Kamis, 04 Juni 2015

Manajemen Jenuh: Tetap Produktif Saat Suntuk

Rutinitas pada batas periode tertentu menerbitkan rasa jenuh. Beban pikiran, fisik, dan mental yang melampaui batas pada titik tertentu juga memicu suntuk.  Namun pada saat yang sama hidup harus terus berjalan, semangat tidak boleh pudar, dan tujuan harus tetap pasti.  Itu prinsip saya.  Anda mungkin sepakat bahwa kita semua perlu manajemen saat jenuh, yang membuat kita tetap dapat produktif walaupun merasa suntuk. Bisa berbeda untuk individu dengan aktifitas yang berbeda, namun prinsipnya sama: jangan biarkan jenuh mematikan kreatifitas dan jiwa berkarya.
A. Tanda Tanda Jenuh dan Suntuk
Tidak bersemangat melakukan pekerjaan, sulit berkonsentrasi, dan tidak ada ketertarikan terhadap objek mungkin merupakan tanda-tanda bahwa kejenuhan sudah menghinggapi Anda.  Mudah mengantuk, merasa ingin mengalihkan perhatian dari objek yang ada di depan Anda, atau membayangkan hal-hal di luar yang sedang Anda kerjakan juga mungkin pertanda Anda sudah suntuk.
Dalam kadar yang lebih berat, ketika Anda sudah berada pada kejenuhan level tinggi, mungkin Anda akan merasa malas setiap bangun tidur membayangkan akan melakukan aktifitas yang itu-itu lagi hingga berakhirnya hari.  Berhati-hatilah, jika sudah merasakan yang seperti itu, tandanya Anda sudah terlalu lama membiarkan kejenuhan berlarut-larut menghinggapi diri.  Anda perlu segera antisipasi.  Lalu, bagaimana caranya?....
B. Identifikasi sebab spesifik kejenuhan
Pertama, Anda wajib tahu betul penyebab kenapa Anda jenuh dan suntuk.  Mengapa penyebab kejenuhan dan rasa suntuk perlu diidentifikasi secara spesifik terlebih dulu? Tujuannya sederhana, segala sesuatu yang diketahui secara spesifik penyebabnya akan lebih mudah ditangani dengan treatment yang sesuai dengan sebabnya. Jenuh karena pekerjaan kantor yang itu-itu saja tanpa tantangan baru, akan berbeda cara penanganannya dengan jenuh aklibat kehidupan yang hambar dalam rumah tangga.
Dalam beberapa hal, Anda mungkin mengalami kesulitan mengidentifikasi penyebab kenapa Anda merasa suntuk dan jenuh, karena bisa jadi penyebabnya adalah kombinasi dari banyak hal yang bertumpuk-tumpuk menjadi satu.  Mungkin pekerjaan sangat banyak tapi membosankan sebab isinya melulu hal sama yang Anda kerjakan selama bertahun-tahun. Dan pekerjaan yang sudah terasa membosankan itu masih harus dipadukan dengan hubungan interpersonal yang juga di titik jenuh antara Anda dan pasangan. Atau, bisa jadi kejenuhan malah bertambah karena hasil penanganan yang salah dari kejenuhan terdahulu.
Bagaimana Anda bisa tahu persis sebab kejenuhan?... Sederhana saja.  Saat merasa jenuh, coba Anda jawab dengan jujur, hal apa yang paling Anda inginkan saat perasaan jenuh itu hinggap?... Sebagai contoh, Saya pernah merasa sangat malas berangkat ke kantor.  Pekerjaan yang begitu-begitu saja tanpa adanya tantangan baru membuat saya ingin lari dari hadapan tugas-tugas itu.  Saya menilai, tidak ada pencapaian membanggakan dari apa yang saya kerjakan dengan rutin dan penuh dedikasi. Nah, mulanya saya tidak menyadari hal tersebut.  Karena dalam pandangan rekan kerja dan atasan, saya telah menunjukkanattitude yang baik, tidak ada masalah dengan hasil pekerjaan saya.

Sampai akhirnya, selain merasa malas ke kantor, saya mulai tidak fokus saat di kantor.  Saya mencuri-curi waktu untuk melakukan hal-hal yang saya sukai pada jam kerja.  Kebetulan saya suka menulis, maka saya mengalihkan perhatian saya pada kegiatan tulis menulis bahkan saat jam kerja! Pada saat saya berhasil menyelesaikan satu tulisan yang telah memuat seluruh apa yang ada di pikiran dan hati saya, saya merasa puas.  Lalu secara tidak sadar, saya kembali pada pekerjaan saya dengan semangat.  Barulah saya mulai menyadari bahwa saya jenuh dengan pekerjaan saya bukan semata-mata karena pekerjaan itu memang menjemukan bagi saya.  Melainkan karena sebagai pribadi, saya memiliki target achievement yang mana itu ternyata tidak seluruhnya dapat diterapkan di lingkungan tempat kita bekerja. Nah akhirnya saya sadar penyebab kejenuhan itu ada dari dalam diri saya sendiri.
Itu hanya contoh kecil.  Anda bisa menggalinya sesuai dengan yang Anda alami.  Misalnya, jika Anda seorang muslim, dan sebanyak lima kali pergi ke masjid untuk menunaikan sholat wajib lima waktu berjamaah setiap hari, dalam hitungan bulan mungkin Anda akan merasa jenuh.  Apakah dengan jenuh itu Anda akan berhenti pergi ke masjid untuk sholat berjamaah dan memilih untuk sholat sendiri saja di rumah?... Tentu tidak demikian.  Anda hanya perlu menelisik lebih dalam, bagaimana rutinitas itu dapat selalu memberikan hikmah dan nuansa baru dalam jiwa dan hidup Anda. Mungkin Anda bisa ke masjid melalui jalan yang berbeda, dengan berjalan kaki atau dengan kendaraan berselingan, atau tajamkan hati setiap saat untuk mendapatkan inspirasi baru dari sholat berjamaah di masjid.
C. Rencanakan dan Lakukan Hal yang Berbeda, Beri Warna, dan Ambil Tantangan Baru
Saya tidak menyarankan Anda selalu harus berhenti melakukan aktifitas yang menjadi sebab kejenuhan Anda.  Anda hanya perlu melakukan sedikit saja pengalihan, pembaharuan, dan pembubuhan warna baru dalam detil aktifitas itu. Jika selama ini pekerjaan rutin membuat Anda bosan, coba beri warna baru dalam satu atau dua bagian di dalam pekerjaan rutin itu.  Bagi Saya, menyelingi beberapa laporan dengan membuat dua atau tiga bait puisi- atau menelpon anak-anak di rumah sekedar mendengarkan suara bocah yang riang- bisa mengusir jenuh level rendah.
Namun ada kalanya, Anda juga perlu untuk berhenti sejenak dan merencanakan serta melakukan hal yang berbeda sama sekali ketika jenuh itu sudah meningkat.  Tapi ingat, jangan asal beda. Prinsipnya, setiap waktu kita adalah berharga. Jenuh bukan alasan untuk diam, tak menghasilkan. Kegiatan yang berbeda, dan bernilai guna bagi sesama, itulah yang harusnya menjadi pengalihan saat jenuh.  Saat saya jenuh dengan pekerjaan saya, saat ide-ide yang dihasilkan melalui usaha yang tidak mudah, lalu mental membentur tembok oleh kepentingan yang di luar batas kewenangan saya, saya mengambil langkah “lakukan aktivitas lain yang membuatmu bermanfaat bagi sesama”.
Saya memilih untuk memberi ruang gerak pada otak kanan saya untuk berkreasi, karena pekerjaan saya menyita lebih banyak otak kiri.  Terjun ke kegiatan kemasyarakatan nirlaba dengan menjadi relawan adalah pilihan saya.  Membuat brosur, materi sosialisasi, dan cuap-cuap untuk bidang keahlian yang sudah saya tekuni di bangku kuliah, memang tidak memberikan keuntungan secara materi pada saya.  Tapi itu sebetulnya tak terbayar.  Kepuasan karena ada banyak hal yang saya miliki masih bermanfaat bagi sesama, adalah bayaran yang paling tinggi untuk seorang relawan.  Karena saya merasakan betapa mahalnya pendidikan dan harus dapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikan tinggi (jika tidak, saya tidak bisa kuliah) maka saya sangat senang bisa menjadi relawan di bidang pendidikan.
Dalam kasus kejenuhan model ini, saya sebagai subjek merasa tidak berguna di tempat saya bekerja, kasarnya seperti itu.  Tetapi sesungguhnya sumber daya dalam diri saya membuktikan bahwa saya masih berguna kok.  Dengan mengembalikan kepercayaan diri bahwa kita memang bermanfaat, setidaknya akan melawan aksioma yang ada.  Sekaligus, saya tetap bisa produktif, tetap menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Kadang, malah menambah teman, relasi, dan memperluas wawasan pergaulan yang sehat.

Jadi, saat jenuh jangan diam.  Ambil tantangan baru dengan melakukan hal-hal yang selama ini Anda pikir tidak akan bisa Anda lakukan. Selama itu positif, lakukan.  Lakukan sesuatu yang di luar kebiasaan, untuk variasi.  Atau lakukan selingan kegiatan yang tidak pernah sempat Anda lakukan saat Anda dibebani rutinitas pekerjaan.  Saya tidak pernah suka  olahraga lari dan berenang.  Tapi saya pernah mencoba melakukannya dengan pasangan dan anak-anak untuk sejenak mengalihkan diri dari kejenuhan.  Hasilnya?  Saya merasakan betapa berartinya mencurahkan kasih sayang kepada keluarga dalam kondisi apapun.  Dan itu menjadi kekuatan yang besar untuk melawan atau lari dari jenuh.  Motivasi baru pun lahir.  Suasana dan warna baru dari jiwa dan batin kita akan muncul.  Mau coba?... Percayalah it works!
D. Temukan Passion Anda
Penting sekali untuk menemukan di mana passion Anda. Kegiatan yang menjadi passion Anda adalah kegiatan yang dapat Anda lakukan dengan sukacita penuh gairah dan semangat dan Anda tidak pernah merasa rugi melakukannya walaupun tidak dibayar dengan materi atau apapun.Passion saya ada di dunia tulis menulis, dan cuap cuap.  Ketika tulisan saya dibaca banyak orang dan memberikan manfaat bagi orang yang membacanya, di situ letak kepuasan saya. Jika tulisan saya menang lomba, itu menjadi kepuasan tersendiri juga walaupun misalnya hadiahnya tidak berupa materi.  Saat Anda telah menemukan dimana letak passion Anda, berbahagialah.  Sebab, passion sangat berguna ketika kejenuhan itu melanda, sebagai alternatif pengalihan.
Orang-orang yang kebetulan dalam pekerjaannya bukan berada di wilayah passionnya, dan suatu saat mengalami kejenuhan, bisa “switch” diri ke kegiatan-kegiatan yang menjadi passion dalam hidupnya.  Misalnya Anda seorang pekerja kantoran yang punya passion di dunia masak memasak.  Ketika jenuh, kenapa tidak mencoba untuk mencoba resep baru , berbagi, dan ikut kompetisi?.... Kenapa tidak?... Tidak menutup kemungkinan kita mengasilkan prestasi di bidang lain ketika kita sedang jenuh di satu bidang.  Jadi, saat jenuh pun sesungguhnya kita bisa tetap produktif.
E. Definisi Produktif Versi Anda
Ya, Anda tetap bisa produktif saat jenuh.  Namun, definisikan dulu produktif versi Anda sendiri.  Tidak perlu terpengaruh dengan orang lain.  Definisi produktif versi saya adalah jika setiap waktu Saya bisa melakukan hal yang bermanfaat bagi sesama.  Sekecil apapun.  Dan tidak melulu dalam bidang yang menjadi keahlian saya. Maka, ketika saya jenuh dengan pekerjaan kantor, saya beralih ke rumah, atau masyarakat.  Karena saat jenuh saya sering merasa tidak berguna di bidang itu, maka saya mengkompensasikannya ke bidang lain yang nyata-nyata membuktikan bahwa kita tetap bermanfaat bagi orang-orang yang kita sayangi dengan melakukan hal-hal yang juga bermanfaat.

Bagaimana dengan Anda?... Mungkin akan ada orang yang mendefinisikan produktif versi dirinya adalah ketika jenuh, tapi tetap bisa menyelesaikan 50% dari pekerjaan yang menjemukan itu.  Tidak masalah.  Itu tetap dalam kerangka “tidak diam” .  Tetap berupaya bahwa sisa potensi yang 50% digunakan untuk melakukan selingan dalam rangka untuk tetap berada di dalam rasa tanggung jawab.  Asalkan, jangan asal selingan.  Dan jangan asal beda.  Anda sendiri yang dapat menilai, apakah pengalihan Anda akan semakin menjerat diri dalam kejenuhan atau justru memberikan penyegaran.
F. Pilih Untuk Bahagia
Akhirnya, lepas dari seberat apapun kejenuhan yang melanda, setiap orang pasti pernah dan akan jenuh.  Masih dan masih akan suntuk.  Manusiawi.  Di tangan Anda sendiri faktor penentu apakah Anda akan berhasil atau gagal untuk menetralisir kejenuhan dan mengatasi suntuk.  Tapi yang paling penting, pilihlah untuk menjadi bahagia, apapun itu.  Percayalah bahwa Allah SWT telah menciptakan kita dengan segenap potensi yang ada di dalam masing-masing diri kita dengan seadil-adilnya.  Tidak ada yang kurang sedikitpun.
Kita hanya perlu banyak-banyak bersyukur.  Salah satu wujud rasa syukur itu adalah dengan memunculkan potensi yang ada, sehingga percaya saat jenuh melanda, ada sisi lain dari dalam diri kita yang masih bisa dimunculkan untuk meraih prestasi dan tetap produktif.





Rasa syukur itu akan memunculkan rasa bahagia.  Dan kadang, rasa syukur itu juga diwujudkan dengan cara yang kadang kita tak pernah benar-benar paham.  Pada satu waktu, mungkin kita akan mengalami di saat kita tidak tahu lagi harus melakukan apa dan hanya bisa bercakap-cakap denganNYA seraya berkata “ Ya Rabb, sesungguhnya aku bertahan, walau tak tahu seberapa kuat akan bertahan, semata-mata karena rasa syukurku kepada MU”.
Pilihlah untuk selalu bersyukur, untuk memunculkan rasa bahagia.  Karena menurut saya, itulah yang utama.  Anda sepakat dengan saya?....
**ditulis saat sedang jenuh dan alhamdulillah berhasil mengatasinya kembali.... alhamdulillahirabbil alamiiin.......
dapat dibaca juga di www.kompasiana.com/novi.ardiani

Tetap Nyaman Menyusui Walau Si Kecil Mulai Menggigit

Tiap tahapan menyusui memiliki tantangannya tersendiri. Saat sudah lulus S2 ASI (1 tahun), tantangan yang paling sering ditemui dan membuat ibu akhirnya menyerah (hingga berhenti menyusui) adalah saat gigi-gigi si kecil semakin banyak tumbuh. Si kecil mulai suka menggigit, termasuk menggigit puting ibu saat menyusui. Ibu sering menjadi gusar dan kesakitan, hingga akhirnya memutuskan untuk berhenti memberikan ASI pada bayinya sebelum genap 2 tahun.
Gusar dan sakit itu bisa diatasi. Tidak sulit, namun membutuhkan kesabaran dan keyakinan. Bayi berusia satu tahun ke atas sudah lebih mudah diajak berkomunikasi dengan verbal dan non verbal. Memberi pemahaman kepada bayi untuk berhenti menggigit puting dengan cara yang tepat, justru akan meningkatkan hubungan emosional ibu-bayi yang dipupuk saat menyusui. Sebelum menerapkan cara berkomunikasi kepada bayi agar berhenti menggigit puting, sebelumnya ibu perlu memahami terlebih dulu penyebab bayi menggigit.
Sejauh pengalaman saya, bayi menggigit puting bukan tanpa sebab. Beberapa sebab yang sempat saya identifikasi adalah sebagai berikut. Agar tetap nyaman menyusui ketika bayi mulai menggigit, ibu perlu memberikan respon yang tepat pada bayi, sesuai dengan penyebabnya.
1. Menggigit puting sebagai bentuk “protes” bayi karena pada saat menyusui, ibunya tidak mencurahkan seluruh perhatiannya kepada bayi. Ibu yang menyusui bayi sambil memegang handphone, memainkangadget atau melakukan aktivitas lainnya biasanya akan mendapatkan gigitan ini. Ibu menyusui seharusnya sadar sepenuhnya bahwa menyusui bukan semata-mata memberi makan anak, tetapi juga menjalin komunikasi dan melimpahkan kasih sayang kepada anak. Bayi juga punya perasaan. Ketika ibu membagi perhatian dengan benda lain, sudah pasti bayi akan merasa diabaikan. Karena ia belum bisa bicara, ia mengungkapkan perasaannya dengan menggigit. Ada juga yang ditambah dengan memukul-mukulkan anggota tubuhnya.

