Profesional bukan cuma buat
jenis-jenis pekerjaan di ranah publik. Menjadi ibu yang berkiprah di ranah
domestik maupun di ranah publik, ataupun keduanya, mutlak memerlukan
profesionalitas. Ibu yang profesional mempunyai sikap hidup yang positif dan
selalu mengasah kepandaiannya dalam melaksanakan tugas-tugas seorang ibu di
ranahnya. Berbeda dengan yang amatir,
yang profesional tidak pernah berhenti meningkatkan kualitas diri untuk tujuan
kemuliaan hidup. Ibu profesional layak
jadi kebanggaan keluarga, jadi kebanggaan peradaban.
Itu
adalah saripati yang saya tangkap dan saya tuangkan dengan bahasa saya sendiri setelah
mengikuti kuliah online Program Matrikulasi
Ibu Profesional sessi pertama, pekan ini.
Dengan berbagai keterbatasan, termasuk blum bisa online di Senin malam pukul 20.00 sd 21.00 Wib, karena masih
disibukkan urusan main dengan anak-anak sampai mengantarkannya tidur malam, toh
kuliahnya nyangkut juga di otak. Setelah
anak-anak tidur, hal-hal pekerjaan untuk ke kantor besok paginya sudah
disiapkan, dan malam hening, barulah saya mulai membaca materi onlinenya, dan mengamati diskusi yang
terjadi. Materi dan diskusi yang terjadi
sebelumnya telah saya rangkum di http://www.kompasiana.com/novi.ardiani/menjadi-ibu-profesional-harus_5733fc22cf7e61b104f73ff6.
Atau bisa juga Bunda baca di http://perniknoviardiani.blogspot.co.id/2016/05/menjadi-ibu-profesional-harus.html
Tulisan
yang sekarang Anda baca ini adalah lanjutan dari materi kuliah pertama yaitu nice homework dari Bunda Septi Peni
Wulandani yang harus dikerjakan.
Baiklah,
jadi nice homeworknya adalah menyusun checklist indikator profesionalisme
perempuan dalam tiga posisi yaitu:
a. Sebagai
individu
b.
Sebagai
istri
c.
Sebagai
ibu
Dengan
catatan, indikator indikator yang dimaksud harus kita susun dan pikirkan
sendiri, sedemikian rupa yang memang kita mampu menjalaninya. Jadi ini betul-betul profesionalisme yang
terintegrasi versi masing-masing ibu.
Kenapa profesionalisme yang terintegrasi?... Ya, karena profesionalisme
ibu tidak berdiri sendiri. Ibu dalam satu
waktu yang bersamaan adalah juga seorang istri dan individu. Ketiga peran ini melekat dan tidak bisa
dipisah-pisahkan. Yang harus selalu
diingat adalah bahwa indikator utama keberhasilan ibu profesional adalah “Menjadi
Kebanggaan Keluarga”.
Indikator
dalam hal ini adalah alat bantu untuk mengukur profesionalitas, baik secara
kualitatif maupun kuantitatif. Indikator ini perlu supaya kita bisa mengukur
seberapa profesional kita dan seberapa besar dampaknya sudah memenuhi harapan
keluarga dan masyarakat. Sehinghga, profesionalitas itu betul-betul kita
implementasikan dalam kehidupan sehari-hari dan bermanfaat. Bukan sekedar ada
di dalam obrolan materi kuliah. Dalam tulisan ini, saya akan menguraikan indikator
tersebut untuk menggambarkan profesionalisme terintegrasi seorang perempuan versi
saya. Yuk mariii.....
a. Sebagai
individu
Saya, sebagai individu perempuan
adalah makhluk sosial. Saya adalah seorang anak di mata kedua orang tua
saya. Seorang kakak di mata adik
saya. Seorang adik di mata kakak saya. Seorang
guru di mata murid-murid saya. Saya adalah
seorang hamba di mata Tuhan. Sebagai makhluk sosial saya perempuan yang membutuhkan
eksistensi dalam kehidupan sosial. Saya ingin memberikan manfaat kepada orang
lain (baik keluarga maupun masyarakat) dan diakui keberadaan saya di lingkungan
ekternal. Saya ingin mendengar dan
didengar. Saya ingin berbuat dan
diapresiasi. Saya ingin diberkahiNya.
Saya sebagai individu adalah
perempuan 38 tahun yang senang mengungkapkan pikiran dan berkisah lewat
tulisan, senang mendongeng dan bercerita, senang memandu sebuah kegiatan atau
acara-acara, senang mempelajari hal-hal baru untuk mengembangkan pengetahuan
dan wawasan, dan senang memikirkan hal-hal yang sifatnya menghasilkan sebuah
inspirasi dan berbagi dengan sebanyak mungkin orang. Latar belakang saya
sebelumnya sebagai jurnalis dan dosen membentuk saya tetap suka menulsi dan
suka belajar mengembangkan pengetahuan sampai hari ini.
Kini saya adalah pekerja
kantoran yang masih memiliki mimpi untuk bisa melanjutkan pendidikan formal ke
jenjang yang lebih tinggi. Saya menyadari pentingnya membangun jaringan dan
berkomunitas yang positif untuk memberikan ruang bagi diri saya berekspresi dan
memberi manfaat bagi orang lain. Jika
dikerucutkan, sebagi individu saya adalah seorang penulis, MC, pembelajar, dan
pekerja kantoran yang masih ingin lanjut kuliah S3. Dari pengerucutan inilah
saya ingin menetapkan indikator profesionalitasnya. Sesederhana mungkin yang sekiranya mampu saya
jalani ke depan. Saya mencoba menyusun
indikator yang detil dan kuantitatif, supaya lebih mudah mengukur saat evaluasi.
