Senin, 27 April 2015

Memilih Untuk Memilah: Peran Ibu dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga



Sampah rumah tangga yang tidak dikelola dengan baik akan menjadi masalah, di masa kini dan masa datang. Sebaliknya, sampah rumah tangga bila dikelola dengan baik justru akan mendatangkan berkah.  Sudah sepatutnnya memilah sampah berdasarkan jenisnya ditumbuhkan sebagai kebiasaan yang berawal dari rumah tangga.  Ibu, adalah sosok sentral yang diharapkan mampu berperan memulai dan menularkannya kepada seluruh anggota keluarga.”

Mengapa Ibu?

Saya punya pertimbangan yang pasti untuk hal ini.  Menurut saya, seorang ibu sebagai ratu rumah tangga mempunyai “kendali utama” dalam manajemen rumah tangga.  Mulai dari urusan belanja kebutuhan rumah tangga hingga tetek bengeknya.  Ibu yang tinggal di rumah maupun yang bekerja di luar rumah, menjadi panutan bagi anak-anaknya dalam menumbuhkan kebiasaan-kebiasaan dan kedisiplinan di rumah.  Selain anak-anak, anggota keluarga yang lain seperti asisten rumah tangga atau kerabat yang ikut tinggal di rumah juga akan melihat dan mencontoh “Ibu”.  “Ayah”, secara tidak langsung akan tertular secara konseptual maupun praktikal dalam hal ini karena dalam komunikasi dengan pasangan akan terjadi diskusi antara ayah dan ibu.  

Oleh sebab itu, para ibu seharusnya menyadari peran penting dirinya dalam menumbuhkan kebiasaan memilah sampah dalam lingkungan rumah tangga, sebagai awal dari mata rantai pengelolaan sampah domestik. Ibu, sudah seharusnya memiliki kesadaran, kepedulian, dan pengetahuan yang memadai tentang jenis-jenis sampah, mengapa sampah harus dipilah, dan bagaimana memilah sampah berdasarkan jenisnya.  Kemudian, hal tersebut ditularkan kepada anak-anak sedini mungkin, serta seluruh anggota keluarga.   

Mengapa sampah harus dipilah?

Alur pengelolaan sampah rumah tangga di wilayah tempat tinggal penulis


Tahukah kita, ketika semua sampah bercampur di pembuangan, berapa lama mereka akan terurai?  Jawabnya tidak sama.  Selembar plastik memerlukan waktu 50 hingga 100 tahun untuk terurai, sementara sisa-sisa makanan dan daun daunan membusuk segera dalam hitungan pekan. Sampah dari bahan logam bahkan baru terurai dalam ratusan tahun, gelas beling terurai setelah satu juta tahun, dan stereofoam bahkan tak dapat terurai.  Kaleng memerlukan waktu  80 – 100 tahun untuk terurai, sedangkan kertas dan karton terurai dalam hitungan bulan. 

Bayangkan jika sampah dengan jenis yang berbeda-beda berbaur jadi satu, menumpuk di pembuangan akhir, setiap waktu terus bertambah, mau jadi apa lingkungan kita?....  Yang jelas, kita akan selalu misuh-misuh oleh bau sampah, pencemaran sampah berbahaya, dan mungkin menyalahkan pihak lain. Apalagi jika kita termasuk rajin membayar iuran sampah. 

Dengan membayar sekian ratus juta pun, masalah sampah belum tentu selesai dibenahi.  Tapi hanya dengan kemauan dan menyisihkan sedikit waktu  untuk memilah sampah berdasarkan jenisnya, segera setelah sampah itu dihasilkan, akan sangat bermanfaat mengatasinya.

Jika berkenan melihat lebih jeli, sampah rumah tangga yang memberi kontribusi terbesar pada jumlah pasokan sampah,  dapat kita kelola dengan baik untuk mendatangkan berkah dengan cara yang mudah.   Asalkan kita mau belajar tentang jenis-jenis sampah dan kemudian mempraktekkan di rumah pemilahan sampah berdasarkan jenisnya, kita akan mulai merasakan betapa sebenarnya manusia memang harus bertanggung jawab terhadap sampah yang dihasilaknnya.   

Bagan alur pengelolaan sampah rumah tangga yang dijalankan di wilayah tempat tinggal penulis

Mengelola sampah dengan pemilahan yang benar akan menjadikan lingkungan kita bersih, sehat dan bernilai tambah.  Selain itu, jika dilakukan dengan konsisten dan ditularkan ke lingkungan yang lebih luas secara tersistem, akan memberikan  kontribusi yang besar kepada penyelamatan bumi dari pencemaran sampah.Tidak ada seorangpun yang mau mewariskan bumi yang tercemar kepada anak cucu bukan?.....

Faktanya, dari tahun ke tahun sampah yang dihasilkan manusia semakin meningkat.  Kementerian Lingkungan Hidup RI mencatat peningkatan jumlah sampah yang dihasilkan sbb:

Tahun
Jumlah sampah yang dihasilkan /orang/hari (kg)
1995
0,8
2000
1
2012
2
2020
Diperkirakan lebih dari 2,1








Peningkatan jumlah sampah yang dihasilkan setiap orang setiap harinya disebabkan karena kemajuan teknologi yang menyebabkan manusia cenderung untuk menggunakan lebih banyak material dalam kehidupannya.  Konsekuensinya, akan meningkatkan jumlah sampah.  Contohnya sebagaimana disebutkan di bawah ini:
a. Penggunaan tisu, diapers, plastik, alat makan sekali pakai, kemasan sekali pakai dll yang menggantikan penggunaan kain lap, saputangan, piring sendok dll.
b.   Setidaknya empat tahun sekali setiap orang berganti laptop, dua tahun sekali berganti handphone, konsekuensinya menambah sampah.

Peningkatan jumlah sampah ditambah lagi dengan tidak dikelolanya sampah tersebut dengan baik, tidak dipilah berdasarkan jenisnya, sehingga bercampur baur mencemari tanah dan sumber air.  Masing-masing material sampah mengandung zat yang berbeda, ada yang mudah terurai ada yang sulit.  Ada yang mengandung toksin pencemar lingkungan, ada yang aman.  Oleh karena itulah mutlak diperlukan pengelolaan sampah rumah tangga secara terpadu, termasuk di dalamnya pemilahan sampah berdasarkan jenisnya.
Saat ini, memilah sampah dan mengelolanya sudah menjadi kebutuhan yang niscaya.  Ambilah contoh fakta yang terjadi di tempat penulis tinggal, di Depok.  Dua tahun terakhir, Tempat Penampungan Akhir (TPA) Cipayung Depok telah overload.  TPA Cipayung merupakan lokasi akhir pembuangan sampah di Kota Depok.  Luas TPA Cipayung sekitar 11,2 ha dan saat ini (posisi Januari 2015) tinggal tersisa 1 ha.  Jelas tidak cukup untuk menampung sampah yang terus diproduksi warga Depok setiap harinya.  Pasokan sampah yang masuk ke TPA Cipayung setiap harinya sekitar 3400 m3 /hari.  Sebagian besar merupakan sampah domestik (sampah rumah tangga). Saat ini Pemkot Depok sedang mengupayakan perluasan TPA untuk Unit Pengolahan Sampah (UPS) dengan teknologi dari negara lain.  Perluasan TPA bukan untuk memperluas area pembuangan sampah. 

Ketidakmampuan TPA ini menjadi pemicu untuk menumbuhkan kesadaran dan kepedulian memilah sampah mulai dari tingkat rumah tangga untuk kemudian dibentuk sistem ke lingkungan yang lebih luas mulai dari RT, RW, Kelurahan, Kecamatan, dan seterusnya. 

