Pertama,
Ibu harus sepakat dengan prinsip bahwa manajemen ASI harus dilandasi oleh
motivasi dan tekad yang kuat untuk memberikan yang terbaik bagi buah hati
ibu. WHO dan UNICEF merekomendasikan
agar bayi hanya diberi ASI selama 6 bulan dan dilanjutkan disusui hingga 2
tahun disertai makanan pendamping ASI.
Ajaran Islam menyuruh muslimah untuk menyusui bayi mereka selama dua
tahun atau lebih. Dalam konteks ini jelas terkandung nilai ibadah dalam breastfeeding activity seorang ibu yang
juga bekerja untuk membantu suami dalam menghidupi keluarga. Namun, dalam menjalaninya seringkali tidaklah
mudah. Tidak mudah bukan berarti tidak bisa.
Ibu akan menghadapi tantangan yang sebetulnya semakin menguji eksistensi
dan predikat Ibu dalam arti yang sesungguhnya.
Selain
motivasi yang kuat dari dalam diri, Ibu butuh pengetahuan yang cukup dan dukungan
dari pasangan dan lingkungan.
Pengetahuan yang cukup tentang manajemen ASI sebaiknya mulai dipelajari
ibu sejak mengandung, sejak sang calon ibu memutuskan untuk tetap bekerja
setelah melahirkan. Euphoria Ibu
menyambut kehadiran buah hati kadang mengesampingkan pentingnya pengetahuan
tentang manajemen ASI. Memasuki
trimester akhir kandungan, ibu kadang lebih sibuk berbelanja materi persiapan
melahirkan ketimbang mempersiapkan fungsi-fungsi organ breastfeeding dan mental menyusui bayi. Inilah yang sering luput.
Marilah
kita mulai untuk sepakat bahwa manajemen ASI itu wajib dipelajari Ibu sejak
mengandung. Manajemen ASI adalah cara
cara bagaimana pengaturan untuk memudahkan Ibu terutama Ibu bekerja dalam
menyusui, memerah, menyimpan, dan memberikan ASI perah (ASIP) dengan cinta kepada
bayi. Di dalamnya terkandung hal-hal
yang sifatnya biologis dan psikologis.
Secara biologis, setiap ibu yang melahirkan sudah ditakdirkan organ
reproduksinya siap untuk proses reproduksi, begitu pula organ-organ breastfeedingnya. Namun, faktor psikologis seringkali menurut
pengamatan saya, seolah meniadakan kesiapan breastfeeding
itu. Masih ada ibu yang tidak percaya
diri bahwa dirinya mampu menyusui, sampai yang berpikir bahwa air susunya tidak
akan mencukupi kebutuhan bayi. Ditambah
lagi, jika tidak ada dukungan dari pasangan dan lingkungan, semakin rendahlah
motivasi ibu untuk menyusui hingga 2 tahun.
Dan yang lebih menyedihkan adalah ketika “bekerja di kantor” dijadikan
alasan ibu untuk berhenti menyusui lebih awal.
Saya,
adalah yang termasuk berpikir seperti itu.
Pada awalnya. Rasanya tidak
sanggup harus berangkat ke kantor di pagi buta dengan “gembolan” perabotan
memerah, naik kereta yang selalu penuh dari Depok ke Jakarta, memerah ASI dua
hingga tiga jam sekali pada jam kerja sembari dibuntuti deadline pekerjaan, hingga masih sulitnya mendapat tempat yang
nyaman untuk memerah ASI di tempat kerja pada saat itu. Tapi itu hanya pada
awalnya. Dari situ sebenarnya akhirnya
saya belajar manajemen ASI. Pencapaian ASI ekslusif 6 bulan, satu tahun dan
hingga dua tahun pun bisa diraih. Saya
mencatat beberapa poin yang penting untuk dilakukan dalam manajemen ASI,
berdasarkan waktu. Dan di setiap periode
waktu, mutlak dibutuhkan dukungan pasangan (ayah) serta lingkungan (tenaga
kesehatan, keluarga, asisten/ibu penggangti/pengasuh bayi, atasan, dan
pemerintah/negara).
Berikut
saya ulas masing-masing periode dengan konsekuensi psikis di tiap fasenya, dan
bagaimana ayah berperan untuk mendukung ibu menyusui yang tetap bekerja.
1. Trimester
ketiga masa kehamilan
Pada
masa ini, adalah saat yang tepat bagi ibu untuk mempelajari secara teoretis
tentang bagaimana proses produksi ASI dalam payudara, faktor-faktor yang
mendorong dan menghambatnya, tata laksana menyusui, Inisiasi Menyusu Dini
(IMD), cara menyusui bayi, cara memerah ASI dengan tangan dan pompa, cara
menyimpan ASI perah, cara memberikan ASI perah kepada bayi, hubungan ibu-bayi
dalam laktasi, komposisi ASI dan bagaimana ASI berperan dalam tumbuh kembang
bayi. Ibu dapat mulai menyiapkan
kebutuhan breastfeeding seperti pompa
yang cocok, botol penyimpan ASI perah, ice
gel, ice bag, dan pernak
perniknya. Saat ini, banyak produsen
menyediakan perlengkapan breasfeeding
mulai dari yang praktis, girly, dan
lucu tanpa mengurangi nilai fungsinya.
Ini akan membuat ibu semangat dalam melakukan kegiatan breastfeeding.
Peran
ayah dalam fase ini adalah ikut membaca dan mengetahui apa yang dipelajari ibu
tentang laktasi (menyusui). Walau tak
harus paham semua, setidaknya ayah memberikan dukungan dengan mengkondisikan
ibu agar semangat dalam menghadapi masa menyusui kelak. Saat ibu memutuskan untuk tetap bekerja
setelah melahirkan, itu adalah keputusan bersama ibu dan ayah yang
konsekuensinya juga sudah dipahami bersama.
2. Due date
hingga usai cuti maternal
Setelah
bayi lahir dari rahim Ibu, alamiahnya setiap Ibu siap menyusui bayi. IMD yang tepat selama minimal satu jam akan
membuat bayi secara natural menyusu dengan wajar kepada ibunya. Setelah itu, sesegera mungkin susui
bayi. Bagi ibu yang melahirkan melalui sectio, dapat mulai menyususi sambil
berbaring. Jangan kuatir apabila air
susu belum keluar atau hanya keluar sedikit.
“Sedikit” itu adalah persepsi kita.
Secara natural, air susu yang keluar adalah sesuai dengan kebutuhan bayi
pada saat itu. Tetap dekatkan bayi ke
dada Ibu untuk memberinya kenyamanan bunyi detak jantung. Pilih rumah sakit ataupun bidan yang pro ASI
dan IMD, dan rawat gabung untuk mendekatkan ibu dengan bayi secara fisik dan
psikologis. Kedekatan itu akan
menumbuhkan rasa cinta ibu kepada bayi.
Perasaan bahagia ibu akan mengaktifkan hormon oksitosin yang berperan
dalam produksi ASI.
Pengalaman
saya, hingga hari ketiga setelah bayi lahir, ASI baru mulai keluar dengan
lancar, setelah perawat dengan sabar mengajari cara massage payudara dengan washlap yang dibasahi air hangat. ASI yang keluar pun menurut pendapat saya
“sedikit”. Tapi birakan saja. Tetap susui bayi dua jam sekali, atau sesuka
bayi. Jangan kuatir kalau bayi belum mau
menyusu dalam tiga hari awal kehidupannya. Sebab, cadangan makanan dalam tubuh bayi
memang telah diatur sedemikian rupa oleh Sang Khalik hingga dia tidak akan
kelaparan dalam 3 kali 24 jam.
Pengalaman saya, setelah bayi mengeluarkan meconium (buang air besar
yang pertama pada bayi baru lahir), setelah itu ia mulai mau menyusu dengan
makin intens. Naluri ibu akan
menggerakkan dan memahami kapan bayi mau menyusu, kapan ia hanya sekedar ingin
mencari kenyamana di dada ibunya.
Pada
masa ini, adalah masa yang sangat krusial untuk keberhasilan menyusui. Ibu harus percaya diri bahwa ia mampu
menyusui bayinya. Cukup makan makanan
bergizi dan berpikir positif sangat besar maknanya. Saat menyusui, ibu perlu memperhatikan
perlekatan yang benar antara mulut bayi dengan areola payudara ibu agar ASI yang
diisap maksimal dimanfaatkan bagi pertumbuhan bayi. Posisi menyusui yang benar juga sangat
mempengaruhi keberhasilan awal menyusui.
Pada
fase ini, ibu dapat mulai menabung memerah ASI untuk disimpan dalam freezer dan digunakan sebagai stok
ketika nanti kembali bekerja di kantor. Saya
sendiri baru mulai menabung ASI perah tiga minggu sebelum kembali bekerja.
Sempat tidak percaya diri karena beberapa teman kantor yang secara ekonomi
lebih beruntung, sudah mulai menabung ASI perah sejak dua bulan sebelum usai cuti
dan membeli freezer khusus
berkapasitas besar untuk menyimpan ASIP.
Tapi dengan niat kuat dan tetap berpikir positif bahwa saya bisa dan ASI
saya cukup untuk bayi saya, maka akhirnya di hari pertama masuk kantor saya
cukup berbahagia melihat freezer lemari
es sudah penuh sesak dengan ASIP dalam plastik kemas maupun botol.
Sebulan
setelah melahirkan, saya baru mulai belajar memerah dengan tangan
(MERMET). Menurut saya, setiap ibu
menyusui wajib bisa memerah dengan tangan, in
case suatu waktu pompa tertinggal atau rusak. Kita tetap dapat memerah ASI dengan maksimal,
tidak melulu bergantung pada alat.
Peran
ayah dalam fase ini adalah memberikan dukungan kepada ibu untuk fokus kepada
bayi, dan tidak membebani dengan tuntutan perhatian yang berlebihan. Sekali waktu menggendong bayi atau mengganti
popok saat ibu harus memerah atau beristirahat adalah bentuk dukungan dalam wujud yang
lain. Kelihatannya sepele, tapi sangat
berarti bagi ibu, apalagi ibu dengan kondisi baby blues (emosi sedih dan lelah berkepanjangaan pasca
melahirkan).
3. Usia
bayi 3 sd 6 bulan
Pada
fase ini, ibu mungkin mengalami perasaan sedih yang agak berlebihan karena
mulai harus terpisah dengan bayi selama jam kerja. Sementara kedekatan dengan bayi telah
terjalin erat selama cuti maternal. Ibu
dengan penuh kesadaran harus mampu mengelola perasaan dan stress agar tetap terkendali.
Perlu ibu pahami bahwa produksi ASI sangat ditentukan oleh hormon
prolaktin, oksitosin, dan inhibitor.
Hormon
prolaktin berkaitan dengan suplai demand
ASI dan tidak dapat dimanipulasi. Setiap
payudara dikosongkan dari ASI dengan
menyusui atau memerahnya, saat itu pulalah otak akan memerintahkan payudara
untuk memproduksi ASI sejumlah yang dikosongkan dengan penerjemahan bahwa
jumlah yang dibutuhkan itu adalah sejumlah yang telah dikeluarkan. Karena itu, semakin sering ASI diperah atau
disusukan kepada bayi, akan semakin kontinyu produksinya sesuai dengan yang
dibutuhkan. Itu sebabnya ibu tidak perlu
kuatir ASI tidak cukup. Ibu hanya perlu
percaya diri, selama payudara dikosongkan secara teratur (menyusui dan memerah
secara teratur dua sampai tiga jam sekali), selama itu pula keberlangsungan
produksi ASI akan terjaga.
Hormon
oksitosin berkaitan dengan kondisi psikologis ibu menyusui. Jika ibu dalam kondisi bahagia, nyaman, dan
senang, maka produksi hormon ini akan meningkat yang akan berdampak pada
kelancaran pengeluaran ASI. Ini dapat
dimanipulasi. Ibu dapat mengkondisikan dirinya untuk bahagia atau sedih, itu
pilihan.
Hormon
inhibitor adalah penghambat yang akan menyebabkan ASI justru tidak keluar
(mampet). Hormon ini justru keluar
apabila ASI tidak dikeluarkan oleh ibu menyusui. Sebenarnya, dengan disiplin pumping (memerah ASI dan waktu2
menyusui), hormon ini tidak akan bekerja.
Prinsipnya adalah semakin sering dikeluarkan, ASI semakin lancar. Semakin jarang atau tidak dikeluarkan, ASI
akan semakin terhambat produksinya hingga akhirnya kita berpikir bahwa kita
tidak mampu menyusui atau memerah.
Padahal kita yang tidak sadar bahwa manajemen kita yang salah.
Peran
ayah di fase ini, adalah menjaga emosi ibu dan tidak membuat ibu menjadi sedih
atau merasa bersalah berkepanjangan.
Setelah tiga bulan, masa nifas telah berakhir, dan kehidupan seks
pasangan mungkin mulai aktif. Namun,
kelelahan ibu bekerja yang menyusui mungkin membuat ibu akan menurun gairah
seksualnya. Pasangan perlu memberikan
dukungan, bukan malah menyalahkan kondisi yang akan membuat ibu semakin sedih
atau merasa bersalah. Ayah sudah
seharusnya berbicara dengan nada dan kata-kata yang positif sebab ASI eksklusif
sampai 6 bulan biasanya mengalami godaaan pikiran bahwa ASI tidak cukup dan
kuatir bayi kelaparan.
Dukungan
dari ibu pengganti yang merawat bayi di rumah juga sangat penting. Ibu wajib menyamakan persepsinya dengan ibu
pengganti agar tujuan pemberian ASI ekslusif 6 bulan bisa tercapai dengan
lancar. Segera susui bayi setelah sampai
di rumah, dan jangan tunda waktu memerah.
Ajari ibu pengganti menyimpan dan memberikan ASIP steril dengan baik. Jangan
gampang stress, berdamailah dengan kenyataan.
4. Usia
bayi 6 sd 12 bulan
Biasanya,
jika ASI eksklusif 6 bulan sudah berhasil, ada rasa bahagia yang tidak
terhingga sehingga akan memotivasi ibu bekerja untuk terus berjuang hingga bayi
berusia 1 tahun. Pada usia 6 bulan, bayi
sudah boleh mulai diberikan makana pendamping ASI sehingga frekuensi menyusui
mungkin akan sedikit berubah. Pada masa
ini, bayi mulai merangkak, tumbuh gigi, belajar merambat dan mengeluarkan
suara-suara yang menyenangkan.
Saya
merasakan, pada fase inilah breastfeeding
terasa sangat menyenangkan karena ritme menyusui dan memrah sudah terkendali
dengan baik. Rsanya, kita sudah dapat
mengendalikan banyak hal dalam diri dan di luar diri kita berdasarkan
pengalaman pada bulan-bulan sebelumnya. Peran
ayah pada fase ini adalah tetap mengingatkan ibu untuk mengontrol emosi dan
memfokuskan diri pada hal-hal yang positif.
5. Usia
bayi 12 hingga 24 bulan
Pada
fase ini, frekuensi memerah sudah jauh berkurang dari saat bayi masih di bawah satu
tahun. Tidak perlu kuatir, ini sesuai
dengan kebutuhan bayi. Jika sebelum satahun bayi bisa menghabiskan hingga 800
cc ASI setiap harinya, makan dia ats usia setahun bayi sudah cukup dengan dua
gelas (sekitar 500 cc) ASI seharinya.
Dengan catatan, makanan pendamping ASI adalah makanan bergizi yang
sesuai dengan kebutuhan bayi.
Sayangnya,
banyak ibu bekerja yang memilih berhenti menyusui di fase ini karena gigitan
bayi. Sebenarnya ini tidak perlu
terjadi, karena bayi menggigit adalah ekspresi yang dapat dipelajari dan
dikendalikan dengan cinta kasih.
Pada
fase ini, dukungan ayah dalam bentuk kesabaran menghadapi pasangan dan bayi
mutlak diperlukan. Jika suatu saat ibu
merasa berputus asa karena bayi selalu menggigit saat menyusu, ayah perlu memberikan
pendampingan untuk mengatasinya.
Bersama-sama memberikan perhatian kepada bayi, tidak menyusui sambil
mainan gadget, dan hal-hal lain yang sifatnya “memberikan perhatian penuh”
dapat didiskusikan bersama.
Yang
tidak boleh dilupakan ibu dalam manajemen ASI juga adalah bahwa menyusui bayi
bukan sekedar memberikan susu kepada mereka, tetapi menyalurkan energi positif
dan cinta kasih kepada sang buah hati. Manajemen
ASI tidak terpisahkan dari manajemen waktu dan stress ibu, karena kesemuanya adalah saling terkait. Sekali ibu malas dan melewatkan jadwal
memerah, akan berpengaruh pada kontinuitas produksi ASI. Sekali ibu membiarkan stress tidak terkendali, seterusnya kerja hormon inhibitor akan
lebih dominan sehingga ASI “mampet”. Stress
tidak bisa dihindari, namun dikendalikan. Kesadaran Ibu penting sekali, bahwa
hakikatnya di tangan ibulah manajemen itu harus dilakukan. Ayah yang siap mendukung, adalah roda bagi
keberlangsungan dan kesusksesannya.
Jangan
mudah menyerah Ibu bekerja,…. Kini ratusan bahkan mungkin ribuan ibu bekerja
dengan beragam profesi di Indonesia mampu memberikan ASI eksklusif 6 bulan dan
menyusui hingga 2 tahun bahkan lebih.
Pemerintah RI juga telah memberikan dukungan lewat peraturan perundangan
yang melindungi hak-hak ibu menyusui di tempat kerjanya. UU No 49 /1999 tentang HAM (pasal 49 ayat 2),
UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan (pasal 83), Keputusan Menteri Kesahatan
No 450/2004, Surat Keputusan Bersama tiga Menteri ( Menteri Pemberdayaan
Perempuan, Menakertrans, dan Menkes) tahun 2008, UU No 36/2009 tentang Kesehatan (pasal 128
ayat 1, pasal 129 ayat 2, pasal 200) dan Peraturan Pemerintah No 33/2012
tentang ASI Eksklusif (pasal 30 ayat 1, pasal 30 ayat 3, pasal 34 dan 35).
Serentetan
peraturan tersebut secara jelas menunjukkan keberpihakan pemerintah Indonesia
untuk mendukung ibu menyusui yang kebetulan bekerja di luar rumah. Namun, masalah impelemtasinya memang belum
seperti yang diharapkan, dan terkadang membuat manajemen ASI para ibu bekerja
terhambat. Saya masih menjadi saksi
beberapa staf yang harus memerah ASI di toilet atau di kolong meja kantor, di
gudang arsip, di ruang rapat yang sewaktu-waktu diketuk karena akan digunakan,
di musholla yang tidak tersekat sempurna dengan lawan jenis. Sampai akhirnya ruang laktasi berhasil
diwujudkan, itu adalah perjuangan yang panjang.
Aral
hanya akan menjadi aral, tetapi semangat dan ikhtiar yang tidak berhenti akan
mengusir aral itu. Keberhasilan
manajemen ASI ibu bekerja bukan soal sehari dua hari acara pumping. Ini adalah
perjuangan panjang dengan tujuan besar yang paling mulia, untuk generasi yang
sehat. Menurut saya, tujuan besar itu
layak mengorbankan apapun dari para ibunya. Dan saat ibu berkorban apapun,
selama ada dukungan ayah di sampingnya, semua pengorbanan yang bernilai ibadah
itu akan terasa lengkap sebagai upaya menunaikan kewajiban sebagai orang tua
yang bertanggung jawab. Sukses menyusui hingga 2 tahun lebih adalah sebuah
pencapaian terbaik bagi setiap ibu bekerja. Selamat berjuang ibu bekerja!.....
#tulisan
ini khusus kupersembahkan untuk suamiku tercinta Erwan Julianto atas dukungan
yang diberikan selama masa menyusui.
Disarikan dari pengalaman pribadi dan bahan-bahan yang dipelajari
penulis dari Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Goes to Office. Juga ditulis di www.kompasiana.com/novi.ardiani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar