Kamis, 04 Juni 2015

Manajemen ASI Ibu Bekerja dan Dukungan Ayah : Tinjauan dari Sudut Pandang Psikis



 Anda ibu bekerja yang meninggalkan bayi lebih dari 12 jam setiap hari? Nyaris putus asa dan hampir memutuskan untuk berhenti memberikan ASI eksklusif pada bayi?.. Tunggu dulu.  Bekerja, dan meninggalkan bayi selama jam kerja kantoran, bukan alasan bagi ibu untuk berhenti menyusui.  Walau memilih untuk bekerja, ibu tetap berkewajiban menyusui bayinya hingga 2 tahun atau lebih.  Manajemen ASI yang tepat dan kedisiplinan ibu adalah jawaban untuk sukses dalam breastfeeding activity ibu bekerja. 

Pertama, Ibu harus sepakat dengan prinsip bahwa manajemen ASI harus dilandasi oleh motivasi dan tekad yang kuat untuk memberikan yang terbaik bagi buah hati ibu.  WHO dan UNICEF merekomendasikan agar bayi hanya diberi ASI selama 6 bulan dan dilanjutkan disusui hingga 2 tahun disertai makanan pendamping ASI.  Ajaran Islam menyuruh muslimah untuk menyusui bayi mereka selama dua tahun atau lebih. Dalam konteks ini jelas terkandung nilai ibadah dalam breastfeeding activity seorang ibu yang juga bekerja untuk membantu suami dalam menghidupi keluarga.  Namun, dalam menjalaninya seringkali tidaklah mudah. Tidak mudah bukan berarti tidak bisa.  Ibu akan menghadapi tantangan yang sebetulnya semakin menguji eksistensi dan predikat Ibu dalam arti yang sesungguhnya.

Selain motivasi yang kuat dari dalam diri, Ibu butuh pengetahuan yang cukup dan dukungan dari pasangan dan lingkungan.  Pengetahuan yang cukup tentang manajemen ASI sebaiknya mulai dipelajari ibu sejak mengandung, sejak sang calon ibu memutuskan untuk tetap bekerja setelah melahirkan.  Euphoria Ibu menyambut kehadiran buah hati kadang mengesampingkan pentingnya pengetahuan tentang manajemen ASI.  Memasuki trimester akhir kandungan, ibu kadang lebih sibuk berbelanja materi persiapan melahirkan ketimbang mempersiapkan fungsi-fungsi organ breastfeeding dan mental menyusui bayi.  Inilah yang sering luput. 

Marilah kita mulai untuk sepakat bahwa manajemen ASI itu wajib dipelajari Ibu sejak mengandung.  Manajemen ASI adalah cara cara bagaimana pengaturan untuk memudahkan Ibu terutama Ibu bekerja dalam menyusui, memerah, menyimpan, dan memberikan ASI perah (ASIP) dengan cinta kepada bayi.  Di dalamnya terkandung hal-hal yang sifatnya biologis dan psikologis.  Secara biologis, setiap ibu yang melahirkan sudah ditakdirkan organ reproduksinya siap untuk proses reproduksi, begitu pula organ-organ breastfeedingnya.  Namun, faktor psikologis seringkali menurut pengamatan saya, seolah meniadakan kesiapan breastfeeding itu.  Masih ada ibu yang tidak percaya diri bahwa dirinya mampu menyusui, sampai yang berpikir bahwa air susunya tidak akan mencukupi kebutuhan bayi.  Ditambah lagi, jika tidak ada dukungan dari pasangan dan lingkungan, semakin rendahlah motivasi ibu untuk menyusui hingga 2 tahun.  Dan yang lebih menyedihkan adalah ketika “bekerja di kantor” dijadikan alasan ibu untuk berhenti menyusui lebih awal.



Saya, adalah yang termasuk berpikir seperti itu.  Pada awalnya.  Rasanya tidak sanggup harus berangkat ke kantor di pagi buta dengan “gembolan” perabotan memerah, naik kereta yang selalu penuh dari Depok ke Jakarta, memerah ASI dua hingga tiga jam sekali pada jam kerja sembari dibuntuti deadline pekerjaan, hingga masih sulitnya mendapat tempat yang nyaman untuk memerah ASI di tempat kerja pada saat itu. Tapi itu hanya pada awalnya.  Dari situ sebenarnya akhirnya saya belajar manajemen ASI. Pencapaian ASI ekslusif 6 bulan, satu tahun dan hingga dua tahun pun bisa diraih.  Saya mencatat beberapa poin yang penting untuk dilakukan dalam manajemen ASI, berdasarkan waktu.  Dan di setiap periode waktu, mutlak dibutuhkan dukungan pasangan (ayah) serta lingkungan (tenaga kesehatan, keluarga, asisten/ibu penggangti/pengasuh bayi, atasan, dan pemerintah/negara).

Berikut saya ulas masing-masing periode dengan konsekuensi psikis di tiap fasenya, dan bagaimana ayah berperan untuk mendukung ibu menyusui yang tetap bekerja.

1.      Trimester ketiga masa kehamilan

Pada masa ini, adalah saat yang tepat bagi ibu untuk mempelajari secara teoretis tentang bagaimana proses produksi ASI dalam payudara, faktor-faktor yang mendorong dan menghambatnya, tata laksana menyusui, Inisiasi Menyusu Dini (IMD), cara menyusui bayi, cara memerah ASI dengan tangan dan pompa, cara menyimpan ASI perah, cara memberikan ASI perah kepada bayi, hubungan ibu-bayi dalam laktasi, komposisi ASI dan bagaimana ASI berperan dalam tumbuh kembang bayi.  Ibu dapat mulai menyiapkan kebutuhan breastfeeding seperti pompa yang cocok, botol penyimpan ASI perah, ice gel, ice bag, dan pernak perniknya.  Saat ini, banyak produsen menyediakan perlengkapan breasfeeding mulai dari yang praktis, girly, dan lucu tanpa mengurangi nilai fungsinya.  Ini akan membuat ibu semangat dalam melakukan kegiatan breastfeeding.

Peran ayah dalam fase ini adalah ikut membaca dan mengetahui apa yang dipelajari ibu tentang laktasi (menyusui).  Walau tak harus paham semua, setidaknya ayah memberikan dukungan dengan mengkondisikan ibu agar semangat dalam menghadapi masa menyusui kelak.  Saat ibu memutuskan untuk tetap bekerja setelah melahirkan, itu adalah keputusan bersama ibu dan ayah yang konsekuensinya juga sudah dipahami bersama. 


2.      Due date hingga usai cuti maternal

Setelah bayi lahir dari rahim Ibu, alamiahnya setiap Ibu siap menyusui bayi.  IMD yang tepat selama minimal satu jam akan membuat bayi secara natural menyusu dengan wajar kepada ibunya.  Setelah itu, sesegera mungkin susui bayi.  Bagi ibu yang melahirkan melalui sectio, dapat mulai menyususi sambil berbaring.  Jangan kuatir apabila air susu belum keluar atau hanya keluar sedikit.  “Sedikit” itu adalah persepsi kita.  Secara natural, air susu yang keluar adalah sesuai dengan kebutuhan bayi pada saat itu.  Tetap dekatkan bayi ke dada Ibu untuk memberinya kenyamanan bunyi detak jantung.  Pilih rumah sakit ataupun bidan yang pro ASI dan IMD, dan rawat gabung untuk mendekatkan ibu dengan bayi secara fisik dan psikologis.  Kedekatan itu akan menumbuhkan rasa cinta ibu kepada bayi.  Perasaan bahagia ibu akan mengaktifkan hormon oksitosin yang berperan dalam produksi ASI. 

Pengalaman saya, hingga hari ketiga setelah bayi lahir, ASI baru mulai keluar dengan lancar, setelah perawat dengan sabar mengajari cara massage payudara dengan washlap yang dibasahi air hangat.  ASI yang keluar pun menurut pendapat saya “sedikit”.  Tapi birakan saja.  Tetap susui bayi dua jam sekali, atau sesuka bayi.  Jangan kuatir kalau bayi belum mau menyusu dalam tiga hari awal kehidupannya.  Sebab, cadangan makanan dalam tubuh bayi memang telah diatur sedemikian rupa oleh Sang Khalik hingga dia tidak akan kelaparan dalam 3 kali 24 jam.  Pengalaman saya, setelah bayi mengeluarkan meconium (buang air besar yang pertama pada bayi baru lahir), setelah itu ia mulai mau menyusu dengan makin intens.  Naluri ibu akan menggerakkan dan memahami kapan bayi mau menyusu, kapan ia hanya sekedar ingin mencari kenyamana di dada ibunya. 

Pada masa ini, adalah masa yang sangat krusial untuk keberhasilan menyusui.  Ibu harus percaya diri bahwa ia mampu menyusui bayinya.  Cukup makan makanan bergizi dan berpikir positif sangat besar maknanya.  Saat menyusui, ibu perlu memperhatikan perlekatan yang benar antara mulut bayi dengan areola payudara ibu agar ASI yang diisap maksimal dimanfaatkan bagi pertumbuhan bayi.  Posisi menyusui yang benar juga sangat mempengaruhi keberhasilan awal menyusui. 

Pada fase ini, ibu dapat mulai menabung memerah ASI untuk disimpan dalam freezer dan digunakan sebagai stok ketika nanti kembali bekerja di kantor.  Saya sendiri baru mulai menabung ASI perah tiga minggu sebelum kembali bekerja. Sempat tidak percaya diri karena beberapa teman kantor yang secara ekonomi lebih beruntung, sudah mulai menabung ASI perah sejak dua bulan sebelum usai cuti dan membeli freezer khusus berkapasitas besar untuk menyimpan ASIP.  Tapi dengan niat kuat dan tetap berpikir positif bahwa saya bisa dan ASI saya cukup untuk bayi saya, maka akhirnya di hari pertama masuk kantor saya cukup berbahagia melihat freezer lemari es sudah penuh sesak dengan ASIP dalam plastik kemas maupun botol. 

Sebulan setelah melahirkan, saya baru mulai belajar memerah dengan tangan (MERMET).  Menurut saya, setiap ibu menyusui wajib bisa memerah dengan tangan, in case suatu waktu pompa tertinggal atau rusak.  Kita tetap dapat memerah ASI dengan maksimal, tidak melulu bergantung pada alat.

Peran ayah dalam fase ini adalah memberikan dukungan kepada ibu untuk fokus kepada bayi, dan tidak membebani dengan tuntutan perhatian yang berlebihan.  Sekali waktu menggendong bayi atau mengganti popok saat ibu harus memerah atau beristirahat  adalah bentuk dukungan dalam wujud yang lain.  Kelihatannya sepele, tapi sangat berarti bagi ibu, apalagi ibu dengan kondisi baby blues (emosi sedih dan lelah berkepanjangaan pasca melahirkan).


3.      Usia bayi 3 sd 6 bulan

Pada fase ini, ibu mungkin mengalami perasaan sedih yang agak berlebihan karena mulai harus terpisah dengan bayi selama jam kerja.  Sementara kedekatan dengan bayi telah terjalin erat selama cuti maternal.  Ibu dengan penuh kesadaran harus mampu mengelola perasaan dan stress agar tetap terkendali.  Perlu ibu pahami bahwa produksi ASI sangat ditentukan oleh hormon prolaktin, oksitosin, dan inhibitor. 

Hormon prolaktin berkaitan dengan suplai demand ASI dan tidak dapat dimanipulasi.  Setiap payudara dikosongkan dari ASI  dengan menyusui atau memerahnya, saat itu pulalah otak akan memerintahkan payudara untuk memproduksi ASI sejumlah yang dikosongkan dengan penerjemahan bahwa jumlah yang dibutuhkan itu adalah sejumlah yang telah dikeluarkan.  Karena itu, semakin sering ASI diperah atau disusukan kepada bayi, akan semakin kontinyu produksinya sesuai dengan yang dibutuhkan.  Itu sebabnya ibu tidak perlu kuatir ASI tidak cukup.  Ibu hanya perlu percaya diri, selama payudara dikosongkan secara teratur (menyusui dan memerah secara teratur dua sampai tiga jam sekali), selama itu pula keberlangsungan produksi ASI akan terjaga. 



Hormon oksitosin berkaitan dengan kondisi psikologis ibu menyusui.  Jika ibu dalam kondisi bahagia, nyaman, dan senang, maka produksi hormon ini akan meningkat yang akan berdampak pada kelancaran pengeluaran ASI.  Ini dapat dimanipulasi. Ibu dapat mengkondisikan dirinya untuk bahagia atau sedih, itu pilihan. 

Hormon inhibitor adalah penghambat yang akan menyebabkan ASI justru tidak keluar (mampet).  Hormon ini justru keluar apabila ASI tidak dikeluarkan oleh ibu menyusui. Sebenarnya, dengan disiplin pumping (memerah ASI dan waktu2 menyusui), hormon ini tidak akan bekerja.  Prinsipnya adalah semakin sering dikeluarkan, ASI semakin lancar.  Semakin jarang atau tidak dikeluarkan, ASI akan semakin terhambat produksinya hingga akhirnya kita berpikir bahwa kita tidak mampu menyusui atau memerah.  Padahal kita yang tidak sadar bahwa manajemen kita yang salah.

Peran ayah di fase ini, adalah menjaga emosi ibu dan tidak membuat ibu menjadi sedih atau merasa bersalah berkepanjangan.  Setelah tiga bulan, masa nifas telah berakhir, dan kehidupan seks pasangan mungkin mulai aktif.  Namun, kelelahan ibu bekerja yang menyusui mungkin membuat ibu akan menurun gairah seksualnya.  Pasangan perlu memberikan dukungan, bukan malah menyalahkan kondisi yang akan membuat ibu semakin sedih atau merasa bersalah.  Ayah sudah seharusnya berbicara dengan nada dan kata-kata yang positif sebab ASI eksklusif sampai 6 bulan biasanya mengalami godaaan pikiran bahwa ASI tidak cukup dan kuatir bayi kelaparan. 

Dukungan dari ibu pengganti yang merawat bayi di rumah juga sangat penting.  Ibu wajib menyamakan persepsinya dengan ibu pengganti agar tujuan pemberian ASI ekslusif 6 bulan bisa tercapai dengan lancar.  Segera susui bayi setelah sampai di rumah, dan jangan tunda waktu memerah.  Ajari ibu pengganti menyimpan dan memberikan ASIP steril dengan baik. Jangan gampang stress, berdamailah dengan kenyataan.


4.      Usia bayi 6 sd 12 bulan

Biasanya, jika ASI eksklusif 6 bulan sudah berhasil, ada rasa bahagia yang tidak terhingga sehingga akan memotivasi ibu bekerja untuk terus berjuang hingga bayi berusia 1 tahun.  Pada usia 6 bulan, bayi sudah boleh mulai diberikan makana pendamping ASI sehingga frekuensi menyusui mungkin akan sedikit berubah.  Pada masa ini, bayi mulai merangkak, tumbuh gigi, belajar merambat dan mengeluarkan suara-suara yang menyenangkan. 



Saya merasakan, pada fase inilah breastfeeding terasa sangat menyenangkan karena ritme menyusui dan memrah sudah terkendali dengan baik.  Rsanya, kita sudah dapat mengendalikan banyak hal dalam diri dan di luar diri kita berdasarkan pengalaman pada bulan-bulan sebelumnya.  Peran ayah pada fase ini adalah tetap mengingatkan ibu untuk mengontrol emosi dan memfokuskan diri pada hal-hal yang positif.


5.      Usia bayi 12 hingga 24 bulan

Pada fase ini, frekuensi memerah sudah jauh berkurang dari saat bayi masih di bawah satu tahun.  Tidak perlu kuatir, ini sesuai dengan kebutuhan bayi. Jika sebelum satahun bayi bisa menghabiskan hingga 800 cc ASI setiap harinya, makan dia ats usia setahun bayi sudah cukup dengan dua gelas (sekitar 500 cc) ASI seharinya.  Dengan catatan, makanan pendamping ASI adalah makanan bergizi yang sesuai dengan kebutuhan bayi. 

Sayangnya, banyak ibu bekerja yang memilih berhenti menyusui di fase ini karena gigitan bayi.  Sebenarnya ini tidak perlu terjadi, karena bayi menggigit adalah ekspresi yang dapat dipelajari dan dikendalikan dengan cinta kasih. 

Pada fase ini, dukungan ayah dalam bentuk kesabaran menghadapi pasangan dan bayi mutlak diperlukan.  Jika suatu saat ibu merasa berputus asa karena bayi selalu menggigit saat menyusu, ayah perlu memberikan pendampingan untuk mengatasinya.  Bersama-sama memberikan perhatian kepada bayi, tidak menyusui sambil mainan gadget, dan hal-hal lain yang sifatnya “memberikan perhatian penuh” dapat didiskusikan bersama.   


         Yang tidak boleh dilupakan ibu dalam manajemen ASI juga adalah bahwa menyusui bayi bukan sekedar memberikan susu kepada mereka, tetapi menyalurkan energi positif dan cinta kasih kepada sang buah hati.  Manajemen ASI tidak terpisahkan dari manajemen waktu dan stress ibu, karena kesemuanya adalah saling terkait.  Sekali ibu malas dan melewatkan jadwal memerah, akan berpengaruh pada kontinuitas produksi ASI.  Sekali ibu membiarkan stress tidak terkendali, seterusnya kerja hormon inhibitor akan lebih dominan sehingga ASI “mampet”. Stress tidak bisa dihindari, namun dikendalikan. Kesadaran Ibu penting sekali, bahwa hakikatnya di tangan ibulah manajemen itu harus dilakukan.  Ayah yang siap mendukung, adalah roda bagi keberlangsungan dan kesusksesannya.

Jangan mudah menyerah Ibu bekerja,…. Kini ratusan bahkan mungkin ribuan ibu bekerja dengan beragam profesi di Indonesia mampu memberikan ASI eksklusif 6 bulan dan menyusui hingga 2 tahun bahkan lebih.  Pemerintah RI juga telah memberikan dukungan lewat peraturan perundangan yang melindungi hak-hak ibu menyusui di tempat kerjanya.  UU No 49 /1999 tentang HAM (pasal 49 ayat 2), UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan (pasal 83), Keputusan Menteri Kesahatan No 450/2004, Surat Keputusan Bersama tiga Menteri ( Menteri Pemberdayaan Perempuan, Menakertrans, dan Menkes) tahun 2008,  UU No 36/2009 tentang Kesehatan (pasal 128 ayat 1, pasal 129 ayat 2, pasal 200) dan Peraturan Pemerintah No 33/2012 tentang ASI Eksklusif (pasal 30 ayat 1, pasal 30 ayat 3, pasal 34 dan 35). 

Serentetan peraturan tersebut secara jelas menunjukkan keberpihakan pemerintah Indonesia untuk mendukung ibu menyusui yang kebetulan bekerja di luar rumah.  Namun, masalah impelemtasinya memang belum seperti yang diharapkan, dan terkadang membuat manajemen ASI para ibu bekerja terhambat.  Saya masih menjadi saksi beberapa staf yang harus memerah ASI di toilet atau di kolong meja kantor, di gudang arsip, di ruang rapat yang sewaktu-waktu diketuk karena akan digunakan, di musholla yang tidak tersekat sempurna dengan lawan jenis.  Sampai akhirnya ruang laktasi berhasil diwujudkan, itu adalah perjuangan yang panjang. 



Aral hanya akan menjadi aral, tetapi semangat dan ikhtiar yang tidak berhenti akan mengusir aral itu.  Keberhasilan manajemen ASI ibu bekerja bukan soal sehari dua hari acara pumping.  Ini adalah perjuangan panjang dengan tujuan besar yang paling mulia, untuk generasi yang sehat.  Menurut saya, tujuan besar itu layak mengorbankan apapun dari para ibunya. Dan saat ibu berkorban apapun, selama ada dukungan ayah di sampingnya, semua pengorbanan yang bernilai ibadah itu akan terasa lengkap sebagai upaya menunaikan kewajiban sebagai orang tua yang bertanggung jawab. Sukses menyusui hingga 2 tahun lebih adalah sebuah pencapaian terbaik bagi setiap ibu bekerja. Selamat berjuang ibu bekerja!.....



#tulisan ini khusus kupersembahkan untuk suamiku tercinta Erwan Julianto atas dukungan yang diberikan selama masa menyusui.  Disarikan dari pengalaman pribadi dan bahan-bahan yang dipelajari penulis dari Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Goes to Office.   Juga ditulis di www.kompasiana.com/novi.ardiani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Profesionalisme Terintegrasi Seorang Ibu: Ini Versi Saya

Profesional bukan cuma buat jenis-jenis pekerjaan di ranah publik. Menjadi ibu yang berkiprah di ranah domestik maupun di ranah pu...