Berikut ini adalah alasan simpel kenapa sampah harus kita pilah berdasarkan jenisnya, untuk kemudian dibuat sebuah sistem di lingkungan kita untuk mengelola sampah domestik. 

1.    Mengurangi pencemaran akibat logam berat terhadap sumber daya hayati
2.  Memberikan nilai tambah ekonomi dan lingkungan (pupuk kompos/organik; barang kerajinan daur ulang)
3.   Memaksimalkan sampah yang bisa didaur ulang sehingga mengurangi jumlah sampah residu
4. Dengan memilah sampah, akan mengurangi jumlah lalat dan tikus sehingga lingkungan menjadi bersihdan tidak terkesan kumuh
5.  Memilah dengan ikhlas dan sadar akan menjadi tabungan kebajikan yang diwariskan kepada anak cucu

Bagaimana memilah sampah menjadi berkah?

Sangat mudah. Sulitnya hanya karena belum menjadi kebiasaan.  Sampah dipilah berdasarkan jenis yaitu sampah organik yang basah (untuk diolah menjadi pupuk organik di Unit Pengolahan Sampah /UPS Organik), sampah kering (untuk didaur ulang menjadi produk bernilai tambah melalui Bank Sampah), dan sampah residu ( sampah yang sudah tidak dapat didaur ulang kembali seperti bekas diapers, pembalut, dan sejenisnya - dibuang ke TPA ).  Pada prakteknya, pemilahan sampah akan mengurangi sampai 40% sampah residu yang akan masuk ke TPA.  Ini sangat membantu untuk mengurangi gunungan sampah di TPA. 

Berikut ini adalah cara mudah memilah sampah yang telah dijalani di wilayah tempat tinggal penulis :
1.   Segera pisahkan sampah menurut jenisnya (organik atau non norganik, beracun atau tidak, basah atau kering)
2.   Sediakan tempat sampah sesuai jenisnya di rumah anda, ajak anggota keluarga untuk berpartisipasi melakukan pemilahan setiap akan melempar sampah ke tempat sampah
3.  Kemasan botol plastik dan wadah wadah bekas  terlebih dahulu dicuci bersih, ditiriskan, dan dikeringkan sebelum disetor ke Bank Sampah
4.   Kertas dan karton diikat menurut jenisnya dan letakkan di tempat yang bebas lembab/ bebas air dan disetor ke Bank Sampah dalam keadaan kering
Sampah organik yang mudah membusuk seperti sisa sayuran, makanan, buah, daun, dan sejenisnya dikumpulkan ke dalam satu ember khusus.  Sisa makanan sebaiknya dicuci dan disaring untuk menghilangkan zat pewarna dan zat kimiawi, sebelum dimasukkan ke tong sampah besar organik di wilayah tinggal kita masing-masing untuk diproses menjadi pupuk organik di UPS.


KONSEP 3R dan 4R dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

Konsep ini perlu dipahami para ibu agar dapat ditularkan kepada seluruh anggota keluarga.  Konsep 3R mengedepankan REUSE, REDUCE, dan RECYCLE. REUSE artinya menggunakan kembali.  Bahan-bahan seperti wadah plastik dan kemasan dapat dimanfaatkan kembali menjadi wadah peralatan.  Kertas-kertas bekas di satu sisi dapat digunakan kembali untuk mengeprint draft.  Dibutuhkan kejelian dan kreatifitas untuk menggunakan kembali barang-barang yang sebetulnya masih dapat digunakan. 

REDUCE (Mengurangi) dapat dilakukan dengan mengurangi pemakaian barang yang tidak terlalu dibutuhkan sehingga dapat mengurangi sampah.  Misalnya, kurangi pemakaian kantong plastik.  Gunakan tas belanja yang dapat dipakai ulang dan dicuci.  

