan perempuan untuk didengarkan relatif jauh lebih besar dibandingkan laki-laki.   

Karena itulah, pengetahuan tentang “swing” sistem otak dari sexual drive ke romantic love sekaligus ke attachment harusnya membuat kita lebih “aware” terhadap kondisi yang mungkin kita alami.  Sehingga, kita punya pagar dan batasan kapan kita harus membatasi itu sebagai proses yang sedang terjadi.  Menurut saya, kunci akhirnya isi penuh-penuh love tank kita dengan pasangan.  Don’t ever let your love tank empty……..


Diadaptasi dan diolah dari materi seminar online “Why we love, why we cheat” oleh antropolog Helen Fisher pada situs TED.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Profesionalisme Terintegrasi Seorang Ibu: Ini Versi Saya

Profesional bukan cuma buat jenis-jenis pekerjaan di ranah publik. Menjadi ibu yang berkiprah di ranah domestik maupun di ranah pu...