Selasa, 22 Desember 2015

Ibu Produktif dan Profesional? Mustahil tanpa Menjadi Pembelajar


Tantangan nyata di hadapan para ibu era kini adalah menjadi ibu yang produktif dan profesional.  Produktif artinya mampu menghasilkan sesuatu yang bermanfaat secara berkesinambungan.  Profesional artinya melakukannya dengan bersungguh-sungguh. Produktif dalam arti luas bukan semata diukur dari materi atau uang yang dihasilkan, namun lebih pada “nilai manfaat” bagi keluarga dan masyarakat. Jika berbicara “nilai manfaat”, maka uang dan segala materi sudah tercakup ke dalamnya.  Selain itu, “nilai manfaat” juga memuat manfaat intangible lainnya yang tak terukur dengan uang, yang sering kita definisikan sebagai priceless.  Tak salahlah bila menjadi produktif dan profesional adalah salah satu jalan ibu untuk meningkatkan kemuliaan hidup.  Itu semua mustahil dicapai seorang ibu tanpa menjadi seorang pembelajar. Mengapa demikian?.....

Jawabannya saya temukan dalam Talkshow dan Launching Buku “Bunda Produktif: Catatan Ikhtiar Menjemput Rizki”, yang diselenggarakan oleh Institut Ibu Profesional (IIP) pada peringatan Milad nya yang ke 4 tahun.  Digelar di Depok, talkshow ini menghadirkan empat narasumber yang mewakili Ibu Produktif dan Profesional dengan karakteristik masing-masing. Keempat ibu tersebut adalah Bunda Sari Indra Dewi (Pembina IIP Depok dan owner Rumah Aqsho -butik busana muslimah), Bunda Wulandari Eka Sari Suroso (konsultan keuangan), Bunda Madya Harmeka (Ketua Komunitas Tangan Peduli Lingkungan (TaPe uLi), yang bergiat di pengelolaan sampah rumah tangga, bank sampah, dan pengembangan produk kreatif daur ulang sampah), dan Bunda Sri Suparwati (seorang crafter yang inspiratif).

Mula-mula saya terpekur ketika Bunda Sari menuturkan kisahnya memulai bisnis busana muslimah, bertahun-tahun lalu sebelum usahanya eksis seperti sekarang.  Kendala utama yang dirasakan beliau saat memulai bisnis adalah ‘terlalu idealis’. “Saya inginnya punya brand sendiri, penjahit sendiri, dan belanja bahan sendiri.  Tetapi setelah menjalani barulah saya menyadari itu tidak mungkin, saya harus punya tim”.  Bunda Sari melewati jalan untuk menjadi produktif dan profesional dengan proses belajar. Pun, juga belajar bahwa setelah menghasilkan, tanggung jawabnya akan bertambah yaitu terhadap kelangsungan usaha dan penghidupan para karyawannya.  Belajar untuk mampu lebih kreatif, lebih percaya diri, dan selalu berupaya meningkatkan kualitas diri, itulah yang dijalani Bunda Sari waktu demi waktu.  


Apa jadinya jika Bunda Sari tidak menjadi seorang pembelajar ketika menjalankan bisnisnya?.... Mungkin, kita tidak akan pernah mengenal Rumah Aqsho sekarang.  Dan nyatanya, tidak mudah menjadi seorang pembelajar yang tangguh. Seorang pembelajar tidak mudah menyerah dalam berusaha mengenali hakikat dirinya, potensi, dan bakat-bakat terbaiknya.  Untuk memutuskan akan menekuni bisnis busana muslimahpun, itu sudah melalui proses seorang pembelajar.  Sebelumnya, Bunda Sari sempat mencoba berjualan berbagai macam produk mulai dari Tupperware hingga lampu kristal, didorong oleh keinginan memiliki barang-barang yang tidak ada budget pengeluarannya dari nafkah yang diberikan suami. 

Maka, menjadi ibu pembelajar itu mutlak, tak dapat ditawar-tawar lagi, ketika ingin mewujudkan produktifitas dan profesionalisme. Marilah lebih dulu kita tilik, makna pembelajar.  Apa sih manusia pembelajar?..... Andrias Harefa  dalam bukunya “ Menjadi Manusia Pembelajar”  (Penerbit Buku Kompas, 2000; hlm.30-31) menuliskan bahwa manusia pembelajar adalah manusia yang bersedia menerima tanggung jawab untuk melakukan dua hal penting.  Pertama,  berusaha mengenali hakikat dirinya, potensi dan bakat-bakat terbaiknya, dengan selalu berusaha mencari jawaban yang lebih baik tentang beberapa pertanyaan eksistensial seperti: Siapakah aku ini?; Dari mana aku datang?; Kemanakah aku akan pergi?; Apa yang menjadi tanggung jawabku dalam hidup ini?; dan Kepada siapa aku percaya? Kedua, berusaha sekuat tenaga untuk mengaktualisasikan segenap potensinya itu, mengekspresikan dan menyatakan dirinya sepenuh-penuhnya, seutuh-utuhnya, dengan cara menjadi dirinya sendiri dan menolak untuk dibanding-bandingkan dengan sesuatu yang “bukan dirinya”.


Produktifku dan kamu: Beda!

Penuturan Bunda Wulan, narasumber yang kedua dalam talkshow ini, semakin menguatkan bahwa untuk menjadi produktif dan profesional, seorang ibu haruslah menjadi pembelajar yang tangguh.  Pertama, beliau mengingatkan bahwa yang utama adalah peran sebagai istri dan ibu.  Barulah setelah itu, para ibu seyogyanya menemukan style masing-masing untuk bisa menjadi produktif dan profesional.  “Temukan potensi Anda masing-masing, yang unik, tidak sama dengan orang lain.  Ada orang yang passion nya menghasilkan produk, ada yang marketing, ada yang konsultan, masing-masing memiliki potensi,” ujar Bunda Wulan. 

Dalam hal ini, Bunda Wulan berpesan agar berhentilah membandingkan diri kita dengan orang lain. Melalui proses belajar, kita akan menemukan di mana potensi kita, bagaimana style kita, dan itu merupakan aset dalam diri kita yang harus digali dan dikembangkan untuk menjadi produktif dan profesional.  “Benchmarking boleh dan perlu, tetapi fokuskan pada yang sifatnya kualifikasi dan bukan materi,’ kata Bunda Wulan. 

Bunda Wulan menjelaskan, ada orang yang memang bakatnya menjadi karyawan.  Ketika mencoba untuk berdagang atau melakukan usaha lain, selalu gagal.  “Ya tidak usah dipaksakan, sesuaikan saja dengan karakter,” imbuhnya.  Bunda Wulan menjelaskan bahwa istilah karyawan yang digaji memang belum ada pada zaman Rusulullah. Pada era Kalifah Abu Bakar barulah ada konsep pekerjaan layaknya karyawan seperti sekarang, yaitu orang yang digaji oleh sebuah organisasi.

Hal penting yang tidak boleh dilupakan untuk menjadi produktif dan profesional menurut Bunda Wulan, selain menjadi diri sendiri, adalah membangun silaturahim dan selalu belajar serta upgrading tanpa henti. “Tidak lupa selalu berpikir positif karena ini akan membangun psikologis yang positif serta energi positif sehingga membuat sehat,” tambah Bunda Wulan.  Tak henti melakukan upgrading dan positive thinking adalah ciri manusia pembelajar.  Apabila seorang ibu mampu menerapkannya, Insha Allah rangkaian kata “ bisnis hebat, rizqi manfaat, keluarga dekat’, akan menjadi kenyataan yang indah.


Produktif: Mulai dari yang Dekat!


Darimana kita memulai untuk menjadi produktif dan profesional?... Bunda Madya Harmeka memilih untuk memulai dari yang dekat. Beliau memilih “sampah rumah tangga” yang setiap hari dihasilkan oleh setiap keluarga sebagai awal kiprah yang berujung manfaat. Produktif?... Nyata-nyata YA!  Setelah bertahun-tahun bergumul, setidaknya kini pengelolaan sampah rumah tangga yang digalakkannya mulai menular ke mana-mana. Bank Sampah yang digagas untuk solusi manajemen sampah rumah tangga, mampu menstimulus bergeraknya produksi pupuk organik dari sampah organik serta menggeliatnya produksi kerajinan berbahan baku daur ulang (ecocraft).

“Untuk menjadi produktif, kita bisa memulai dari yang dekat. Walaupun untuk menjadi produktif, menghasilkan sesuatu yang bermanfaat secara sinambung, itu tidak instan, memerlukan waktu dan proses pembelajaran dari waktu ke waktu,” tutur Bunda Madya. 

Terlebih lagi, upaya yang dilakukan Bunda Madya adalah upaya yang sifatnya bertujuan mengubah perilaku manusia.  Yang tadinya kurang peduli, menjadi lebih peduli terhadap lingkungan. Yang tadinya tidak mau memilah sampah, menjadi sadar untuk memilah sampah dengan ridho.  Ini seperti menumbuhkan cinta dan rasa.  Cinta dan rasa yang mampu mengubah perilaku.  Tentu saja ini tidak dapat diukur dalam hitungan satu atau dua tahun.  Hal yang sifatnya mengubah perilaku harus menyentuh cara berpikir seseorang, sehingga merubah mindsetnya.  Dan bayangkanlah seberapa luas nilai manfaatnya jika kita mampu membuka kesadaran ribuan manusia untuk lebih peduli pada lingkungan dan lebih peduli pada pengelolaan sampah rumah tangga. 

Untuk membuka kesadaran peduli lingkungan, mungkinkah dilakukan oleh seorang yang bukan pembelajar?... Nyaris tidak mungkin! Dalam prosesnya, kita harus selalu belajar.  Belajar memahami berbagai karakter manusia, belajar berbagai pendekatan untuk sosialisasi, dan belajar untuk tidak menyerah ketika lebih banyak orang tidak peduli.  Bukan hanya sekedar pembelajar yang dibutuhkan, tetapi pembelajar yang tangguh. 




