Masa menyusui telah
menjadi salah satu masa terindah dalam hidup saya. Saya kira, akan banyak yang sepakat bahwa
ketika menyusui bayi, kita sebagai ibu merasakan beragam rasa.... jatuh
cinta....takjub....perih...bahagia...penuh harap...sekaligus khawatir secara
bersama-sama. Dan sebuah pencapaian yang sangat membanggakan, apabila sebagai
ibu kita berhasil menyusui anak-anak kita sampai selesai, dan menyapihnya
dengan baik. Karena tunainya sebuah kewajiban dengan penuh rasa tanggung jawab
adalah pencapaian yang mulia.
![]() |
Banyak orang bilang,
memulai sesuatu itu biasanya sulit, begitu pula mengakhirinya. Dalam hal menyusui, hal itu kurang lebih ada
benarnya. Memulai menyusui bayi secara
eksklusif selama 6 bulan dan dilanjutkan hingga dua tahun, bagi saya bukan
sesuatu yang mudah. Saya membutuhkan
waktu tiga minggu untuk menabung stok ASI sebelum mulai kembali masuk kerja demi
meyakinkan bahwa bayi saya tidak akan kekurangan ASI ketika saya di kantor. Setelah
Freezer kulkas di rumah penuh dengan
ASI perah beku, baru saya merasa percaya diri bahwa kelak stok nya cukup. Dan saya
butuh waktu dua minggu untuk mengajari ibu pengganti bagaimana menyiapkan ASI
untuk bayi dan meminumkannya. Di kantor,
saya berusaha untuk tetap gembira agar hasil perah ASI tetap lancar. Pulang kerja dengan cooler bag penuh berisi ASI hasil perah adalah cita-cita. Di kampus demikian pula, pulang kuliah dengan
cooler bag penuh berisi ASI hasil
perah adalah harapan. Cita-cita dan
harapan itu berusaha saya wujudkan setiap hari, walau dengan tubuh lelah dan
rasa remuk redam. Semua lelah hilang jika setelah tiba di rumah kita merengkuh
bayi dan menyusuinya segera. Endorfin
menyeruak menerbitkan rasa bahagia.
Ya memang mulanya
sulit, tetapi ketika bayi telah berhasil ASI eksklusif selama enam bulan, lalu
mulai makan makanan pendamping, rasanya semua menjadi lebih mudah. Melihat bayi tumbuh sehat, saya semakin yakin
bahwa apa yang diperjuangkan itu sangat berharga. Semangat pun terdongkrak. Kedekatan dengan bayi yang telah terjalin
menjadi alasan kuat untuk tidak meninggalkannya lama-lama. Semakin lama kita
menjadi semakin lekat dengan bayi.
Dan tibalah saatnya
bayi kita yang tadinya mungil telah tumbuh menjadi bocah dua tahun yang semakin
lucu. Mulailah segala yang mudah tadi menjadi sulit ketika kita kan
menyapihnya. Kalau mau sekedar menyapih,
mungkin sangat mudah. Orang tua jaman dulu punya banyak cara, mulai dari
mengolesi nipple dengan brotowali
yang super pahit, kunyit yang berwarna kuning merona, atau obat merah dan
plester. Tetapi menyapih dengan cinta.... weaning
with love... tanpa melukai hati anak, tanpa melukai hati ibu, itu sama
sekali tidak mudah.
Saya akhirnya menyapih
anak kedua saya ketika usianya 3 tahun satu bulan. Karena saya memulai menyusuinya
dengan rasa cinta, maka mengakhirinya pun harus dengan rasa cinta. Tidak mudah, tetapi bisa. Mulanya ada rasa khawatir, karena di usia
anak 3 tahun masih menyusu, saya mulai berpikir apakah anak saya manja?...
Apakah ini tidak berdampak buruk baginya?....
Saya mendapat jawabannya dari ajaran agama saya. Sebagai muslimah, saya percaya bahwa
sebagaimana teladan dari Rasul, anak-anak berusia sampai dengan 6 tahun
membutuhkan kasih sayang dalam bentuk yang sangat berbeda dengan 7 tahun ke
atas. Konselor AIMI (Asosiasi Ibu
Menyusui Indonesia) ketika memberikan konsultasi seputar breastfeeding bagi ibu bekerja di kantor saya juga memaparkan bahwa
sampai dengan 6 tahun adalah hal yang wajar jika anak masih menyusu pada
ibunya. Namun tentunya dengan koridor seperti tidak menyusui di tempat terbuka,
anak diajari sopan santun, dan diperkenalkan dengan bentuk kasih sayang serta
kenyamanan lain.
Dalam hal menyusui,
mungkin saja pergesaran nilai-nilai dalam masyarakat mendorong terbentuknya
opini publik bahwa anak-anak yang masih menyusu pada ibunya ketika sudah bisa
berjalan dan berbicara adalah hal yang buruk. Anak-anak sekarang seperti
dipaksa lebih cepat dewasa. Pada usia 5
tahun, banyak anak sudah duduk di sekolah dasar, dipaksa belajar berhitung, dan
dipaksa lancar menulis serta membaca.
Saya tidak tega melihatnya.
Mereka masih dalam masa bermain, seharusnya. Saya percaya bahwa masa
kanak-kanak yang manis dan indah akan sangat berpengaruh saat telah
dewasa. Saya merasakan sendiri, masa
kanak-kanak ketika saya berusia 3 sampai 6 tahun sangat lekat di benak sampai
sekarang, dimana sebagian besar waktu ketika itu adalah waktu untuk bermain! Hal-hal di masa itulah yang saya ingat sampai
sekarang....semisal bacaan sholat yang diajarkan guru mengaji, bagaimana
bersikap sopan kepada teman yang diajari ibu saya, berbagi, menolong teman yang
susah, tidak boleh bohong karena bohong itu dosa dan tidak disukai Allah, bagaimana
sebagai anak perempuan juga harus berani menjawab pertanyaan, jangan malu kecuali
bersalah. Semacam itulah.... Dan betapa
inginnya saya, saat ini mengisi masa usia emas anak-anak dengan hal-hal baik yang
akan mereka ingat sampai dewasa. Termasuk, menyapih mereka dengan cinta. Karena bagaimanapun, menyusu adalah hak
mereka.
Kembali ke soal
menyusui dan menyapih, berikut ini sekedar tips alakadar untuk membuat kita
para ibu sukses weaning with love. Semoga bermanfaat.
1.
Ketika akan mulai menyapih anak, lihat
kondisi anak. Lihat kesiapan anak, dan
jangan terlalu memaksakan diri dengan target menyapih pada usia tertentu. Bagaimanapun, yang natural lebih baik. Asalkan, tanamkan sopan santun dan etika
menyusui kepada anak dengan bahasa tubuh yang sederhana atau bahasa ibu yang
dipahami anak. Setiap ibu-anak punya
cara tersendiri untuk berkomunikasi dengan bahasa tubuh.
2.
Siapkan dan kondisikan masa pre-weaning. Lamanya sangat bergantung
pada masing-masing anak dan ibu. Tidak
bisa disamaratakan. Pre-weaning bisa diisi dengan mengurangi frekuensi menyusui secara
bertahap, sekaligus mengganti pengurangan frekuensi menyusui dengan bentuk
kenyamanan yang lain (belaian di kepala dan bagian tubuh anak yang disukainya,
tepuk-tepuk sayang, mulai bermain dengan buku aktifitas, mendongeng, atau
permainan interaktif yang lain)
3.
Hindari membohongi anak dengan mengusap
rasa pahit atau warna menyeramkan pada nipple
agar anak berhenti menyusu. Itu akan
meninggalkan jejak trauma yang berbahaya baginya ketika dewasa. Saya pernah
membaca ada seorang dokter spesialis anak yang tidak bisa makan apapun yang
mengandung kunyit atau berwarna kuning seperti kunyit. Langsung muntah. Dikarenakan traumatik, ketika kecil ibunya
menyapihnya dengan cara mengoleskan kunyit ke nipple.
4.
Jangan merasa sedih atau putus asa jika
anak masih terus minta menyusu walau sudah dikondisikan untuk disapih. Anak berusia tiga tahun sudah dapat diajak
berkomunikasi secara verbal dengan baik.
Berilah pengertian kepadanya dengan bahasa yang mudah dimengerti,
seperti,” Ade sekarang sudah berusia 3 tahun.
Nyusu sama bundanya malam saja ya sebelum tidur sembari bunda kelonin,
oke?”
5.
Kondisikan anak-anak secara natural
dalam lingkungan tumbuh kembang yang baik.
Usahakan mereka punya teman-teman sepermainan, punya wahana yang cukup
untuk bermain, punya wadah untuk mengembangkan psikomotorik secara berimbang,
dan punya waktu yang cukup untuk menyalurkan emosi kepada ayah ibunya.
Pada
akhirnya, nikmatilah masa menyusui dengan segenap hati, hingga selesai. Syukurilah....
Ketika anak-anak tersapih dengan baik, yakinlah bahwa perkembangan mereka juga
akan baik. Weaning with love adalah pilihan yang terbaik, tanpa paksaan, tanpa
merebut hak anak, dan tanpa membuat kita para ibu merasa bersalah
berkepanjangan.
Bagi
bunda yang sedang mulai menyapih, tetap semangat!!!
**bagi
yang kurang berkenan dengan tulisan ini, mohon maaf dan mohon diabaikan
saja. Bagi yang berkenan, semoga
bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar