Kamis, 16 April 2015

Relawan Bank Sampah: Ibu Peduli Kelola Sampah


Ibu ibu relawan Bank Sampah Ruby 2 in action
Rabu bisa jadi merupakan hari yang paling melelahkan bagi sekelompok ibu rumah tangga di RT 06 RW 10 Cluster Ruby Perumahan Permata Depok Regency, DEPOK.  Masa iya?... YA.  Sebab setiap Rabu, mereka “rempong” dengan urusan sampah, selain urusan domestik.  Sebutlah Yulaswati, Faiko Isnaeni, Dyah Worosari, Tiur Samosir, Septi dan Titin yang sudah bersiap untuk memilah sampah di markas Bank Sampah Ruby 2, bertempat di kediaman Faiko, pada setiap Rabu pagi sekitar Pukul 7.30 Wib, seusai mereka mengantar anak-anak ke sekolah atau berbelanja ke pasar. Keenam ibu ini adalah relawan yang berusaha konsisten untuk bisa meluangkan waktu setiap Rabu pagi. Terkadang, beberapa ibu lainnya dan asisten rumah tangga juga ikut membantu proses pemilahan hingga selesai.

Saya termasuk yang tidak pernah bergabung dengan para ibu relawan Bank Sampah untuk mengurus Bank Sampah tiap Rabu, karena kebetulan saya bekerja di kantor.  Pada saat saya sedang berada di depan komputer di kantor, para ibu relawan ini sedang memilah sampah kering yang dihimpun warga.  Semangat ibu-ibu relawan ini menggetarkan hati saya. Mereka bersedia meluangkan waktu untuk mengurus Bank Sampah di wilayah tempat tinggal kami, tanpa dibayar. Beberapa diantaranya masih memiliki balita.  Saya sering terbayang, betapa repotnya membujuk anak balita, sementara ibu akan melaksanakan tugas memilah sampah. 

Namun, mereka jalan terus.  Bank Sampah yang menjadi salah satu solusi bagi manajemen sampah domestik di wilayah tempat tinggal kami, telah dirintis sejak sekitar tahun 2012. Pada awal dirintisnya, hanya sekitar 8% KK yang ikut serta memilah sampah dan menyetor sampah ke Bank Sampah.  Saat ini, di tahun ke 3 berjalannya Bank Sampah Ruby 2, dan setelah dilakukan sosialisasi kepada warga tentang pengelolaan sampah domestik, jumlahnya meningkat hingga 34%. 

Mekanisme Bank Sampah Ruby 2 memang agak sedikit berbeda dengan Bank Sampah pada umumnya yang berlaku di masyarakat.  Bank Sampah Ruby 2 tidak menyerahkan secara langsung hasil penjualan sampah kering pilahan kepada nasabah sampah (warga yang menyetor sampah).  Hasil penjualan sampah dimasukkan ke kas RT dan digunakan untuk kebutuhan aktivitas warga yang dipusatkan di taman. Prinsipnya, dari warga untuk warga. 

Aktivitas para relawan ini selalu menjadi perbincangan di kalangan kami para ibu. Mereka tidak henti-hentinya mengingatkan warga untuk terlebih dahulu memilah sampah kering di rumah masing-masing, dan disetor ke Bank Sampah dalam keadaan terpilah baik.  Para relawan lah kemudian yang akan mengecek kembali hasil pilahan tersebut apakah sudah benar atau belum.  Mereka lalu menimbang masing-masing hasil pilahan berdasarkan jenisnya untuk menghitung harga jualnya.  Biasanya, sekitar pukul 10 atau 10.30 Wib , sampah kering sudah berjajar rapi dan sudah ditimbang untuk menunggu mobil pengangkut datang.  Uang hasil penjualan lalu disetorkan ke rekening kas RT serta dilaporkan secara periodik dan terbuka kepada warga melalui forum komunikasi warga baik  online maupun offline.

Pada prakteknya, pemilahan sampah tidak semudah yang kita bayangkan.  Selain membutuhkan kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan, juga membutuhkan waktu dan kesabaran.  Kardus-kardus bekas susu, terlebih dahulu harus dicuci dan dikeringkan.  Begitu pula plastik-plastik bekas kemasan.  Seringkali, para relawan menndapati setoran sampah masih dalam keadaan kotor dan basah, sehingga tidak dapat dijual.  

Ibu Faiko Isnaeni memberi contoh memilah sampah 
Biasanya para relawan akan memprosesnya kembali hingga bersih, atau dengan kesadaran warga mengambil kembali sampahnya dan memprosesnya lebih dulu untuk disetor pada pekan berikutnya.  Beruntung, kami menjalin komunikasi online dan offline yang intensif, sehingga para relawan dapat mengkomunikasikan proses dan aktivitas Bank Sampah kepada warga.   

Belakangan, saya bermimpi...warga kami bisa rekreasi bersama dari hasil penjualan sampah kering pilahan warga di Bank Sampah Ruby 2.  Lebih jauh lagi, saya bermimpi... kelak warga kami juga bisa memproduksi barang daur ulang dari sampah kering pilahan itu, yang layak dijual dan bernilai seni serta nilai cinta lingkungan.  Saya berharap, semangat para ibu relawan Bank Sampah Ruby 2 tetap membara dan tak pernah padam, untuk menyemangati warga agar sadar memilah sampah. 
Ibu Septi memberi contoh
cara mengeringkan plastik pilahan

Relawan itu tak terbayar, bukan karena tidak ada uang untuk membayar mereka.  Namun, karena niat dan gerak para relawan itu terlalu bernilai....sehingga nilai uang berapapun tidak akan sanggup membayar mereka.  Priceless.  Bagi saya, para ibu relawan ini lah yang telah membuktikan dengan perbuatan bahwa cinta lingkungan itu bukan cuma di mulut, tetapi dikerjakan dengan konsisten walaupun berat dan penuh tantangan. Kadang mereka harus disinisin warga, dianggap sok tahu, dibilang cerewet karena bolak balik mengingatkan warga yang belum benar dalam memilah, dan mungkin dicuekin oleh warga yang tidak mau memilah.  Tapi, para ibu relawan tetap maju terus pantang mundur.

Begitulah harusnya ibu masa kini.  Ibu yang berjiwa relawan. Ibu yang peduli lingkungan. Ibu yang secara sadar mengelola sampah dan memilahnya menjadi berkah, serta mendorong terbentuknya komunitas yang turut peduli terhadap lingkungannya.  Bravo bagi kalian.....para ibu relawan Bank Sampah Ruby 2 !  Semangat kalian menjadi sumber inspirasi saya untuk satu hal: sesuatu yang mulia dan berharga patut diperjuangkan dengan keringat dan air mata.  BRAVO!

Para relawan Bank Sampah Ruby 2 berpose bersama
usai memilah dan menimbang sampah kering pilahan.
Anak-anak pun diajak belajar memilah sejak dini.



**Tulisan ini dipersembahkan untuk para ibu relawan Bank Sampah Ruby 2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Profesionalisme Terintegrasi Seorang Ibu: Ini Versi Saya

Profesional bukan cuma buat jenis-jenis pekerjaan di ranah publik. Menjadi ibu yang berkiprah di ranah domestik maupun di ranah pu...