Produktif untuk Survive!

Pengalaman narasumber Sri Suparwati, mungkin yang paling membuat trenyuh perasaan saya sebagai pengunjung talkshow.  Beliau adalah ibu satu anak, yang semula bekerja sebagai staf di sebuah lembaga pendidikan tinggi di Jakarta. Nasib merubah seluruh keseharian hidupnya.  Di usianya yang ke 37 tahun, Bunda Wati -begitu ia biasa disapa- melahirkan untuk pertama kalinya, lalu berhenti bekerja kantoran untuk memfokuskan diri mengasuh bayinya. Hal terburuk yang terjadi adalah ketika pasangan hidupnya meninggalkan Bunda Wati, membawa seluruh harta benda, tanpa tersisa.  “Dia memilih pergi dengan perempuan lain, dan membawa semua harta benda, ” ujar Bunda Wati menjawab pertanyaan saya dalam perbincangan santai usai talkshow berlangsung.

Untuk menopang hidup dan membiayai anak semata wayangnya, Bunda Wati mengembangkan usaha yang berawal dari hobinya membuat berbagai macam kerajinan tangan seperti boneka, bros,wadah-wadah perabot rumah tangga, dan hiasan rumah.  Beberapa diantaranya dibuat dari bahan-bahan sisa seperti kain perca, koran bekas, dan botol-botol minuman kemasan.  Bunda Wati pun menjadi produktif untuk bisa survive menghidupi diri dan anaknya. “Alhamdulillah, bisa untuk bayar kontrakan rumah, membiayai anak sekolah, dan makan kami,” ujarnya.  Dengan suka cita Bunda Wati menunjukkan beberapa hasil kerajinannya kepada pengunjung talkshow

Saya tak dapat menahan haru, saat mengetahui usia anak Bu Wati saat ini sudah 13 tahun.  Artinya, selama itu pula ia berjuang untuk survive. Selama itu pula ia produktif. Selama itu pula ia menjadi pembelajar yang tangguh.  Bunda Wati tidak bergerak sendiri.  Ia merangkul banyak perempuan untuk bergabung membuat kerajinan, agar dapat memenuhi permintaan pasar.  Namun, seringkali Bunda Wati dihadapkan pada etos kerja yang tidak sejalan dengan kebutuhan dinamika zaman.  “ Modal membuat kerajinan ini hanyalah kemauan dan kesabaran.  Tidak perlu pintar.  Semua bia dipelajari caranya. Tapi sayang, kadang sudah diajak, orangnya lebih suka ngobrol-ngobrol daripada bikin beginian, “ kata Bunda Wati.  Tak kuasa, saya memeluk erat Bunda Wati, seolah alam bawah sadar saya menginginkan untuk menyerap semangat dan jiwa pembelajar tangguhnya. 

Tiba-tiba saya pun teringat, suami saya pernah berkata bahwa begitu banyak orang menyikapi sebuah perbedaan dengan debat, tetapi berapa banyak orang yang menyikapinya dengan sebuah pemikiran positif. Berapa banyak orang yang berusaha menemukan sisi baik dari setiap hal, hal yang buruk sekalipun.  Ini sebagaimana yang dialami Bunda Wati.  Karena setiap momen tidak pernah terjadi untuk sia-sia, maka saya ingin mengatakan bahwa perbedaan-perbedaan pendapat tentang kiprah perempuan dan ibu dalam area non domestik akan selalu ada. Bukan itu yang kita cari.  Tapi sebaiknya lebih memfokuskan pada “menjadi produktif dan profesional versi kamu” , karena setiap perempuan/ibu punya potensi dan karakteristik masing-masing.  Punya jalan hidup dan passion masing-masing. No comparison. Dan tidak satupun berhak untuk menilai bahwa yang satu lebih mulia dibandingkan yang lain.  



Sebuah pelajaran berharga tentang produktif versi masing-masing narasumber dalam talkshow ini membuka pikiran saya tentang satu hal. Bahwa tanpa menjadi pembelajar yang tangguh, mustahil seorang ibu bisa menjadi produktif dan profesional. Ibu pembelajar yang tangguh adalah sebuah keniscayaan.  Dalam hal ini ibu membutuhkan dukungan penuh dari suami dan keluarga. Ibu perlu diberi kepercayaan dan kesempatan untuk menjadi produktif dan profesional. Sebab, dampaknya akan terasa bagi keluarga dan lingkungan.  Ibu pembelajar akan menularkan virus pembelajar sehingga akan terbit manusia-manusia pembelajar dalam lingkungan yang senantiasa dinamis.  Semoga. Tetap semangat ibu-ibu....untuk menjadi lebih produktif dan profesional! (Opi)


#IbuProfesional, #IIPDepok, #Milad4Tahun, #BundaProduktif, #IbuProfesionalDepok

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Profesionalisme Terintegrasi Seorang Ibu: Ini Versi Saya

Profesional bukan cuma buat jenis-jenis pekerjaan di ranah publik. Menjadi ibu yang berkiprah di ranah domestik maupun di ranah pu...