Selasa, 05 Mei 2015

#ANDAI ANDARINI#




Segitiga itu membentuk di samudera hati Herwinto - Andarini - Arisetyo, tanpa masing-masing memahami bentuk sesungguhnya.

Cerpen yang ditulis dua tahun lalu, dan pernah saya posting di www.kompasiana.com/novi.ardiani




#Herwinto#

Andai Andarini tidak pernah datang ke dalam kehidupanku, mungkin malam ini dan malam-malam esok hari aku akan cukup tidur. Bukan malah menjadi malam yang sama sekali tanpa sopan santun. Tapi, Andarini terlanjur masuk ke sini, ke duniaku yang sudah nyaris sempurna. Kedatangan perempuan itu justru membuatku melihat sisi lain kesederhanaan yang sangat berbeda. Andarini mengalihkanku dari rasa akan kecukupan dan kemapanan.Ia membaurkan perasaan indah dan kesahajaan jiwa ke dalam hari-hariku. Saat berinteraksi dengannya, aku merasa sangat bodoh sekaligus pintar. Bodoh karena dengan mudah bisa terjatuh ke pangkuannya yang hangat dan intim. Pintar, karena akupun merasa membodohinya dengan segudang kharisma laki-laki yang kumiliki. Andai kukenal Andarini belasan tahun lalu….. Dan sayangnya mesin ajaib untuk memutar waktu ke belakang tak pernah dipinjamkan kepadaku. Andarini tetap menjadi bagian kehidupan nyataku saat ini, yang seperti mimpi-mimpi indah, enggan aku hindari. Perempuan sederhana itu membuat hidupku jadi sedemikian pelik. Sangat pelik, karena aku ayah tiga anak dari istri yang telah kunikahi 10 tahun silam.


#Andarini#

Andai aku bukan seorang Andarini, mungkin aku tak pernah membuat hidupnya yang sederhana jadi pelik. Ia cukup bahagia dengan istri dan anak-anaknya….tentu saja. Itu cukup bisa dilihat dari foto keluarga yang terpajang di meja kerjanya. Hidupnya sempurna. Tidak ada cela sedikitpun yang kulihat dari kehidupannya berumah tangga. Bertahun-tahun mengenalnya sebagai orang berpengaruh di kantor ini, sekalipun tidak pernah terbersit dalam benakku kami bisa menjadi dekat seperti sekarang ini. Kedekatan yang keterlaluan dekatnya dan tidak seharusnya, karena aku telah menerima pinangan Arisetyo sebelum kedekatan dengannya terjalin. Empat bulan dari sekarang, lajangku akan berakhir. Tapi, aku terlanjur merasakan bahunya yang kokoh dan kuat, dadanya yang tenang dengan degup yang teratur, menaungiku setiap kali aku membutuhkan apa yang aku definisikan sebagai “perwujudan sayang”. Pfuiihhfh……aku tahu semua ini akan berakhir menyakitkan.Tapi aku sungguh-sungguh tak sanggup menafikan.


#Arisetyo#

Andai Andarini tidak menerima pinanganku empat bulan lalu, aku tahu itu sesuatu yang wajar. Dan saat ia katakan YA, itulah keajaiban buatku. Merebut hatinya sungguh tak mudah. Hanya saja mungkin aku datang pada saat yang tepat. Kami berjodoh. Jarak ribuan kilometer yang merentang antara kami saat ini, bukan halangan untuk disatukan oleh yang disebut orang “cinta”. Oh ya?… Ia mungkin nampak sederhana dan tanpa syarat. Itu justru yang membuatnya tampak mempesona buatku. Dan aku telah memenangkan hatinya. Perduli setan dengan banyak lelaki di sekelilingnya yang pasti juga mengagumi kepribadian Andarini. Aku telah dipilihnya.