Respon ibu, saran saya, sebaiknya hentikan semua kegiatan saat menyusui bayi. Fokus. Tatap matanya, belai rambutnya, sentuh pipi dan telinganya, lakukan sentuhan yang membuatnya nyaman dan merasa disayang. Beri bayi senyuman yang tulus. Ajak bayi bicara dengan bahasa yang ramah dan penuh kasih sayang. Katakan, “Dede minum ASI supaya sehat ya, supaya cerdas, supaya hebat” , atau, “Dede sayang, minum ASI bunda yaaa.... nanti tumbuh sehat dan cerdas....anak bunda hebat.”
Jika anda terlanjur mengabaikannya, dan ia menggigit dengan kuat, jangan berteriak. Teriakan ibu hanya akan membuat bayi kaget atau menangis, tanpa ia tahu kenapa. Kemungkinan malah bayi merasa semakin sedih karena “dimarahi” ibunya. Tahan sakit karena gigitannya, dan minta maaf kepada bayi sambil memeluk atau membelainya.
2. Menggigit puting sebagai bentuk keinginan bayi bermain dan bercanda dengan ibunya. Bayi punya bahasa tersendiri untuk mengungkapkan perasaan. Menangis, menghentakkan anggota tubuh, dan menggigit adalah yang paling umum. Ibu perlu peka untuk urusan yang satu ini.
Respon ibu, menurut saya, sebaiknya jangan berteriak saat bayi menggigit. Tahan rasa sakit dan perlahan-lahan ajak bayi bicara bahwa menggigit puting itu membuat ibu merasa sakit. Katakan pada bayi,” Dede sayang, kalau puting bunda digigit terasa sakit, bisa luka dan nanti dede jadi susah untuk menyusu. Jangan gigit ya de...kita main-mainnya yang lain yaaa...yang ngga buat bunda merasa sakit....oke sayaang...”
Berdasarkan pengalaman saya, bayi usia satu tahun ke atas sudah mengerti verbal sedemikian. Untuk beberapa bayi bahkan sudah dapat merespon dengan bahasa balasan versi dirinya walau lafalnya tidak jelas.
3. Menggigit puting karena bayi sudah kenyang menyusu tapi ibu tidak tanggap. Setelah kenyang menyusu, ada bayi yang langsung tertidur dan puting lepas dengan sendirinya dari mulutnya. Ada pula yang menarik puting dengan keras, menggigit dan menghentaknya sebelum akhirnya ia tertawa atau tersenyum. Menggigit puting bisa saja menjadi salah satu “gaya “ bayi ketika mengakhiri proses menyusu. Kadang kita sebagai ibu kurang tanggap.
Respon ibu, menurut saya, sebaiknya fokus saat menyusui sehingga sudah tanggap kapan bayi kenyang dan mulai bermain-main dengan puting. Beberapa bayi merasa nyaman memainkan puting ibunya, tapi kita sebagai ibu harus mulai mengajarinya untuk bersopan santun juga dengan cara yang santun. Katakan padanya secara lembut bahwa menggigit puting membuat ibu sakit dan ajari bayi bahwa ia dapat menerima rasa nyaman pula dari dekapan dan pelukan tanpa harus menyakiti ibu dengan menggigit.

4. Menggigit puting karena rasa aneh pada gusi akibat pertumbuhan gigi geliginya. Ketika gigi-gigi bayi tumbuh semakin banyak, merobek gusi dan muncul ke permukaan, mungkin bayi merasa aneh pada gusinya. Mungkin gatal, mungkin kasar. Seringkali perasaan aneh itu ingin dikomunikasikan kepada kita ibunya dengan menggigit.
Respon ibu, menurut saya, sebaiknya pahami perasaan bayi. Katakan padanya bahwa menggigit puting tak kan menghilangkan rasa gatal atau aneh pada mulutnya, malah menyakiti ibu. Berikan solusi yang lebih aman, misalnya “teether” steril yang aman untuk bayi untuk menyalurkan keinginannya menggigit. Katakan dan berikan solusi dengan lembut dan beri bayi pengertian. Kita harus yakin bahwa bayi-bayi kita itu pintar. Mereka mengerti apa yang dikatakan ibunya asalkan kita menyampaikannya dengan penuh kasih sayang.
Dengan mengetahui sebab menggigit dan meresponnya secara tepat, para ibu bisa tetap menyusui dengan nyaman tanpa harus menahan rasa sakit di puting karena gigitan bayi. Percayalah, bayi tak kan menggigit tanpa sebab. Jadi, gigitannya bukan alasan untuk berhenti memberikan ASI sampai dua tahun. Ibu menyusui harus terus penuh semangat, jangan mudah menyerah karena alasan yang sebenarnya datang dari diri kita sendiri. Jadikan proses menyusui sebagai salah satu wahana melatih anak bersopan santun, berbagi perasaan dan memahami satu sama lain. Selamat mempraktekkan....semoga bermanfaat.....
Juga dapat dibaca di www.kompasiana.com/novi.ardiani

Manajemen ASI Ibu Bekerja dan Dukungan Ayah : Tinjauan dari Sudut Pandang Psikis



 Anda ibu bekerja yang meninggalkan bayi lebih dari 12 jam setiap hari? Nyaris putus asa dan hampir memutuskan untuk berhenti memberikan ASI eksklusif pada bayi?.. Tunggu dulu.  Bekerja, dan meninggalkan bayi selama jam kerja kantoran, bukan alasan bagi ibu untuk berhenti menyusui.  Walau memilih untuk bekerja, ibu tetap berkewajiban menyusui bayinya hingga 2 tahun atau lebih.  Manajemen ASI yang tepat dan kedisiplinan ibu adalah jawaban untuk sukses dalam breastfeeding activity ibu bekerja. 

Pertama, Ibu harus sepakat dengan prinsip bahwa manajemen ASI harus dilandasi oleh motivasi dan tekad yang kuat untuk memberikan yang terbaik bagi buah hati ibu.  WHO dan UNICEF merekomendasikan agar bayi hanya diberi ASI selama 6 bulan dan dilanjutkan disusui hingga 2 tahun disertai makanan pendamping ASI.  Ajaran Islam menyuruh muslimah untuk menyusui bayi mereka selama dua tahun atau lebih. Dalam konteks ini jelas terkandung nilai ibadah dalam breastfeeding activity seorang ibu yang juga bekerja untuk membantu suami dalam menghidupi keluarga.  Namun, dalam menjalaninya seringkali tidaklah mudah. Tidak mudah bukan berarti tidak bisa.  Ibu akan menghadapi tantangan yang sebetulnya semakin menguji eksistensi dan predikat Ibu dalam arti yang sesungguhnya.

Selain motivasi yang kuat dari dalam diri, Ibu butuh pengetahuan yang cukup dan dukungan dari pasangan dan lingkungan.  Pengetahuan yang cukup tentang manajemen ASI sebaiknya mulai dipelajari ibu sejak mengandung, sejak sang calon ibu memutuskan untuk tetap bekerja setelah melahirkan.  Euphoria Ibu menyambut kehadiran buah hati kadang mengesampingkan pentingnya pengetahuan tentang manajemen ASI.  Memasuki trimester akhir kandungan, ibu kadang lebih sibuk berbelanja materi persiapan melahirkan ketimbang mempersiapkan fungsi-fungsi organ breastfeeding dan mental menyusui bayi.  Inilah yang sering luput. 

Marilah kita mulai untuk sepakat bahwa manajemen ASI itu wajib dipelajari Ibu sejak mengandung.  Manajemen ASI adalah cara cara bagaimana pengaturan untuk memudahkan Ibu terutama Ibu bekerja dalam menyusui, memerah, menyimpan, dan memberikan ASI perah (ASIP) dengan cinta kepada bayi.  Di dalamnya terkandung hal-hal yang sifatnya biologis dan psikologis.  Secara biologis, setiap ibu yang melahirkan sudah ditakdirkan organ reproduksinya siap untuk proses reproduksi, begitu pula organ-organ breastfeedingnya.  Namun, faktor psikologis seringkali menurut pengamatan saya, seolah meniadakan kesiapan breastfeeding itu.  Masih ada ibu yang tidak percaya diri bahwa dirinya mampu menyusui, sampai yang berpikir bahwa air susunya tidak akan mencukupi kebutuhan bayi.  Ditambah lagi, jika tidak ada dukungan dari pasangan dan lingkungan, semakin rendahlah motivasi ibu untuk menyusui hingga 2 tahun.  Dan yang lebih menyedihkan adalah ketika “bekerja di kantor” dijadikan alasan ibu untuk berhenti menyusui lebih awal.



Saya, adalah yang termasuk berpikir seperti itu.  Pada awalnya.  Rasanya tidak sanggup harus berangkat ke kantor di pagi buta dengan “gembolan” perabotan memerah, naik kereta yang selalu penuh dari Depok ke Jakarta, memerah ASI dua hingga tiga jam sekali pada jam kerja sembari dibuntuti deadline pekerjaan, hingga masih sulitnya mendapat tempat yang nyaman untuk memerah ASI di tempat kerja pada saat itu. Tapi itu hanya pada awalnya.  Dari situ sebenarnya akhirnya saya belajar manajemen ASI. Pencapaian ASI ekslusif 6 bulan, satu tahun dan hingga dua tahun pun bisa diraih.  Saya mencatat beberapa poin yang penting untuk dilakukan dalam manajemen ASI, berdasarkan waktu.  Dan di setiap periode waktu, mutlak dibutuhkan dukungan pasangan (ayah) serta lingkungan (tenaga kesehatan, keluarga, asisten/ibu penggangti/pengasuh bayi, atasan, dan pemerintah/negara).

Berikut saya ulas masing-masing periode dengan konsekuensi psikis di tiap fasenya, dan bagaimana ayah berperan untuk mendukung ibu menyusui yang tetap bekerja.

1.      Trimester ketiga masa kehamilan

Pada masa ini, adalah saat yang tepat bagi ibu untuk mempelajari secara teoretis tentang bagaimana proses produksi ASI dalam payudara, faktor-faktor yang mendorong dan menghambatnya, tata laksana menyusui, Inisiasi Menyusu Dini (IMD), cara menyusui bayi, cara memerah ASI dengan tangan dan pompa, cara menyimpan ASI perah, cara memberikan ASI perah kepada bayi, hubungan ibu-bayi dalam laktasi, komposisi ASI dan bagaimana ASI berperan dalam tumbuh kembang bayi.  Ibu dapat mulai menyiapkan kebutuhan breastfeeding seperti pompa yang cocok, botol penyimpan ASI perah, ice gel, ice bag, dan pernak perniknya.  Saat ini, banyak produsen menyediakan perlengkapan breasfeeding mulai dari yang praktis, girly, dan lucu tanpa mengurangi nilai fungsinya.  Ini akan membuat ibu semangat dalam melakukan kegiatan breastfeeding.

Peran ayah dalam fase ini adalah ikut membaca dan mengetahui apa yang dipelajari ibu tentang laktasi (menyusui).  Walau tak harus paham semua, setidaknya ayah memberikan dukungan dengan mengkondisikan ibu agar semangat dalam menghadapi masa menyusui kelak.  Saat ibu memutuskan untuk tetap bekerja setelah melahirkan, itu adalah keputusan bersama ibu dan ayah yang konsekuensinya juga sudah dipahami bersama. 


2.      Due date hingga usai cuti maternal

Setelah bayi lahir dari rahim Ibu, alamiahnya setiap Ibu siap menyusui bayi.  IMD yang tepat selama minimal satu jam akan membuat bayi secara natural menyusu dengan wajar kepada ibunya.  Setelah itu, sesegera mungkin susui bayi.  Bagi ibu yang melahirkan melalui sectio, dapat mulai menyususi sambil berbaring.  Jangan kuatir apabila air susu belum keluar atau hanya keluar sedikit.  “Sedikit” itu adalah persepsi kita.  Secara natural, air susu yang keluar adalah sesuai dengan kebutuhan bayi pada saat itu.  Tetap dekatkan bayi ke dada Ibu untuk memberinya kenyamanan bunyi detak jantung.  Pilih rumah sakit ataupun bidan yang pro ASI dan IMD, dan rawat gabung untuk mendekatkan ibu dengan bayi secara fisik dan psikologis.  Kedekatan itu akan menumbuhkan rasa cinta ibu kepada bayi.  Perasaan bahagia ibu akan mengaktifkan hormon oksitosin yang berperan dalam produksi ASI. 

Pengalaman saya, hingga hari ketiga setelah bayi lahir, ASI baru mulai keluar dengan lancar, setelah perawat dengan sabar mengajari cara massage payudara dengan washlap yang dibasahi air hangat.  ASI yang keluar pun menurut pendapat saya “sedikit”.  Tapi birakan saja.  Tetap susui bayi dua jam sekali, atau sesuka bayi.  Jangan kuatir kalau bayi belum mau menyusu dalam tiga hari awal kehidupannya.  Sebab, cadangan makanan dalam tubuh bayi memang telah diatur sedemikian rupa oleh Sang Khalik hingga dia tidak akan kelaparan dalam 3 kali 24 jam.  Pengalaman saya, setelah bayi mengeluarkan meconium (buang air besar yang pertama pada bayi baru lahir), setelah itu ia mulai mau menyusu dengan makin intens.  Naluri ibu akan menggerakkan dan memahami kapan bayi mau menyusu, kapan ia hanya sekedar ingin mencari kenyamana di dada ibunya. 

Pada masa ini, adalah masa yang sangat krusial untuk keberhasilan menyusui.  Ibu harus percaya diri bahwa ia mampu menyusui bayinya.  Cukup makan makanan bergizi dan berpikir positif sangat besar maknanya.  Saat menyusui, ibu perlu memperhatikan perlekatan yang benar antara mulut bayi dengan areola payudara ibu agar ASI yang diisap maksimal dimanfaatkan bagi pertumbuhan bayi.  Posisi menyusui yang benar juga sangat mempengaruhi keberhasilan awal menyusui. 

Pada fase ini, ibu dapat mulai menabung memerah ASI untuk disimpan dalam freezer dan digunakan sebagai stok ketika nanti kembali bekerja di kantor.  Saya sendiri baru mulai menabung ASI perah tiga minggu sebelum kembali bekerja. Sempat tidak percaya diri karena beberapa teman kantor yang secara ekonomi lebih beruntung, sudah mulai menabung ASI perah sejak dua bulan sebelum usai cuti dan membeli freezer khusus berkapasitas besar untuk menyimpan ASIP.  Tapi dengan niat kuat dan tetap berpikir positif bahwa saya bisa dan ASI saya cukup untuk bayi saya, maka akhirnya di hari pertama masuk kantor saya cukup berbahagia melihat freezer lemari es sudah penuh sesak dengan ASIP dalam plastik kemas maupun botol. 

Sebulan setelah melahirkan, saya baru mulai belajar memerah dengan tangan (MERMET).  Menurut saya, setiap ibu menyusui wajib bisa memerah dengan tangan, in case suatu waktu pompa tertinggal atau rusak.  Kita tetap dapat memerah ASI dengan maksimal, tidak melulu bergantung pada alat.

Peran ayah dalam fase ini adalah memberikan dukungan kepada ibu untuk fokus kepada bayi, dan tidak membebani dengan tuntutan perhatian yang berlebihan.  Sekali waktu menggendong bayi atau mengganti popok saat ibu harus memerah atau beristirahat  adalah bentuk dukungan dalam wujud yang lain.  Kelihatannya sepele, tapi sangat berarti bagi ibu, apalagi ibu dengan kondisi baby blues (emosi sedih dan lelah berkepanjangaan pasca melahirkan).


3.      Usia bayi 3 sd 6 bulan

Pada fase ini, ibu mungkin mengalami perasaan sedih yang agak berlebihan karena mulai harus terpisah dengan bayi selama jam kerja.  Sementara kedekatan dengan bayi telah terjalin erat selama cuti maternal.  Ibu dengan penuh kesadaran harus mampu mengelola perasaan dan stress agar tetap terkendali.  Perlu ibu pahami bahwa produksi ASI sangat ditentukan oleh hormon prolaktin, oksitosin, dan inhibitor. 

Hormon prolaktin berkaitan dengan suplai demand ASI dan tidak dapat dimanipulasi.  Setiap payudara dikosongkan dari ASI  dengan menyusui atau memerahnya, saat itu pulalah otak akan memerintahkan payudara untuk memproduksi ASI sejumlah yang dikosongkan dengan penerjemahan bahwa jumlah yang dibutuhkan itu adalah sejumlah yang telah dikeluarkan.  Karena itu, semakin sering ASI diperah atau disusukan kepada bayi, akan semakin kontinyu produksinya sesuai dengan yang dibutuhkan.  Itu sebabnya ibu tidak perlu kuatir ASI tidak cukup.  Ibu hanya perlu percaya diri, selama payudara dikosongkan secara teratur (menyusui dan memerah secara teratur dua sampai tiga jam sekali), selama itu pula keberlangsungan produksi ASI akan terjaga. 



Hormon oksitosin berkaitan dengan kondisi psikologis ibu menyusui.  Jika ibu dalam kondisi bahagia, nyaman, dan senang, maka produksi hormon ini akan meningkat yang akan berdampak pada kelancaran pengeluaran ASI.  Ini dapat dimanipulasi. Ibu dapat mengkondisikan dirinya untuk bahagia atau sedih, itu pilihan. 

Hormon inhibitor adalah penghambat yang akan menyebabkan ASI justru tidak keluar (mampet).  Hormon ini justru keluar apabila ASI tidak dikeluarkan oleh ibu menyusui. Sebenarnya, dengan disiplin pumping (memerah ASI dan waktu2 menyusui), hormon ini tidak akan bekerja.  Prinsipnya adalah semakin sering dikeluarkan, ASI semakin lancar.  Semakin jarang atau tidak dikeluarkan, ASI akan semakin terhambat produksinya hingga akhirnya kita berpikir bahwa kita tidak mampu menyusui atau memerah.  Padahal kita yang tidak sadar bahwa manajemen kita yang salah.

Peran ayah di fase ini, adalah menjaga emosi ibu dan tidak membuat ibu menjadi sedih atau merasa bersalah berkepanjangan.  Setelah tiga bulan, masa nifas telah berakhir, dan kehidupan seks pasangan mungkin mulai aktif.  Namun, kelelahan ibu bekerja yang menyusui mungkin membuat ibu akan menurun gairah seksualnya.  Pasangan perlu memberikan dukungan, bukan malah menyalahkan kondisi yang akan membuat ibu semakin sedih atau merasa bersalah.  Ayah sudah seharusnya berbicara dengan nada dan kata-kata yang positif sebab ASI eksklusif sampai 6 bulan biasanya mengalami godaaan pikiran bahwa ASI tidak cukup dan kuatir bayi kelaparan. 

Dukungan dari ibu pengganti yang merawat bayi di rumah juga sangat penting.  Ibu wajib menyamakan persepsinya dengan ibu pengganti agar tujuan pemberian ASI ekslusif 6 bulan bisa tercapai dengan lancar.  Segera susui bayi setelah sampai di rumah, dan jangan tunda waktu memerah.  Ajari ibu pengganti menyimpan dan memberikan ASIP steril dengan baik. Jangan gampang stress, berdamailah dengan kenyataan.


4.      Usia bayi 6 sd 12 bulan

Biasanya, jika ASI eksklusif 6 bulan sudah berhasil, ada rasa bahagia yang tidak terhingga sehingga akan memotivasi ibu bekerja untuk terus berjuang hingga bayi berusia 1 tahun.  Pada usia 6 bulan, bayi sudah boleh mulai diberikan makana pendamping ASI sehingga frekuensi menyusui mungkin akan sedikit berubah.  Pada masa ini, bayi mulai merangkak, tumbuh gigi, belajar merambat dan mengeluarkan suara-suara yang menyenangkan. 



Saya merasakan, pada fase inilah breastfeeding terasa sangat menyenangkan karena ritme menyusui dan memrah sudah terkendali dengan baik.  Rsanya, kita sudah dapat mengendalikan banyak hal dalam diri dan di luar diri kita berdasarkan pengalaman pada bulan-bulan sebelumnya.  Peran ayah pada fase ini adalah tetap mengingatkan ibu untuk mengontrol emosi dan memfokuskan diri pada hal-hal yang positif.


5.      Usia bayi 12 hingga 24 bulan

Pada fase ini, frekuensi memerah sudah jauh berkurang dari saat bayi masih di bawah satu tahun.  Tidak perlu kuatir, ini sesuai dengan kebutuhan bayi. Jika sebelum satahun bayi bisa menghabiskan hingga 800 cc ASI setiap harinya, makan dia ats usia setahun bayi sudah cukup dengan dua gelas (sekitar 500 cc) ASI seharinya.  Dengan catatan, makanan pendamping ASI adalah makanan bergizi yang sesuai dengan kebutuhan bayi. 

Sayangnya, banyak ibu bekerja yang memilih berhenti menyusui di fase ini karena gigitan bayi.  Sebenarnya ini tidak perlu terjadi, karena bayi menggigit adalah ekspresi yang dapat dipelajari dan dikendalikan dengan cinta kasih. 

Pada fase ini, dukungan ayah dalam bentuk kesabaran menghadapi pasangan dan bayi mutlak diperlukan.  Jika suatu saat ibu merasa berputus asa karena bayi selalu menggigit saat menyusu, ayah perlu memberikan pendampingan untuk mengatasinya.  Bersama-sama memberikan perhatian kepada bayi, tidak menyusui sambil mainan gadget, dan hal-hal lain yang sifatnya “memberikan perhatian penuh” dapat didiskusikan bersama.   


         Yang tidak boleh dilupakan ibu dalam manajemen ASI juga adalah bahwa menyusui bayi bukan sekedar memberikan susu kepada mereka, tetapi menyalurkan energi positif dan cinta kasih kepada sang buah hati.  Manajemen ASI tidak terpisahkan dari manajemen waktu dan stress ibu, karena kesemuanya adalah saling terkait.  Sekali ibu malas dan melewatkan jadwal memerah, akan berpengaruh pada kontinuitas produksi ASI.  Sekali ibu membiarkan stress tidak terkendali, seterusnya kerja hormon inhibitor akan lebih dominan sehingga ASI “mampet”. Stress tidak bisa dihindari, namun dikendalikan. Kesadaran Ibu penting sekali, bahwa hakikatnya di tangan ibulah manajemen itu harus dilakukan.  Ayah yang siap mendukung, adalah roda bagi keberlangsungan dan kesusksesannya.

Jangan mudah menyerah Ibu bekerja,…. Kini ratusan bahkan mungkin ribuan ibu bekerja dengan beragam profesi di Indonesia mampu memberikan ASI eksklusif 6 bulan dan menyusui hingga 2 tahun bahkan lebih.  Pemerintah RI juga telah memberikan dukungan lewat peraturan perundangan yang melindungi hak-hak ibu menyusui di tempat kerjanya.  UU No 49 /1999 tentang HAM (pasal 49 ayat 2), UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan (pasal 83), Keputusan Menteri Kesahatan No 450/2004, Surat Keputusan Bersama tiga Menteri ( Menteri Pemberdayaan Perempuan, Menakertrans, dan Menkes) tahun 2008,  UU No 36/2009 tentang Kesehatan (pasal 128 ayat 1, pasal 129 ayat 2, pasal 200) dan Peraturan Pemerintah No 33/2012 tentang ASI Eksklusif (pasal 30 ayat 1, pasal 30 ayat 3, pasal 34 dan 35). 

Serentetan peraturan tersebut secara jelas menunjukkan keberpihakan pemerintah Indonesia untuk mendukung ibu menyusui yang kebetulan bekerja di luar rumah.  Namun, masalah impelemtasinya memang belum seperti yang diharapkan, dan terkadang membuat manajemen ASI para ibu bekerja terhambat.  Saya masih menjadi saksi beberapa staf yang harus memerah ASI di toilet atau di kolong meja kantor, di gudang arsip, di ruang rapat yang sewaktu-waktu diketuk karena akan digunakan, di musholla yang tidak tersekat sempurna dengan lawan jenis.  Sampai akhirnya ruang laktasi berhasil diwujudkan, itu adalah perjuangan yang panjang. 



Aral hanya akan menjadi aral, tetapi semangat dan ikhtiar yang tidak berhenti akan mengusir aral itu.  Keberhasilan manajemen ASI ibu bekerja bukan soal sehari dua hari acara pumping.  Ini adalah perjuangan panjang dengan tujuan besar yang paling mulia, untuk generasi yang sehat.  Menurut saya, tujuan besar itu layak mengorbankan apapun dari para ibunya. Dan saat ibu berkorban apapun, selama ada dukungan ayah di sampingnya, semua pengorbanan yang bernilai ibadah itu akan terasa lengkap sebagai upaya menunaikan kewajiban sebagai orang tua yang bertanggung jawab. Sukses menyusui hingga 2 tahun lebih adalah sebuah pencapaian terbaik bagi setiap ibu bekerja. Selamat berjuang ibu bekerja!.....



#tulisan ini khusus kupersembahkan untuk suamiku tercinta Erwan Julianto atas dukungan yang diberikan selama masa menyusui.  Disarikan dari pengalaman pribadi dan bahan-bahan yang dipelajari penulis dari Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Goes to Office.   Juga ditulis di www.kompasiana.com/novi.ardiani

Profesionalisme Terintegrasi Seorang Ibu: Ini Versi Saya

Profesional bukan cuma buat jenis-jenis pekerjaan di ranah publik. Menjadi ibu yang berkiprah di ranah domestik maupun di ranah pu...