Kamis, 12 Mei 2016

Profesionalisme Terintegrasi Seorang Ibu: Ini Versi Saya





Profesional bukan cuma buat jenis-jenis pekerjaan di ranah publik. Menjadi ibu yang berkiprah di ranah domestik maupun di ranah publik, ataupun keduanya, mutlak memerlukan profesionalitas. Ibu yang profesional mempunyai sikap hidup yang positif dan selalu mengasah kepandaiannya dalam melaksanakan tugas-tugas seorang ibu di ranahnya.  Berbeda dengan yang amatir, yang profesional tidak pernah berhenti meningkatkan kualitas diri untuk tujuan kemuliaan hidup.  Ibu profesional layak jadi kebanggaan keluarga, jadi kebanggaan peradaban. 

Itu adalah saripati yang saya tangkap dan saya tuangkan dengan bahasa saya sendiri setelah mengikuti kuliah online Program Matrikulasi Ibu Profesional sessi pertama, pekan ini.  Dengan berbagai keterbatasan, termasuk blum bisa online di Senin malam pukul 20.00 sd 21.00 Wib, karena masih disibukkan urusan main dengan anak-anak sampai mengantarkannya tidur malam, toh kuliahnya nyangkut juga di otak.  Setelah anak-anak tidur, hal-hal pekerjaan untuk ke kantor besok paginya sudah disiapkan, dan malam hening, barulah saya mulai membaca materi onlinenya, dan mengamati diskusi yang terjadi.  Materi dan diskusi yang terjadi sebelumnya telah saya rangkum di http://www.kompasiana.com/novi.ardiani/menjadi-ibu-profesional-harus_5733fc22cf7e61b104f73ff6. Atau bisa juga Bunda baca di http://perniknoviardiani.blogspot.co.id/2016/05/menjadi-ibu-profesional-harus.html
Tulisan yang sekarang Anda baca ini adalah lanjutan dari materi kuliah pertama yaitu nice homework dari Bunda Septi Peni Wulandani yang harus dikerjakan. 

Baiklah, jadi nice homeworknya adalah menyusun checklist indikator profesionalisme perempuan dalam tiga posisi yaitu:
a.   Sebagai individu
b.    Sebagai istri
c.    Sebagai ibu
Dengan catatan, indikator indikator yang dimaksud harus kita susun dan pikirkan sendiri, sedemikian rupa yang memang kita mampu menjalaninya.  Jadi ini betul-betul profesionalisme yang terintegrasi versi masing-masing ibu.  Kenapa profesionalisme yang terintegrasi?... Ya, karena profesionalisme ibu tidak berdiri sendiri.  Ibu dalam satu waktu yang bersamaan adalah juga seorang istri dan individu.  Ketiga peran ini melekat dan tidak bisa dipisah-pisahkan.  Yang harus selalu diingat adalah bahwa indikator utama keberhasilan ibu profesional adalah “Menjadi Kebanggaan Keluarga”.

Indikator dalam hal ini adalah alat bantu untuk mengukur profesionalitas, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Indikator ini perlu supaya kita bisa mengukur seberapa profesional kita dan seberapa besar dampaknya sudah memenuhi harapan keluarga dan masyarakat. Sehinghga, profesionalitas itu betul-betul kita implementasikan dalam kehidupan sehari-hari dan bermanfaat. Bukan sekedar ada di dalam obrolan materi kuliah. Dalam tulisan ini, saya akan menguraikan indikator tersebut untuk menggambarkan profesionalisme terintegrasi seorang perempuan versi saya. Yuk mariii.....

a.    Sebagai individu

Saya, sebagai individu perempuan adalah makhluk sosial. Saya adalah seorang anak di mata kedua orang tua saya.  Seorang kakak di mata adik saya.  Seorang adik di mata kakak saya. Seorang guru di mata murid-murid saya.  Saya adalah seorang hamba di mata Tuhan. Sebagai makhluk sosial saya perempuan yang membutuhkan eksistensi dalam kehidupan sosial. Saya ingin memberikan manfaat kepada orang lain (baik keluarga maupun masyarakat) dan diakui keberadaan saya di lingkungan ekternal.  Saya ingin mendengar dan didengar.  Saya ingin berbuat dan diapresiasi. Saya ingin diberkahiNya. 

Saya sebagai individu adalah perempuan 38 tahun yang senang mengungkapkan pikiran dan berkisah lewat tulisan, senang mendongeng dan bercerita, senang memandu sebuah kegiatan atau acara-acara, senang mempelajari hal-hal baru untuk mengembangkan pengetahuan dan wawasan, dan senang memikirkan hal-hal yang sifatnya menghasilkan sebuah inspirasi dan berbagi dengan sebanyak mungkin orang. Latar belakang saya sebelumnya sebagai jurnalis dan dosen membentuk saya tetap suka menulsi dan suka belajar mengembangkan pengetahuan sampai hari ini. 

Kini saya adalah pekerja kantoran yang masih memiliki mimpi untuk bisa melanjutkan pendidikan formal ke jenjang yang lebih tinggi. Saya menyadari pentingnya membangun jaringan dan berkomunitas yang positif untuk memberikan ruang bagi diri saya berekspresi dan memberi manfaat bagi orang lain.  Jika dikerucutkan, sebagi individu saya adalah seorang penulis, MC, pembelajar, dan pekerja kantoran yang masih ingin lanjut kuliah S3. Dari pengerucutan inilah saya ingin menetapkan indikator profesionalitasnya.  Sesederhana mungkin yang sekiranya mampu saya jalani ke depan.  Saya mencoba menyusun indikator yang detil dan kuantitatif, supaya lebih mudah mengukur saat evaluasi.

Sebagai individu, indikator profesionalitas perempuan versi saya (setelah merenungi diri sendiri) adalah:

1.    Mampu menghasilkan tulisan yang inspiratif dan bermanfaat minimal satu tulisan dalam satu pekan, dan diupload ke blog/website
2.    Mampu mengambil kesempatan untuk menjadi narasumber untuk keminatan kepenulisan dan marketing di forum-forum pembelajaran, setidaknya dua kali dalam setahun (untuk menambah jam terbang)
3.    Mampu ikut lomba menulis dan minimal masuk nominasi setidaknya dalam event lomba menulis tiga kali dalam setahun
4.    Mampu mengambil kesempatan memandu acara (MC) minimal enam kali dalam setahun (untuk menambah jam terbang)
5.    Mampu menerbitkan buku karya sendiri tahun depan (2017) minimal 1, dan berkelanjutan di tahun tahun berikutnya
6.    Mampu memperluas wawasan dan networking dengan aktif di komunitas yang positif dan mengambil peran di dalamnya
7.    Mampu meningkatkan kualitas ibadah dengan mengikuti kajian minimal 2 kali dalam sebulan
   
b.   Sebagai istri

Sebagai istri, saya termasuk istri yang tidak selalu berada di samping suami dikarenakan suami sering melakukan perjalanan dinas ke luar negeri.  Sehari-hari juga kami bekerja di tempat kerja dan bidang pekerjaan yang berbeda, walaupun kami memiliki sebuah persamaan latar belakang pendidikan yaitu Mikrobiologi. Pada saat-saat tidak berdekatan dengan suami, komunikasi fisik digantikan dengan komunikasi verbal.

Kami termasuk pasangan yang menyadari bahwa terpisah jarak mengajari kami untuk saling percaya pada pasangan. Walaupun masing-masing dari kami tidak lepas dari godaan dan kerikil, tetapi sampai hari ini Alhamdulillah Tuhan masih menyatukan kami dalam ikatan yang suci.  Kami suami istri menyepakati sebuah misi untuk saling menjadi partner untuk mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat.  Dari misi inilah saya berusaha menurunkan indikator profesionalisme saya sebagai istrinya.
Sebagai partner, saya sebagi istri sering diajak diskusi dan dimintai pendapat suami dalam banyak hal termasuk membantu pekerjaan kantornya. Sebaliknya, suami pun sering memberikan masukan tentang aktivitas saya dalam pekerjaan dan nonpekerjaan.  Seringkali, kami juga merumuskan mimpi-mimpi yang ingin kami capai berdua termasuk pergi haji dan menyekolahkan anak-anak setinggi mungkin.

Sebagai istri, indikator profesionalitas perempuan versi saya (setelah berdiskusi jarak jauh dengan suami karena saat ini beliau sedang bertugas di Amsterdam-Volendam-Keukenhof Netherlands) adalah:

1.    Mampu menyediakan waktu minimal pada akhir pekan (Sabtu dan Minggu) selama minimal 2 sampai 3 jam untuk bertukar pikiran dengan suami secara intensif tidak terdistraksi hal lain
2.    Mampu menjaga komunikasi verbal selama berjauhan dengan telepon, chatt, email dan link tulisan-tulisan atau media sosial, minimal komunikasi 1 sampai 2 jam efektif dalam sehari.
3.    Mampu membuka diri untuk terus belajar dan berproses tumbuh bersama suami menjadi pribadi yang lebih baik dari waktu ke waktu dengan cara bersama suami minimal satu kali dalam sebulan melakukan kegiatan bersama yang sifatnya pembelajaran bagi suami istri, bisa dengan ikut seminar parenting atau kajian pasutri, bisa juga melakukan aktivitas berdua yang menumbuhkan semangat pembelajaran bersama.
4.    Mampu memberikan support kepada suami untuk mencapai misi selamat bersama dunia dan akhirat dengan cara menjaga integritas dan kejujuran, konkritnya dengan:
a.    Tidak membelanjakan uang yang seharusnya ditabung dan tidak menabung uang yang seharusnya dibelanjakan
b.    On budget
c.    Tetap berbagi dalam keadaan lapang dan sempit


c.    Sebagai ibu

Sebagai ibu dari dua orang putra dan putri, saya terlebih dulu merenung dan bertanya kepada anak-anak saya tentang ibu seperti apa yang mereka harapkan, untuk dapat menyusun indikator profesionalismenya. Ranah tugas ibu sebagaimana telah dibuat tingkatannya oleh Bunda Septi adalah:
1.    Bunda Sayang, kaitannya dengan pendidikan anak
2.    Bunda Cekatan, kaitannya dengan manajemen pengelolaan rumah tangga
3.    Bunda Produktif, kaitannya dengan upaya bunda untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi keluarga dan masyarakat, dapat berupa materi maupun non materi.
4.    Bunda Salihah, kaitannya dengan nilai-nilai hidup yang kita perjuangkan sebagai perempuan yang beriman


Bertolak dari situ, saya akhirnya merumuskan indikator profesionalisme ibu dilihat dari masing-masing ranah adalah sebagai berikut:
1.    Bunda Sayang
a.     Mampu menyediakan waktu efektif kebersamaan dengan anak-anak minimal satu jam di pagi hari dan 3 jam di malam hari selama hari kerja (Senin sd Jumat) yang diisi dengan kegiatan yang melatih kemandirian dalam kasih sayang
b.    Mampu menyediakan waktu efektif kebersamaan di hari libur dan akhir pekan (Sabtu-Minggu) full diisi dengan kegiatan yang mengasah pembelajaran dalam kasih sayang.  Kalaupun melakukan kegiatan di hari Sabtu, sedapat mungkin mengikutsertakan anak-anak
c.    Mampu menyediakan waktu minimal satu atau dua jam dalam sepekan untuk berdiskusi soal pendidikan anak dengan pasangan
d.    Mampu mengikuti kajian atau workshop atau seminar parenting atau belajar perihal pendidikan anak minimal satu kali dalam sebulan
e.    Mampu berkomunikasi efektif dengan anak yang ditandai dengan anak memahami apa yang kita sampaikan, anak mampu menyampaikan dan terlihat ingin selalu menjalin komunikasi dengan ibu
f.     Mampu mengasuh anak-anak dengan baik ditandai dengan anak-anak tumbuh sehat tidak mudah sakit, tidak kumat alergi, dan tumbuh kembangnya normal
g.    Mampu membuka diri untuk belajar hal-hal baru yang sifatnya mendukung pendidikan anak seperti belajar memasak, mendongeng, dan kreatifitas anak

2.    Bunda Cekatan
a.    Mampu mengatur keuangan rumah tangga sesuai dengan pendapatan suami istri yang digabung, ditandai dengan cash flow yang lancar dan semua kebutuhan dapat dipenuhi berdasarkan skala prioritas yang disepakati bersama pasangan
b.    Mampu mengikuti workshop atau kelas belajar finansial planning dan update perkembangannya minimal sekali dalam setahun
c.    Mampu mengimplementsaikan ilmu manajemen rumah tangga yang didapat dari buku dan komunitas belajar sesuai dengan kebutuhan keluarga, ditandai dengan teraturnya rumah tangga dan minim komplain dari suami atau anak

3.    Bunda Produktif
a.     Mampu menemukan minat, bakat, dan passion serta mengembangkannya menjadi suatu yang produktif, diantaranya:
·         Mampu menghasilkan tulisan yang inspiratif dan bermanfaat minimal satu tulisan dalam satu pekan, dan diupload ke blog/website
·         Mampu mengambil kesempatan untuk menjadi narasumber untuk keminatan kepenulisan dan marketing di forum-forum pembelajaran, setidaknya dua kali dalam setahun (untuk menambah jam terbang)
·         Mampu ikut lomba menulis dan minimal masuk nominasi setidaknya dalam event lomba menulis tiga kali dalam setahun
·         Mampu mengambil kesempatan memandu acara (MC) minimal enam kali dalam setahun (untuk menambah jam terbang)
·         Mampu menerbitkan buku karya sendiri tahun depan (2017) minimal 1, dan berkelanjutan di tahun tahun berikutnya
·         Mampu memperluas wawasan dan networking dengan aktif di komunitas yang positif dan mengambil peran di dalamnya
·         Mampu meningkatkan kualitas ibadah dengan mengikuti kajian minimal 2 kali dalam sebulan
b.    Mampu produktif tanpa harus menyisihkan kewajiban utama mengasuh anak-anak dan keluarga, ditandai dengan kita mampu menghasilkan sesuatu yang bermanfaat (materi dan non materi) tetapi pertumbuhan anak-anak tetap dapat dipantau dengan baik dan anak-anak tetap mendapatkan hak dan kasih sayang dengan properly.  
c.    Mampu menikmati dan memberikan apresiasi bagi diri sendiri dari pengembangan minat dan bakat yang telah dilakukan, ditandai dengan makin semangat untuk mengembangkan diri

4.    Bunda Salihah
a.     Mampu memperjuangkan nilai-nilai tauhid, kejujuran, integritas (kesamaan kata dan sikap), ulet dan persistent, berani memperjuangkan sesuatu yang diyakini adalah kebenaran dengan dasar yang kuat, ditandai dengan apa apa yang kita lakukan di dalam hidup selalu didasarkan pada nilai-nilai itu
b.    Mampu meninggalkan nama baik dan catatan pemikiran tentang pembelajaran perempuan yang tak boleh henti yang ditulis dengan rapi (bentuk buku atau blog/website), sampai ketika kita meninggal pun pemikiran dan ide-ide kita tetap bermanfaat bagi masyarakat dan dikembangkan seiring dinamika zaman oleh peradaban selanjutnya.
c.    Mampu menjalankan program pembelajaran perempuan seumur hidup, dengan cara melakukannya terhadap diri sendiri dan berusaha menularkannya kepada orang lain lewat tulisan dan komunitas, ditandai dengan tidak pernah berhenti belajar dan menuliskannya dan menyebarluaskannya untuk mempengaruhi orang lain mengikuti jejak kita.
d.    Mampu merasakan kebahagiaan dengan menjalankan program nomor 4.c, ditandai dengan makin semangat menjalani hidup walaupun apapun yang dihadapi, sebab hidup penuh amal manfaat adalah sesuatu yang sangat bernilai sebagai bekal pulang.

Nah, setelah dituliskan, saya mendapati bahwa memang profesionalisme perempuan itu terintegrasi dalam satu kesatuan; individu, istri dan ibu.  Dan apa yang sudah saya tuliskan adalah versi saya.  Versi bunda-bunda yang lain mungkin berbeda.  Saya mendapati bahkan  ada irisan yang menunjukkan kemiripan bebrapa indikator di ranah yang berbeda.  Profesionalisme ibu untuk ranah Produktif dan Salihah ternyata juga merupakan bagian dari individu.  Artinya seorang ibu juga adalah makhluk sosial yang tidak bisa tidak memang perlu berekspresi untuk menyadari eksistensi dirinya. Setiap ibu pasti ingin bermanfaat bagi dirinya sendiri, keluarganya, dan lingkungannya. 

Saya menyadari, beberapa indikator sangat sulit untuk saya kuantifikasi, sehingga masih kualitatif.  Selanjutnya, semua adalah proses.  Semoga saya dapat menjalani proses dengan penuh semangat!

Namun, satu hal penting yang perlu diingat selalu adalah, bahwa keseimbangan akan menjadi jalan yang paling baik untuk terciptanya sebuah harmoni yang utuh.  Seorang perempuan sebagai individu, istri, dan ibu selayaknya selalu mendekat ke garis keseimbangan, untuk harmoni hidup ini.  Ada saatnya kita harus mengejar ketertinggalan di pijakan Bunda Sayang atau Bunda Cekatan.  Namun ada kalanya kita harus lebih meningkatkan pijakan di Bunda Produktif ataupun Bunda Salihah.  Semua berproses.  Proses pembelajaran itu terjadi sepanjang hidup.  Selama kita berproses menjadi lebih baik dari waktu ke waktu, walaupun sedikit demi sedikit, Insha Allah kita telah melangkah di pijakan yang benar. Keep on moving Bunda......



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Profesionalisme Terintegrasi Seorang Ibu: Ini Versi Saya

Profesional bukan cuma buat jenis-jenis pekerjaan di ranah publik. Menjadi ibu yang berkiprah di ranah domestik maupun di ranah pu...