#Herwinto#

Setelah delapan kali makan siang bersama yang dihimpit rasa bersalah masing-masing dari kami, setelah enam kali diantaranya bukan makan siang biasa melainkan ditambah kedekatan fisik dan emosi, setelah itu bukan semakin sadar kami akan kesalahan yang telah kami perbuat. Tepatnya aku. Dia mungkin telah berusaha untuk menjauhiku. Tapi aku tak membiarkannya begitu. Aku menginginkannya. Nyatanya kami semakin dekat. Andarini telah menjadi magnet terkuat saat ini untukku. Katakan apakah aku benar-benar jatuh cinta padanya?…. setelah hampir tiga tahun bekerja di gedung yang sama, perusahaan yang sama, tak saling bertegur sapa selama bertahun-tahun…..saling menoleh pun tidak.
Tanyakan pada gedung pencakar langit ini kenapa bisa-bisanya tiga bulan yang lalu tiba-tiba saja aku tertarik dengan gadis 27 tahun yang sederhana dan tanpa polesan make up itu? Saat dia dengan sabar meladeni semua kebutuhan dokumen keuangan yang kubutuhkan, dari A sampai Z, meskipun aku tahu saat yang sama ia mengerjakan sejumlah tugas yang tidak sedikit dari atasannya yang sedang cuti, dalam tenggat yang sempit.Gadis itu tidak cemberut sedikitpun. Wajah sahajanya tulus dan senyumnya tidak dibuat-buat. Kerjanya cekatan. Bicaranya sopan dan lembut. Luluh lantak hatiku dibuatnya. Saat ia menyerahkan semua dokumen yang kubutuhkan ia tersenyum dan berkata,”Silakan Pak.Mohon diperiksa. Jika ada yang luput, jangan sungkan hubungi ya Pak.” Ketika mengucapkan itu, dan menatapnya dari dekat, baru kusadari gadis itu bukan tanpa polesan make up. Bibirnya disapu lipstik warna merah muda yang nyaris seperti warna asli bibirnya.Kelopak matanya dibayangi eyeshadow kecoklatan yang nyaris tak kentara. Riasan tipis itu membuatnya nampak segar, walau awalnya kukira ia tidak memoles wajah. Ahaaa…. apa pentingnya semua itu buatku?… Entahlah, aku tidak paham betul. Aku hanya paham satu hal, aku terpikat Andarini.


#Andarini#

Sejak mengenalnya dari dekat tiga bulan yang lalu, aku baru menyadari bahwa aku terpikat padanya. Laki-laki itu tampak sangat dewasa dan matang. Tentunya….. Dia 11 tahun lebih tua dari usiaku. Telah beristri, beranak tiga. Dia tahu bagaimana membuat perempuan merasa nyaman. Tiga tahun bersama-sama di perusahaan yang sama, namun pada kasta yang berbeda membuatku hampir tidak pernah berani menoleh kepadanya. Aku tak pernah berhubungan langsung dengannya, kecuali saat itu….tiga bulan yang lalu ketika ia datang sendiri ke kubikku saat jam sibuk. Pastinya sangat penting….sampai ia mau duduk di sampingku nyaris satu jam untuk menungguku mengumpulkan semua dokumen keuangan yang dibutuhkannya, dengan seizin atasan langsungku yang kebetulan sedang cuti melahirkan. Aku melihatnya dari dekat, setelah selama ini aku tak pernah berani menoleh. Pun ketika setiap pagi ia turun dari mobil yang diparkirnya di halaman parkir kantor.Sementara aku didrop Mang Pupun tukang ojek langgananku dari rumah kontrakan yang hanya 2 km dari kantor. Tepat di depan hidungnya. Kami tidak pernah saling bertegur sapa. Kelas kami berbeda beberapa tingkat. Tapi sejak kedatangannya ke kubikku tiga bulan lalu, perbedaan kasta, kelas, atau apapun itu namanya ….tidak ada lagi. Lebur sudah. Siang itu aku bersedia menyebutkan nomor telepon genggamku untuknya. Dan sepekan berikutnya aku sudah berani menerima ajakan makan siang bersama. Jangan katakan berani, aku selalu dihantui rasa takut….tapi aku tak sanggup untuk berpaling dari pesonanya.


#Arisetyo#

Aku tidak suka melihat gadisku menangis. Kami hanya bertemu sekali sebulan. Kenapa aku harus melihatnya dengan air mata berurai?… Andai Andarini tahu betapa sulitnya berjauhan dengan seseorang yang akan menjadi istriku empat bulan ke depan. Ya dia tahu. Dia sangat tahu.


#Herwinto#

Aku tahu Andarini akan menikah sejak makan siang pertama kami. Bahkan itu tak membuatku mundur untuk terus mendekatinya. Satu kali bercakap-cakap dengannya saat makan siang, sudah cukup membuatku semakin dalam terpikat gadis sahaja itu. Gadis pintar yang sederhana. Lembut dan menyenangkan. Smart. Ia memukau. Gerak geriknya yang nyaris tanpa gamang, sangat cekatan dan rapi. Di tengah tekanan beban pekerjaan yang membuat kepalaku berat, Andarini membuat hidupku jadi ringan dan melayang. Ia tak menolak setiap kali kuajak makan siang. Ia tak nampak terlalu senang atau mengharap, tapi kurasakan ia pun menikmati saat-saat bersamaku. Aku tahu itu. Walau ia selalu dengan sopan menggeser duduknya setiap kali aku bergerak lebih mendekat, itu hanya untuk dua kali pertemuan saja. Selanjutnya, aku tahu ia membutuhkan figurku. Aku tahu dan merasakannya. Sekaligus aku merasakan pertentangan bathinnya untuk menjauh dariku.


#Andarini#

Tuhan, ampuni aku. Aku sudah terlalu dekat dengannya. Aku telah melakukan banyak hal menyenangkan dengannya dalam hitungan bulan. Menyenangkan?…. walaupun saat aku tak menolak rebah di dadanya, sempat terbayang wajah istri dan anak-anaknya seperti yang sering kulihat di foto keluarga di atas meja kerjanya. Saat nafas kami mebaur karena terlalu dekat, bayangan Arisetyo hadir belakangan. Membuatku tidak mampu menahan air mata yang berlinangan. Tuhan, aku perempuan yang tidak setia…. pun ketika perikatan itu belum sepenuhnya kujalani. Aku ingin menghindari semua ini…..tetapi kenapa aku selalu mengangguk dan berkata “YA” untuk semua ajakannya?…. Herwinto adalah kehangatan yang enggan kutinggalkan bahkan ketika hati ini tak lagi membeku. Andai aku tak pernah mengenalnya….. atau….andai aku mengenalnya pada waktu yang tepat…… Ini salah… dan kesalahan ini semakin membebani pikiranku. Hari demi hari berlalu. Aku semakin tak bisa keluar dari dekapannya yang hangat dan memabukkan. Dua bulan lagi, aku akan menjadi istri Arisetyo. Arisetyo yang tidak pernah sekalipun menyentuh tubuhku. Aku penat dan tak tau harus bagaimana.


#Arisetyo#

Aku tidak mengetahui alasan pasti kenapa Andarini ngotot akan resign dari kantor tempatnya bekerja. Sejauh ini, aku sama sekali tidak pernah meminta agar dia tinggal di rumah saja setelah menikah…. Sebab tahun depan masa tugasku di Makassar akan berakhir dan aku akan kembali ke kantor pusat di Jakarta. Aku tak keberatan Andarini tetap bekerja setelah kami menikah. Dia tau itu. Tetapi, kalaupun dia tak ingin bekerja, aku pun tak kan melarang. Andarini tetap pada keputusannya untuk resign dari kantornya mulai bulan depan, sebulan sebelum pernikahan kami. Tentu saja aku merasa semakin bersemangat karena setelah menikah gadisku akan mendampingiku di Makassar.


#Herwinto#

Aku laki-laki dewasa yang kuat dan punya kekuasaan, harus lunglai karena seorang gadis bernama Andarini. Ia menghilang. Kemana dia pergi?… Tidak sebuah pesanpun ia tinggalkan. Andarini pergi begitu saja. Jejaknya lenyap ditelan kebingunganku. Rahasia rapat hubungan kedekatan kami berdua yang tak ingin terendus oleh seisi kantor, membuatku menahan diri untuk bertanya dan bertanya. Sampai akhirnya aku sadar aku tak pantas mencari gadis itu. Sejak awal ia berusaha menjauh, aku yang membuatnya ragu melakukannya. Aku yang menariknya mendekat. Kalau sekarang dia menghilang, pastilah dia melakukannya dengan akal sehat. Akulah yang kehilangan logika. Aku terduduk lunglai, anganku mencecapi bibir merekahnya dalam mimpi….


#Andarini#

Pesawat terbang ini akan membawa mimpiku terbang tinggi dan jadi kenyataan.Penerbangan ke Makassar bersama laki-laki yang telah menjadi suamiku – Arisetyo, terasa melambungkan semua harapanku yang nyaris pupus. Aku yakin hanya butuh keberanian untuk keluar dari perselingkuhan yang semanis apapun akan berakhir menyakitkan….. Aku percaya waktu yang akan membuatku melupakan degup teratur dari jantungnya yang pernah sangat dekat. Aku berhak memilih kehidupan yang layak untukku…..lepas dari apa yang disebut cinta atau nafsu.


#Arisetyo#

Tuhan, ijinkan aku menjadi satu-satunya tempat Andarini merebahkan segala gundah….segala rasa….. Kumohon berikan aku kesempatan untuk menjadi ksatria di hatinya, di hidupnya, mulai saat ini sampai Engkau pisahkan kami oleh maut.


#Herwinto#

Andai Andarini pergi lebih cepat atau lebih lambat, semua akan sama terasa sakitnya……….


Depok, 5 Juni 2013





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Profesionalisme Terintegrasi Seorang Ibu: Ini Versi Saya

Profesional bukan cuma buat jenis-jenis pekerjaan di ranah publik. Menjadi ibu yang berkiprah di ranah domestik maupun di ranah pu...