![]() |
Ibu ibu relawan Bank Sampah Ruby 2 in action |
Rabu
bisa jadi merupakan hari yang paling melelahkan bagi sekelompok ibu rumah
tangga di RT 06 RW 10 Cluster Ruby Perumahan Permata Depok Regency, DEPOK. Masa iya?... YA. Sebab setiap Rabu, mereka “rempong” dengan
urusan sampah, selain urusan domestik.
Sebutlah Yulaswati, Faiko Isnaeni, Dyah Worosari, Tiur Samosir, Septi
dan Titin yang sudah bersiap untuk memilah sampah di markas Bank Sampah Ruby 2,
bertempat di kediaman Faiko, pada setiap Rabu pagi sekitar Pukul 7.30 Wib,
seusai mereka mengantar anak-anak ke sekolah atau berbelanja ke pasar. Keenam
ibu ini adalah relawan yang berusaha konsisten untuk bisa meluangkan waktu
setiap Rabu pagi. Terkadang, beberapa ibu lainnya dan asisten rumah tangga juga
ikut memb antu proses pemilahan hingga selesai.
Saya
termasuk yang tidak pernah bergabung dengan para ibu relawan Bank Sampah untuk mengurus
Bank Sampah tiap Rabu, karena kebetulan saya bekerja di kantor. Pada saat saya sedang berada di depan
komputer di kantor, para ibu relawan ini sedang memilah sampah kering yang
dihimpun warga. Semangat ibu-ibu relawan
ini menggetarkan hati saya. Mereka bersedia meluangkan waktu untuk mengurus
Bank Sampah di wilayah tempat tinggal kami, tanpa dibayar. Beberapa diantaranya
masih memiliki balita. Saya sering
terbayang, betapa repotnya membujuk anak balita, sementara ibu akan
melaksanakan tugas memilah sampah.
Namun,
mereka jalan terus. Bank Sampah yang
menjadi salah satu solusi bagi manajemen sampah domestik di wilayah tempat
tinggal kami, telah dirintis sejak sekitar tahun 2012. Pada awal dirintisnya, hanya
sekitar 8% KK yang ikut serta memilah sampah dan menyetor sampah ke Bank
Sampah. Saat ini, di tahun ke 3
berjalannya Bank Sampah Ruby 2, dan setelah dilakukan sosialisasi kepada warga
tentang pengelolaan sampah domestik, jumlahnya meningkat hingga 34%.
Mekanisme
Bank Sampah Ruby 2 memang agak sedikit berbeda dengan Bank Sampah pada umumnya
yang berlaku di masyarakat. Bank Sampah Ruby
2 tidak menyerahkan secara langsung hasil penjualan sampah kering pilahan
kepada nasabah sampah (warga yang menyetor sampah). Hasil penjualan sampah dimasukkan ke kas RT
dan digunakan untuk kebutuhan aktivitas warga yang dipusatkan di taman.
Prinsipnya, dari warga untuk warga.
Aktivitas
para relawan ini selalu menjadi perbincangan di kalangan kami para ibu. Mereka
tidak henti-hentinya mengingatkan warga untuk terlebih dahulu memilah sampah
kering di rumah masing-masing, dan disetor ke Bank Sampah dalam keadaan
terpilah baik. Para relawan lah kemudian
yang akan mengecek kembali hasil pilahan tersebut apakah sudah benar atau
belum. Mereka lalu menimbang
masing-masing hasil pilahan berdasarkan jenisnya untuk menghitung harga
jualnya. Biasanya, sekitar pukul 10 atau
10.30 Wib , sampah kering sudah berjajar rapi dan sudah ditimbang untuk menunggu
mobil pengangkut datang. Uang hasil
penjualan lalu disetorkan ke rekening kas RT serta dilaporkan secara periodik
dan terbuka kepada warga melalui forum komunikasi warga baik online
maupun offline.
Pada
prakteknya, pemilahan sampah tidak semudah yang kita bayangkan. Selain membutuhkan kesadaran dan kepedulian
terhadap lingkungan, juga membutuhkan waktu dan kesabaran. Kardus-kardus bekas susu, terlebih dahulu
harus dicuci dan dikeringkan. Begitu
pula plastik-plastik bekas kemasan.
Seringkali, para relawan menndapati setoran sampah masih dalam keadaan
kotor dan basah, sehingga tidak dapat dijual.
![]() |
Ibu Faiko Isnaeni memberi contoh memilah sampah |
Biasanya para relawan akan memprosesnya kembali hingga bersih, atau
dengan kesadaran warga mengambil kembali sampahnya dan memprosesnya lebih dulu
untuk disetor pada pekan berikutnya. Beruntung,
kami menjalin komunikasi online dan offline yang intensif, sehingga para
relawan dapat mengkomunikasikan proses dan aktivitas Bank Sampah kepada
warga.
Belakangan,
saya bermimpi...warga kami bisa rekreasi bersama dari hasil penjualan sampah
kering pilahan warga di Bank Sampah Ruby 2.
Lebih jauh lagi, saya bermimpi... kelak warga kami juga bisa memproduksi
barang daur ulang dari sampah kering pilahan itu, yang layak dijual dan
bernilai seni serta nilai cinta lingkungan.
Saya berharap, semangat para ibu relawan Bank Sampah Ruby 2 tetap
membara dan tak pernah padam, untuk menyemangati warga agar sadar memilah
sampah.
![]() |
Ibu Septi memberi contoh cara mengeringkan plastik pilahan |
Relawan
itu tak terbayar, bukan karena tidak ada uang untuk membayar mereka. Namun, karena niat dan gerak para relawan itu
terlalu bernilai....sehingga nilai uang berapapun tidak akan sanggup membayar
mereka. Priceless. Bagi saya, para
ibu relawan ini lah yang telah membuktikan dengan perbuatan bahwa cinta
lingkungan itu bukan cuma di mulut, tetapi dikerjakan dengan konsisten walaupun
berat dan penuh tantangan. Kadang mereka harus disinisin warga, dianggap sok
tahu, dibilang cerewet karena bolak balik mengingatkan warga yang belum benar
dalam memilah, dan mungkin dicuekin oleh warga yang tidak mau memilah. Tapi, para ibu relawan tetap maju terus
pantang mundur.
Begitulah
harusnya ibu masa kini. Ibu yang berjiwa
relawan. Ibu yang peduli lingkungan. Ibu yang secara sadar mengelola sampah dan
memilahnya menjadi berkah, serta mendorong terbentuknya komunitas yang turut
peduli terhadap lingkungannya. Bravo
bagi kalian.....para ibu relawan Bank Sampah Ruby 2 ! Semangat kalian menjadi sumber inspirasi saya
untuk satu hal: sesuatu yang mulia dan berharga patut diperjuangkan dengan
keringat dan air mata. BRAVO!
![]() |
Para relawan Bank Sampah Ruby 2 berpose bersama usai memilah dan menimbang sampah kering pilahan. Anak-anak pun diajak belajar memilah sejak dini. |
**Tulisan
ini dipersembahkan untuk para ibu relawan Bank Sampah Ruby 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar