Cinta itu sederhana. Ia merekah di tempat dimana
ia terpelihara dengan baik. Cinta itu misteri, ya. Karena hal yang
sederhana kadang tidak dimengerti manusia dengan baik. Manusia memiliki love
tank (tangki cinta) pada jiwanya dan tiga komponen cinta yang berbeda
dalam otak namun bekerja secara bersamaan. Itu sebabnya, manusia -baik
laki-laki maupun perempuan- bisa mencintai seseorang tanpa bisa menjelaskan
kenapa “dia” dan bukan “yang lain”, bisa memiliki perasaan mendua – mencintai
dua atau beberapa orang yang berbeda dalam waktu yang bersamaan, dan bisa
berselingkuh – saat love tank nya setengah penuh atau kosong
dan terhubung dengan lawan jenis dengan kondisi yang mirip. Itu normal,
namun berdampak depresi jika tak mampu mengelola dengan baik. Antropolog
Helen Fisher memaparkannya dalam seminar online yang bertajuk
“Why we love, why we cheat” di situs TED.com. Di sini, penulis
mencoba mengkritisi dan mengadaptasikan teori Fisher dalam konteks kehidupan
rumah tangga urban di Indonesia.
Pada dasarnya, Fisher memperkenalkan tiga komponen
berbeda dalam otak manusia yang berperan dalam mating dan
reproduksi yaitu sex drive, romantic love, dan attachment.
Ketiganya memiliki orientasi yang berbeda namun bekerja bersamaan. Sex
drive didefinisikan Fisher sebagai “the craving for sexual
gratification”, komponen yang mendorong aktivitas sexual, semacam
“kelaparan” dan “kehausan” atas kebutuhan seks dengan lawan jenis.
Romantic love, lebih pada
“kegembiraan” dan obsesi atas kebutuhan dicintai dan mencintai. Karakteristik romantic
love ada pada kehausan akan kedakatan secara intensif dengan seseorang
yag tertentu bukan hanya secara seksual tapi juga emosional. Romantic
love bukanlah sebuah emosi/perasaan melainkan ia digerakkan oleh
sistem otak manusia. Fisher sendiri awalnya menyangka romantic love adalah
emosi, yang terdiri dari tingkatan emosi yang paling tinggi hingga yang paling
rendah. Risetnya selama bertahun-tahun membuktikan bahwa romantic
love ternyata digerakkan
oleh sistem otak manusia.
Sedangkan attachment adalah sensasi
ketenangan dan keamanan yang dirasakan dari partner untuk jangka waktu panjang.
Kita butuh kenyamanan dan keamanan itu sebagai hal yang manusiawi. Ketika attachment dengan
pasangan terputus, atau kurang, levelnya akan berbeda untuk tiap pasangan, maka
kasus mendua bisa terjadi saat ada orang dekat yang kebetulan kuat attachmentnya
kepada kita.
Penjelasan kenapa kita bisa jatuh cinta pada seseorang
dan bukan orang lain, menurut Fisher terletak pada kosa kata “misteri”.
Ya, kita cenderung menyukai sesuatu yang misterius. Karena itulah kecenderungan
kita ketika jatuh cinta kepada seseorang adalah ke pribadi yang jika dikaji
adalah pribadi yang sangat tidak dimengerti. Adanya perpaduan tiga
komponen yaitu sex drive, romantic love, dan attachment yang
bekerja bersamaan pada otak kita membuat kita akan cenderung jatuh cinta pada
seseorang yang secara sexual menarik bagi kita, nyaman ketika
berada di dekatnya, dan nyaman saat berkomunikasi dengannya dalam jangka waktu
panjang (romantic love dan attachment).
Kebutuhan romantic
love dan attachment ini pula yang membuat kita selalu
memikirkan orang yang kita cintai kapan saja di mana saja. Tak salah lah
jika orang mengatakan bahwa cinta itu sederhana sekaligus merupakan misteri.
Misteri itu tidak mudah dimengerti. Namun jangan lupa hal-hal yang sederhana
juga kita kadang tidak memahaminya.
Jika kita sudah jatuh cinta pada seseorang dan
menjalin hubungan hingga sampai ke jenjang pernikahan, bukan berarti semua
kebutuhan tiga komponen cinta itu selesai. Dalam kehidupan rumah tangga,
pasangan tanpa disadari sering melupakan untuk selalu menjaga isi penuh love
tank nya. Kesibukan, anak-anak, pekerjaan, dan
perbedaan-perbedaan yang dibiarkan larut membuat love tank semakin
kosong. Tanpa disadari, komunikasi tidak terjalin dengan baik oleh
pasangan. Apabila love tank tidak penuh, maka
kemungkinan love tank itu terisi oleh orang lain yang sering
berinteraksi dengan kita akan sangat mudah. Saat itulah kemungkinan
perselingkuhan akan terjadi. Tahapannya bisa mulai dari kedekatan secara
emosional (kebutuhan attachment saja) hingga kedekatan fisik,
emosi, yang melibatkan baik hasrat seksual serta emosional (sex drive dan romantic
love).

Fisher juga mengatakan bahwa seseorang bisa saja
merasakan attachment yang dalam dengan seseorang, dan di sisi
lain pada saat yang bersamaan merasakan romantic love dengan orang
yang berbeda. Bahkan, pada saat yang bersamaan juga menginginkan sexual
drive dengan orang yang lain lagi. Itulah kenyataannya.
Menurut saya, kenyataan itu perlu disadari dan menjadikan kita “aware” terhadap
keadaan tersebut. Bukan untuk dijadikan
alasan pembenaran free sex. Sebagai muslim, exit
strategynya sudah ada namun memang sering menimbulkan perdebatan untuk hal
poligami.
Seseorang sangat mungkin hanya ingin merasa dekat
dengan orang lain (swing attachment) tanpa ada ketertarikan seksual,
karena kebutuhan attachment nya tidak terpenuhi oleh
pasangannya. Pada saat yang sama, bisa saja kemudian tahapan berikutnya romantic
love dan sex drive yang berbicara. Namun kejadian
sebaliknya bisa terjadi. Awalnya karena kebutuhan seksualnya yang tidak
terpenuhi olah pasangan, maka tahapan “swing” berawal dari sex drive.
Jika keduanya terjadi bersamaan, kemungkinan romantic love berbicara
lebih awal.
Kendatipun “swing” dari sex drive ke romantic
love sekaligus ke attachment adalah hal yang normal,
namun jika kita tidak “aware” akan menyebabkan proses yang menyangkut perasaan
yang akan sulit diobati jika berlarut-larut. Buntut panjangnya adalah
depresi. Pada perempuan yang sudah menikah, sering ada perasaan bersalah
ketika mendua di tahap awal. Bagi kita yang muslim, itu adalah “warning”
untuk memperbaiki komunikasi dan hubungan interpersonal dengan pasangan dan
sejauh mana kita telah berusaha menjadi istri dan ibu sebagaimana ajaran agama.
Sering pula, perempuan yang sudah menikah ketika mendua dan menemukan figur
yang attachment nya lebih nyaman akan merasa kesulitan
melepaskan diri. Mungkin, karena kebutuhan perempuan untuk didengarkan relatif
jauh lebih besar dibandingkan laki-laki.
Karena itulah, pengetahuan tentang “swing” sistem otak
dari sexual drive ke romantic love sekaligus ke attachment harusnya
membuat kita lebih “aware” terhadap kondisi yang mungkin kita alami.
Sehingga, kita punya pagar dan batasan kapan kita harus membatasi itu sebagai
proses yang sedang terjadi. Menurut saya, kunci akhirnya isi penuh-penuh love
tank kita dengan pasangan. Don’t ever let your love tank
empty……..
Diadaptasi dan diolah dari materi seminar online “Why
we love, why we cheat” oleh antropolog Helen Fisher pada situs TED.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar