Senin, 28 Desember 2015

Banyak Mengeluh, Hambatan Terbesar Untuk Maju


Pribadi yang gemar mengeluh, selalu complain dalam berbagai situasi, serta tidak henti-hentinya menyalahkan keadaan dan orang lain, bisa jadi mengalami hambatan besar untuk kemajuan diri sendiri.  Orang seperti ini sulit melihat sisi baik kehidupan dan tidak tergerak untuk berpikir positif.  Akibatnya, manusia model begini akan tersingkir perlahan-lahan ke tepi, sulit maju dalam meraih keberhasilan dalam hidupnya. Kalaupun bertahan di arena, orang-orang yang gemar mengeluh akan dijauhi karena secara natural kita lebih nyaman berada di lingkungan dengan aura positif.

Mengapa Mengeluh?

Mengapa manusia gemar mengeluh? Apakah mengeluh itu sesuatu yang sifatnya manusiwi?... Dalam Al Quran -kitab suci umat Islam- pun tertulis bahwa sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir, apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah (QS Al Ma’arij: 19-20).  Demikianlah kecenderungan sifat manusia. Apabila keluh kesah itu masih dalam batas kewajaran, tidak akan menjadi masalah bagi diri sendiri maupun lingkungan.  Namun apabila mengeluh dijadikan kebiasaan setiap menanggapi suatu hal, akan menjadi hambatan mental yang cukup berarti.  Hambatan mental seringkali jauh lebih berat dibandingkan hambatan fisik. Seseorang dengan hambatan mental akan sulit terbebas dari belenggu kecuali atas kesadarannya sendiri.  Membuka kesadaran seseorang yang terbelenggu mentalnya akan jauh lebih sulit serta memerlukan upaya dan pendekatan yang tepat.




Contoh sederhana, seorang perempuan yang terpelajar, mengenakan busana yang serasi dengan riasan wajahnya, namun dari pagi sampai sore kata-kata yang keluar dari mulutnya selalu berupa keluhan.  Mulai dari udara yang panas, jalanan macet, bos yang rese, pekerjaan menumpuk, makanan tidak cocok, sampai toilet selalu antri.  Nada mengeluh tidak berjeda.  Bandingkan dengan perempuan lain yang sama tampilannya, busana serasi dengan riasan wajahnya, tetapi selalu mengucapkan kalimat positif ketika menghadapi kondisi yang tidak nyaman atau kesulitan.  Nada mengeluh tidak diekspos. Jika saya boleh memilih, saya lebih suka berada di dekat-dekat yang kedua. 

Keluhan yang diucapkan secara langsung maupun tidak langsung juga berpengaruh pada lingkungan sekitar.  Orang yang selalu mengeluh setiap mennemui kondisi tak nyaman, akan punya peluang lebih besar untuk dijauhi.  Kalau sudah begitu, dampaknya tidak menguntungkan juga kan bagi si pengeluh.  Bagaikan terkena sanksi sosial. Ngga enak banget ya. Padahal, dalam hubungan sosial yang baik itu justru seringkali kita sebagai pribadi mendapatkan kesempatan-kesempatan baik yang tidak didapat jika kita tidak bersikap positif.

Dampak yang lebih buruk terjadi pada anak-anak kita apabila ibu dan ayahnya hobi mengeluh. Sosok orang tua menjadi panutan bagi anak-anak. Apalagi anak balita, yang dalam tahap “copy paste” habis dari lingkungan terdekat tempat mereka terekspos.  Terbayang kan, kalau ayah dan ibunya hobi ngeluh aja, anak-anak akan punya hobi yang sama.  Dari kecil terbiasa mengeluh, bagaimana kelak mental mereka di era yang lebih banyak tantangan di masa depan?....

Mengeluh Vs Maju

Maju secara harfiah makna sederhananya adalah berpindah posisi atau bergerak ke depan (muka). Tidak peduli bagaimana pergerakannya, mungkin dengan berjalan, berlari, merangkak, menggunakan alat ataupun tidak.  Yang jelas, pergerakannya memindahkan posisi kita dari posisi awal ke posisi yang lebih jauh ke muka.  Dalam makna yang lebih luas, maju bisa bermakna berkembang lebih baik pemikirannya, lebih tinggi peradabannya, ataupun menjadi lebih baik kelakuannya. 

Untuk mencapai kemajuan, sedikit atau banyak, akan dipengaruhi oleh sikap kita sebagai pribadi.  Jika kita mengedepankan lebih banyak sikap positif maka peluang untuk bisa maju akan semakin besar berada di tangan kita.  Sikap positif itu antara lain tidak mudah mengeluh.  Sederhananya begini, pada waktu mengeluh, apalagi terus-terusan, kita memfokuskan energi untuk mengeluh, sehingga energi kita habis terkuras untuk mengeluh.  Kita jadi lupa, bahwa kita butuh energi untuk menghadapi hal-hal lain yang terbentang di hadapan kita. Walhasil, kesempatan yang mungkin ada di hadapan untuk mengembangkan diri lebih baik, lewat begitu saja karena kita sudah kehabisan energi.  Jangan salah, mengeluh itu jauh urusannya ke dalam perasaan, dan urusan perasaan itu bukan cuma menguras energi fisik tapi juga pikiran. Pikiran jadi negatif, dan kita sulit menjadi pribadi yang berbahagia.

Jadi, mengeluhkan sesuatu saat kondisi tidak nyaman, sebetulnya manusiawi, asalkan tidak dijadikan kebiasaan sehingga terus terusan terjadi.  Tiap pribadi seharusnya punya barometer, untuk mengukur bahwa keluhan yang keluar masih dalam tahap wajar atau tidak.  Sebetulnya ukurannya tidak baku,  tetapi jika orang-orang sudah mulai terganggu dengan keluhan-keluhan Anda, itu warning untuk segera introspeksi.  Jika dipikir lebih lanjut, Anda pasti setuju bahwa mengeluh tidak membuat sesuatu menjadi lebih baik atau menyelesaikan suatu masalah.  Kalau untuk membuang unek-unek dan keluh kesah, ada tempat yang lebih pas tentunya. 


Saya mengamati, pada beberapa kasus, orang-orang yang latar belakangnya sering ditindas atau disakiti, relatif jarang atau kelihatan tak pernah mengeluh.  Tetapi sekalinya mengeluh, ternyata dalam sekali.  Orang-orang seperti ini sebetulnya punya effort yang luar biasa untuk pantang mengeluh saat tersakiti, atau dalam kondisi yang tidak nyaman dalam jangka waktu yang lama.  Namun, sebagai manusia biasa tetap membutuhkan penyaluran keluh kesah. 

Tanggung jawab sosial kita sebagai pribadi-pribadi tangguh, ternyata bukan hanya memanage sikap positif untuk tidak menjadikan mengeluh sebagai kebiasaan, tetapi juga berupaya menciptakan kondisi yang membuat kita semua tak mudah mengeluh.

Temukan Sisi Positif

Agar mengeluh tidak menjadi kebiasaan, kita sebaiknya selalu berusaha menemukan sisi positif di setiap hal yang kita hadapi.  Seburuk apapun.  Meyakinkan diri bahwa setiap momen tidak pernah sia-sia, adalah penting buat kita.  Contoh nyata, misalkan seorang suami yang selalu merasa diteror oleh istrinya.  Apa yang dilakukannya serasa tak pernah layak.  Yang didapat hanya kecerewetan, omelan, dan hal-hal yang terasa kurang mengenakkan. Pantaskah ia mengeluh?... Dalam kondisi buruk seperti ini, sang suami lalu berusaha menemukan sisi positif.  Mengubah cara pandang.  Kecerewetan, omelan, dan sikap istri yang terlihat tidak kooperatif adalah hal yang nampak.  Namun apakah yang dapat ditemukan di balik itu semua?.... Bayangkan kalau istri sudah diam saja. Tidak ada cerewet, tidak ada omelan, tidak ada respon. Artinya sang istri sudah tidak perduli lagi.  Kecerewetan, omelan, dan sikap tak enak yang muncul itu adalah manifestasi dari bentuk kepedulian seorang perempuan, ekspresi perempuan yang sering ditangkap berbeda maknanya oleh lelaki karena tidak berada di frekuensi yang sama. 

Sisi positifnya adalah, bahwa ada satu poin yang harus diupayakan sang suami, yaitu bagaimana sedapat mungkin ia menyamakan frekuensi dengan sang istri, sehingga manifestasi sikap yang muncul akan berbeda.  Atau, setidaknya sebagai lelaki dia bisa lebih paham ketika manifestasi sikap itu muncul lagi.  Jadi, tidak ada yang perlu dikeluhkan.  Sebaliknya, seorang istri sebagai perempuan mudah tersentuh perasaannya.  Ketika suaminya mengambil sikap lebih mendengarkannya, perasaannya akan lebih memunculkan kasih sayang.  Intinya, suatu hal yang disikapi secara positif akan menghasilkan hal yang positif juga.  Cara berpikir kita, bagaimana kita mengembangkan hal-hal dalam pikiran kita, serta apa yang kita pikirkan, adalah dasar dari segala tindakan dan kata-kata kita.  Ketika tindakan itu dilakukan berulang, akan menjadi karakter.  Maka, jangan main-main dengan sudut pandang. Jangan main-main dengan apa yang kita pikirkan dan bagaimana kita memikirkannya.  Itu adalah dasar dari munculnya karakter.

Karakter yang positif akan mendorong kita untuk maju.  Sudut pandang yang selalu mencari sisi positif akan menghalangi kita mengeluh.  Malah, rasa syukur akan lebih banyak muncul dari sanubari.  Sebab, rasa syukur itu muncul dari dalam jiwa, ketika kita merasakan bahwa banyak hal ternyata yang jika dilihat seksama dalam sudut pandang positif, adalah nikmat yang tidak terkira.  Bahkan rasa sakit pun akan menjadi anugerah yang akan kita syukuri, bukan kita keluhkan, ketika kita paham bahwa rasa sakit itu membuat kita menyadari rasa sehat dan bahagia yang pernah dirasa namun luput karena alpa. 

Ciptakan Pilihan-Pilihan

Setelah terbiasa menemukan sisi positif, kita tertantang untuk dapat menciptakan pilihan-pilihan yang positif.  Misalnya ketika dihadapkan pada kondisi tidak mengenakkan yaitu pada saat anak sakit keras, suami sedang bertugas di luar negeri dan belum dapat pulang dengan segera, tidak ada kerabat dekat, dan kondisi fisik Anda sendiri juga sedang kurang fit.  Pertama, temukan sisi positif.  Sisi positifnya adalah sebagai seorang ibu anda sedang diuji.  Mampukah anda melakukan yang terbaik bagi anak anda, dalam segala keterbatasan yang ada.  Meyakini bahwa Tuhan Maha Penolong dan seseorang tidak akan diuji Tuhannya lebih dari batas kemampuannya, akan menjadi dasar pijakan anda.  Maka hal utama yang patut ditanamkan adalah bahwa anda akan mampu menghadapinya dengan pertolongan Tuhan. 

Setelah menemukan sisi positif, bantu diri anda untuk menciptakan pilihan-pilihan yang memudahkan anda untuk konsisten.  Dari contoh di atas, maka pilihan-pilihan  positif yang muncul ada beberapa.  Pertama, Anda harus sehat dan kuat sehingga bisa survive dan melakukan yang terbaik.  Kedua, Anda akan fokus pada anak anda terlebih dahulu, bersabar dan berupaya semaksimal mungkin untuk kesembuhannya, baru kemudian memfokuskan diri pada hal lain. Ketiga, Anda akan berusaha sekuat tenaga mengatasi semua hal yang terjadi di depan anda, sampai suami anda pulang dan ada partner berbagi. Itulah antara lain pilihan-pilihan positif yang akan muncul.  Anda mampu menciptakannya apabila anda berpikir positif.  Sebaliknya, jika Anda terlalu dibawa perasaan, Anda akan cenderung mengeluh terus menerus pada suami, yang membuatnya menjadi tidak tenang. 

Dengan menciptakan pilihan-pilihan positif, kita akan makin terbiasa berpikir positif.  Sederhananya, menciptakan pilihan-pilihan positif adalah langkah lanjut yang implementatif ketika kita telah menemukan sisi positif dari setiap hal yang terjadi dalam kehidupan kita.


Tak ada Kata Menyerah

Akhirnya, tidak ada kata menyerah untuk melangkah maju. Berhenti mengeluh, banyak bersyukur, dan mulailah untuk bergerak ke muka.  Maju bukan hanya untuk kamu muda yang belia.  Setiap pribadi yang masih bernafas seyogyanya selalau berpikir dan bertindak untuk lebih maju.  Lebih baik, lebih dewasa, lebih bijaksana, lebih kreatif, dan lebih manusiawi, adalah pilihan setiap pribadi.  Maju bukan cuma semata bertambah pintar dan kaya harta benda, tetapi jauh lebih ke depan dari itu.  Ketika kita bertambah ilmu tetapi tidak menggunakan ilmu itu untuk kemaslahatan umat, artinya kemajuan yang kita dapat tidak bermakna.  Itu maju yang semu. Maju yang hakiki adalah apabila segala hal yang positif mampu menjadikan kehidupan lebih mulia dan bermakna. (Opi).

Juga ditulis di www.kompasiana.com/novi.ardiani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Profesionalisme Terintegrasi Seorang Ibu: Ini Versi Saya

Profesional bukan cuma buat jenis-jenis pekerjaan di ranah publik. Menjadi ibu yang berkiprah di ranah domestik maupun di ranah pu...