Sedangkan RECYCLE (Mendaur Ulang) dapat dilakukan untuk jenis sampah basah organik maupun sampah kering organik dan sampah kering nonorganik.  Sampah basah organik dapat didaur ulang menjadi pupuk di Unit Pengolahan Sampah Organik.  Sedangkan sampah kering organik maupun sampah kering nonorganik dapat didaur ulang  menjadi produk daur ulang yang bernilai ekonomi seperti tas cantik dan dompet dari plastik bekas kemasan, tempat alat tulis dari botol plastik, gelang/bros dari bekas gantungan kunci dan lain sebagainya.

Selain 3R, ada satu tambahan REPLACE (Menggantikan) sehingga Konsep 3R meluas menjadi 4R.  REPLACE dapat dilakukan dengan mengganti barang-barang sekali pakai yang potensial menambah sampah dengan barang barang yang dapat digunakan berulang kali.  Misalnya mengganti tisu dengan saputangan atau lap, dan mengganti diapers dengan popok kain.  Mungkin, konsep REPLACE masih sulit untuk dilakukan para ibu.  Setidaknya dengan REDUCE pun kita sudah mulai belajar mengurangi sampah apabila belum dapat REPLACE 100%. 

Nah...para ibu, kenapa masih ragu?.... Saatnya sekarang para ibu memilih untuk memilah, memilah sampah menjadi berkah.  Dan percayalah ibu, anak-anak yang kita ajari untuk memilah sampah sejak dini, serta menyadari kecintaan pada lingkungan yang bersih dan sehat adalah investasi tak bernilai untuk kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang.  Meski kelak mungkin kita para ibu tidak menikmati secara langsung hasilnya, tetapi percayalah nahwa generasi setelah kita akan meneruskan kebiasaan-kebiasaan baik yang ramah terhadap bumi yang kita cintai, sebagai wujud syukur kita kepadaa Ilahi.  Semoga......


Rujukan:  Undang-undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 81 tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga

Sumber data : Sekretaris DKP Pemkot Depok (Januari 2015); Ketua Forum Komunitas Tangan Peduli Lingkungan, DEPOK (Januari 2015), dan Kementerian Lingkungan Hidup (2012).


Kamis, 16 April 2015

Relawan Bank Sampah: Ibu Peduli Kelola Sampah


Ibu ibu relawan Bank Sampah Ruby 2 in action
Rabu bisa jadi merupakan hari yang paling melelahkan bagi sekelompok ibu rumah tangga di RT 06 RW 10 Cluster Ruby Perumahan Permata Depok Regency, DEPOK.  Masa iya?... YA.  Sebab setiap Rabu, mereka “rempong” dengan urusan sampah, selain urusan domestik.  Sebutlah Yulaswati, Faiko Isnaeni, Dyah Worosari, Tiur Samosir, Septi dan Titin yang sudah bersiap untuk memilah sampah di markas Bank Sampah Ruby 2, bertempat di kediaman Faiko, pada setiap Rabu pagi sekitar Pukul 7.30 Wib, seusai mereka mengantar anak-anak ke sekolah atau berbelanja ke pasar. Keenam ibu ini adalah relawan yang berusaha konsisten untuk bisa meluangkan waktu setiap Rabu pagi. Terkadang, beberapa ibu lainnya dan asisten rumah tangga juga ikut membantu proses pemilahan hingga selesai.

Saya termasuk yang tidak pernah bergabung dengan para ibu relawan Bank Sampah untuk mengurus Bank Sampah tiap Rabu, karena kebetulan saya bekerja di kantor.  Pada saat saya sedang berada di depan komputer di kantor, para ibu relawan ini sedang memilah sampah kering yang dihimpun warga.  Semangat ibu-ibu relawan ini menggetarkan hati saya. Mereka bersedia meluangkan waktu untuk mengurus Bank Sampah di wilayah tempat tinggal kami, tanpa dibayar. Beberapa diantaranya masih memiliki balita.  Saya sering terbayang, betapa repotnya membujuk anak balita, sementara ibu akan melaksanakan tugas memilah sampah. 

Namun, mereka jalan terus.  Bank Sampah yang menjadi salah satu solusi bagi manajemen sampah domestik di wilayah tempat tinggal kami, telah dirintis sejak sekitar tahun 2012. Pada awal dirintisnya, hanya sekitar 8% KK yang ikut serta memilah sampah dan menyetor sampah ke Bank Sampah.  Saat ini, di tahun ke 3 berjalannya Bank Sampah Ruby 2, dan setelah dilakukan sosialisasi kepada warga tentang pengelolaan sampah domestik, jumlahnya meningkat hingga 34%. 

Mekanisme Bank Sampah Ruby 2 memang agak sedikit berbeda dengan Bank Sampah pada umumnya yang berlaku di masyarakat.  Bank Sampah Ruby 2 tidak menyerahkan secara langsung hasil penjualan sampah kering pilahan kepada nasabah sampah (warga yang menyetor sampah).  Hasil penjualan sampah dimasukkan ke kas RT dan digunakan untuk kebutuhan aktivitas warga yang dipusatkan di taman. Prinsipnya, dari warga untuk warga. 

Aktivitas para relawan ini selalu menjadi perbincangan di kalangan kami para ibu. Mereka tidak henti-hentinya mengingatkan warga untuk terlebih dahulu memilah sampah kering di rumah masing-masing, dan disetor ke Bank Sampah dalam keadaan terpilah baik.  Para relawan lah kemudian yang akan mengecek kembali hasil pilahan tersebut apakah sudah benar atau belum.  Mereka lalu menimbang masing-masing hasil pilahan berdasarkan jenisnya untuk menghitung harga jualnya.  Biasanya, sekitar pukul 10 atau 10.30 Wib , sampah kering sudah berjajar rapi dan sudah ditimbang untuk menunggu mobil pengangkut datang.  Uang hasil penjualan lalu disetorkan ke rekening kas RT serta dilaporkan secara periodik dan terbuka kepada warga melalui forum komunikasi warga baik  online maupun offline.

Pada prakteknya, pemilahan sampah tidak semudah yang kita bayangkan.  Selain membutuhkan kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan, juga membutuhkan waktu dan kesabaran.  Kardus-kardus bekas susu, terlebih dahulu harus dicuci dan dikeringkan.  Begitu pula plastik-plastik bekas kemasan.  Seringkali, para relawan menndapati setoran sampah masih dalam keadaan kotor dan basah, sehingga tidak dapat dijual.  

Ibu Faiko Isnaeni memberi contoh memilah sampah 
Biasanya para relawan akan memprosesnya kembali hingga bersih, atau dengan kesadaran warga mengambil kembali sampahnya dan memprosesnya lebih dulu untuk disetor pada pekan berikutnya.  Beruntung, kami menjalin komunikasi online dan offline yang intensif, sehingga para relawan dapat mengkomunikasikan proses dan aktivitas Bank Sampah kepada warga.   

Belakangan, saya bermimpi...warga kami bisa rekreasi bersama dari hasil penjualan sampah kering pilahan warga di Bank Sampah Ruby 2.  Lebih jauh lagi, saya bermimpi... kelak warga kami juga bisa memproduksi barang daur ulang dari sampah kering pilahan itu, yang layak dijual dan bernilai seni serta nilai cinta lingkungan.  Saya berharap, semangat para ibu relawan Bank Sampah Ruby 2 tetap membara dan tak pernah padam, untuk menyemangati warga agar sadar memilah sampah. 
Ibu Septi memberi contoh
cara mengeringkan plastik pilahan

Relawan itu tak terbayar, bukan karena tidak ada uang untuk membayar mereka.  Namun, karena niat dan gerak para relawan itu terlalu bernilai....sehingga nilai uang berapapun tidak akan sanggup membayar mereka.  Priceless.  Bagi saya, para ibu relawan ini lah yang telah membuktikan dengan perbuatan bahwa cinta lingkungan itu bukan cuma di mulut, tetapi dikerjakan dengan konsisten walaupun berat dan penuh tantangan. Kadang mereka harus disinisin warga, dianggap sok tahu, dibilang cerewet karena bolak balik mengingatkan warga yang belum benar dalam memilah, dan mungkin dicuekin oleh warga yang tidak mau memilah.  Tapi, para ibu relawan tetap maju terus pantang mundur.

Begitulah harusnya ibu masa kini.  Ibu yang berjiwa relawan. Ibu yang peduli lingkungan. Ibu yang secara sadar mengelola sampah dan memilahnya menjadi berkah, serta mendorong terbentuknya komunitas yang turut peduli terhadap lingkungannya.  Bravo bagi kalian.....para ibu relawan Bank Sampah Ruby 2 !  Semangat kalian menjadi sumber inspirasi saya untuk satu hal: sesuatu yang mulia dan berharga patut diperjuangkan dengan keringat dan air mata.  BRAVO!

Para relawan Bank Sampah Ruby 2 berpose bersama
usai memilah dan menimbang sampah kering pilahan.
Anak-anak pun diajak belajar memilah sejak dini.



**Tulisan ini dipersembahkan untuk para ibu relawan Bank Sampah Ruby 2

Rabu, 15 April 2015

Weaning With Love, We Can!



Masa menyusui telah menjadi salah satu masa terindah dalam hidup saya.  Saya kira, akan banyak yang sepakat bahwa ketika menyusui bayi, kita sebagai ibu merasakan beragam rasa.... jatuh cinta....takjub....perih...bahagia...penuh harap...sekaligus khawatir secara bersama-sama. Dan sebuah pencapaian yang sangat membanggakan, apabila sebagai ibu kita berhasil menyusui anak-anak kita sampai selesai, dan menyapihnya dengan baik. Karena tunainya sebuah kewajiban dengan penuh rasa tanggung jawab adalah pencapaian yang mulia.   



Banyak orang bilang, memulai sesuatu itu biasanya sulit, begitu pula mengakhirinya.  Dalam hal menyusui, hal itu kurang lebih ada benarnya.  Memulai menyusui bayi secara eksklusif selama 6 bulan dan dilanjutkan hingga dua tahun, bagi saya bukan sesuatu yang mudah.  Saya membutuhkan waktu tiga minggu untuk menabung stok ASI sebelum mulai kembali masuk kerja demi meyakinkan bahwa bayi saya tidak akan kekurangan ASI ketika saya di kantor. Setelah Freezer kulkas di rumah penuh dengan ASI perah beku, baru saya merasa percaya diri bahwa kelak stok nya cukup. Dan saya butuh waktu dua minggu untuk mengajari ibu pengganti bagaimana menyiapkan ASI untuk bayi dan meminumkannya.  Di kantor, saya berusaha untuk tetap gembira agar hasil perah ASI tetap lancar.  Pulang kerja dengan cooler bag penuh berisi ASI hasil perah adalah cita-cita.  Di kampus demikian pula, pulang kuliah dengan cooler bag penuh berisi ASI hasil perah adalah harapan.  Cita-cita dan harapan itu berusaha saya wujudkan setiap hari, walau dengan tubuh lelah dan rasa remuk redam. Semua lelah hilang jika setelah tiba di rumah kita merengkuh bayi dan menyusuinya segera.  Endorfin menyeruak menerbitkan rasa bahagia. 

Ya memang mulanya sulit, tetapi ketika bayi telah berhasil ASI eksklusif selama enam bulan, lalu mulai makan makanan pendamping, rasanya semua menjadi lebih mudah.  Melihat bayi tumbuh sehat, saya semakin yakin bahwa apa yang diperjuangkan itu sangat berharga.  Semangat pun terdongkrak.  Kedekatan dengan bayi yang telah terjalin menjadi alasan kuat untuk tidak meninggalkannya lama-lama. Semakin lama kita menjadi semakin lekat dengan bayi.
Dan tibalah saatnya bayi kita yang tadinya mungil telah tumbuh menjadi bocah dua tahun yang semakin lucu. Mulailah segala yang mudah tadi menjadi sulit ketika kita kan menyapihnya.  Kalau mau sekedar menyapih, mungkin sangat mudah. Orang tua jaman dulu punya banyak cara, mulai dari mengolesi nipple dengan brotowali yang super pahit, kunyit yang berwarna kuning merona, atau obat merah dan plester. Tetapi menyapih dengan cinta.... weaning with love... tanpa melukai hati anak, tanpa melukai hati ibu, itu sama sekali tidak mudah. 


Ketika anak saya yang kedua berusia 26 bulan, saya sudah berhenti memerah ASI.  Ketika ke kantor, dede bungsu mulai minum susu UHT.  Dan saya mulai berani menerima tugas kantor untuk dinas luar kota untuk dua atau tiga hari.  Saya pikir, terpisah selama tiga hari tanpa ditinggali ASI akan membuat dede tersapih dengan sendirinya.  Apalagi saya tidak merasakan bengkak di dada, dan saya rasa ini sebagai tanda bahwa produksi ASI sudah berhenti.  Saya berpikir ini akan menjadi jalan paling alamiah untuk menyapih.    Tetapi alangkah terkejutnya saya, bahwa ketika kembali dari tugas luar kota, dede bungsu yang lucu serta merta lari ke pelukan saya, dan minta menyusu!!  Dan saya takjub bahwa ternyata air susunya pun masih lancar. Walau sudah tidak bisa diperah, tetapi produksi ASI masih berlangsung.

Saya akhirnya menyapih anak kedua saya ketika usianya 3 tahun satu bulan. Karena saya memulai menyusuinya dengan rasa cinta, maka mengakhirinya pun harus dengan rasa cinta.  Tidak mudah, tetapi bisa.  Mulanya ada rasa khawatir, karena di usia anak 3 tahun masih menyusu, saya mulai berpikir apakah anak saya manja?... Apakah ini tidak berdampak buruk baginya?....  Saya mendapat jawabannya dari ajaran agama saya.  Sebagai muslimah, saya percaya bahwa sebagaimana teladan dari Rasul, anak-anak berusia sampai dengan 6 tahun membutuhkan kasih sayang dalam bentuk yang sangat berbeda dengan 7 tahun ke atas.  Konselor AIMI (Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia) ketika memberikan konsultasi seputar breastfeeding bagi ibu bekerja di kantor saya juga memaparkan bahwa sampai dengan 6 tahun adalah hal yang wajar jika anak masih menyusu pada ibunya. Namun tentunya dengan koridor seperti tidak menyusui di tempat terbuka, anak diajari sopan santun, dan diperkenalkan dengan bentuk kasih sayang serta kenyamanan lain.

Dalam hal menyusui, mungkin saja pergesaran nilai-nilai dalam masyarakat mendorong terbentuknya opini publik bahwa anak-anak yang masih menyusu pada ibunya ketika sudah bisa berjalan dan berbicara adalah hal yang buruk. Anak-anak sekarang seperti dipaksa lebih cepat dewasa.  Pada usia 5 tahun, banyak anak sudah duduk di sekolah dasar, dipaksa belajar berhitung, dan dipaksa lancar menulis serta membaca.  Saya tidak tega melihatnya.  Mereka masih dalam masa bermain, seharusnya. Saya percaya bahwa masa kanak-kanak yang manis dan indah akan sangat berpengaruh saat telah dewasa.  Saya merasakan sendiri, masa kanak-kanak ketika saya berusia 3 sampai 6 tahun sangat lekat di benak sampai sekarang, dimana sebagian besar waktu ketika itu adalah waktu untuk bermain!  Hal-hal di masa itulah yang saya ingat sampai sekarang....semisal bacaan sholat yang diajarkan guru mengaji, bagaimana bersikap sopan kepada teman yang diajari ibu saya, berbagi, menolong teman yang susah, tidak boleh bohong karena bohong itu dosa dan tidak disukai Allah, bagaimana sebagai anak perempuan juga harus berani menjawab pertanyaan, jangan malu kecuali bersalah. Semacam itulah....  Dan betapa inginnya saya, saat ini mengisi masa usia emas anak-anak dengan hal-hal baik yang akan mereka ingat sampai dewasa. Termasuk, menyapih mereka dengan cinta.  Karena bagaimanapun, menyusu adalah hak mereka. 

Kembali ke soal menyusui dan menyapih, berikut ini sekedar tips alakadar untuk membuat kita para ibu sukses weaning with love.  Semoga bermanfaat. 

1.      Ketika akan mulai menyapih anak, lihat kondisi anak.  Lihat kesiapan anak, dan jangan terlalu memaksakan diri dengan target menyapih pada usia tertentu.  Bagaimanapun, yang natural lebih baik.  Asalkan, tanamkan sopan santun dan etika menyusui kepada anak dengan bahasa tubuh yang sederhana atau bahasa ibu yang dipahami anak.  Setiap ibu-anak punya cara tersendiri untuk berkomunikasi dengan bahasa tubuh.

2.      Siapkan dan kondisikan masa pre-weaning. Lamanya sangat bergantung pada masing-masing anak dan ibu.  Tidak bisa disamaratakan.  Pre-weaning bisa diisi dengan mengurangi frekuensi menyusui secara bertahap, sekaligus mengganti pengurangan frekuensi menyusui dengan bentuk kenyamanan yang lain (belaian di kepala dan bagian tubuh anak yang disukainya, tepuk-tepuk sayang, mulai bermain dengan buku aktifitas, mendongeng, atau permainan interaktif yang lain)

3.      Hindari membohongi anak dengan mengusap rasa pahit atau warna menyeramkan pada nipple agar anak berhenti menyusu.  Itu akan meninggalkan jejak trauma yang berbahaya baginya ketika dewasa. Saya pernah membaca ada seorang dokter spesialis anak yang tidak bisa makan apapun yang mengandung kunyit atau berwarna kuning seperti kunyit.  Langsung muntah.  Dikarenakan traumatik, ketika kecil ibunya menyapihnya dengan cara mengoleskan kunyit ke nipple

4.      Jangan merasa sedih atau putus asa jika anak masih terus minta menyusu walau sudah dikondisikan untuk disapih.  Anak berusia tiga tahun sudah dapat diajak berkomunikasi secara verbal dengan baik.  Berilah pengertian kepadanya dengan bahasa yang mudah dimengerti, seperti,” Ade sekarang sudah berusia 3 tahun.  Nyusu sama bundanya malam saja ya sebelum tidur sembari bunda kelonin, oke?”

5.      Kondisikan anak-anak secara natural dalam lingkungan tumbuh kembang yang baik.  Usahakan mereka punya teman-teman sepermainan, punya wahana yang cukup untuk bermain, punya wadah untuk mengembangkan psikomotorik secara berimbang, dan punya waktu yang cukup untuk menyalurkan emosi kepada ayah ibunya. 





Pada akhirnya, nikmatilah masa menyusui dengan segenap hati, hingga selesai. Syukurilah.... Ketika anak-anak tersapih dengan baik, yakinlah bahwa perkembangan mereka juga akan baik.  Weaning with love adalah pilihan yang terbaik, tanpa paksaan, tanpa merebut hak anak, dan tanpa membuat kita para ibu merasa bersalah berkepanjangan.

Bagi bunda yang sedang mulai menyapih, tetap semangat!!!



**bagi yang kurang berkenan dengan tulisan ini, mohon maaf dan mohon diabaikan saja.  Bagi yang berkenan, semoga bermanfaat.  



Profesionalisme Terintegrasi Seorang Ibu: Ini Versi Saya

Profesional bukan cuma buat jenis-jenis pekerjaan di ranah publik. Menjadi ibu yang berkiprah di ranah domestik maupun di ranah pu...