Sebagai individu, indikator
profesionalitas perempuan versi saya (setelah merenungi diri sendiri) adalah:
1. Mampu menghasilkan tulisan yang
inspiratif dan bermanfaat minimal satu tulisan dalam satu pekan, dan diupload
ke blog/website
2. Mampu mengambil kesempatan
untuk menjadi narasumber untuk keminatan kepenulisan dan marketing di forum-forum pembelajaran, setidaknya dua kali dalam
setahun (untuk menambah jam terbang)
3. Mampu ikut lomba menulis dan
minimal masuk nominasi setidaknya dalam event lomba menulis tiga kali dalam
setahun
4. Mampu mengambil kesempatan
memandu acara (MC) minimal enam kali dalam setahun (untuk menambah jam terbang)
5. Mampu menerbitkan buku karya
sendiri tahun depan (2017) minimal 1, dan berkelanjutan di tahun tahun
berikutnya
6. Mampu memperluas wawasan dan
networking dengan aktif di komunitas yang positif dan mengambil peran di dalamnya
7. Mampu meningkatkan kualitas
ibadah dengan mengikuti kajian minimal 2 kali dalam sebulan
b. Sebagai
istri
Sebagai istri, saya termasuk
istri yang tidak selalu berada di samping suami dikarenakan suami sering
melakukan perjalanan dinas ke luar negeri.
Sehari-hari juga kami bekerja di tempat kerja dan bidang pekerjaan yang
berbeda, walaupun kami memiliki sebuah persamaan latar belakang pendidikan
yaitu Mikrobiologi. Pada saat-saat tidak berdekatan dengan suami, komunikasi
fisik digantikan dengan komunikasi verbal.
Kami termasuk pasangan yang menyadari
bahwa terpisah jarak mengajari kami untuk saling percaya pada pasangan. Walaupun
masing-masing dari kami tidak lepas dari godaan dan kerikil, tetapi sampai hari
ini Alhamdulillah Tuhan masih menyatukan kami dalam ikatan yang suci. Kami suami istri menyepakati sebuah misi
untuk saling menjadi partner untuk mendapatkan keselamatan dunia dan
akhirat. Dari misi inilah saya berusaha
menurunkan indikator profesionalisme saya sebagai istrinya.
Sebagai partner, saya sebagi
istri sering diajak diskusi dan dimintai pendapat suami dalam banyak hal
termasuk membantu pekerjaan kantornya. Sebaliknya, suami pun sering memberikan
masukan tentang aktivitas saya dalam pekerjaan dan nonpekerjaan. Seringkali, kami juga merumuskan mimpi-mimpi
yang ingin kami capai berdua termasuk pergi haji dan menyekolahkan anak-anak
setinggi mungkin.
Sebagai istri, indikator
profesionalitas perempuan versi saya (setelah berdiskusi jarak jauh dengan
suami karena saat ini beliau sedang bertugas di Amsterdam-Volendam-Keukenhof
Netherlands) adalah:
1. Mampu menyediakan waktu minimal
pada akhir pekan (Sabtu dan Minggu) selama minimal 2 sampai 3 jam untuk
bertukar pikiran dengan suami secara intensif tidak terdistraksi hal lain
2. Mampu menjaga komunikasi verbal
selama berjauhan dengan telepon, chatt, email dan link tulisan-tulisan atau
media sosial, minimal komunikasi 1 sampai 2 jam efektif dalam sehari.
3. Mampu membuka diri untuk terus
belajar dan berproses tumbuh bersama suami menjadi pribadi yang lebih baik dari
waktu ke waktu dengan cara bersama suami minimal satu kali dalam sebulan
melakukan kegiatan bersama yang sifatnya pembelajaran bagi suami istri, bisa
dengan ikut seminar parenting atau kajian pasutri, bisa juga melakukan
aktivitas berdua yang menumbuhkan semangat pembelajaran bersama.
4. Mampu memberikan support kepada
suami untuk mencapai misi selamat bersama dunia dan akhirat dengan cara menjaga
integritas dan kejujuran, konkritnya dengan:
a. Tidak membelanjakan uang yang
seharusnya ditabung dan tidak menabung uang yang seharusnya dibelanjakan
b.
On budget
c. Tetap berbagi dalam keadaan
lapang dan sempit
c.
Sebagai
ibu
Sebagai ibu dari dua orang
putra dan putri, saya terlebih dulu merenung dan bertanya kepada anak-anak saya
tentang ibu seperti apa yang mereka harapkan, untuk dapat menyusun indikator
profesionalismenya. Ranah tugas ibu sebagaimana telah dibuat tingkatannya oleh
Bunda Septi adalah:
1. Bunda Sayang, kaitannya dengan
pendidikan anak
2. Bunda Cekatan, kaitannya dengan
manajemen pengelolaan rumah tangga
3. Bunda Produktif, kaitannya
dengan upaya bunda untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi keluarga dan
masyarakat, dapat berupa materi maupun non materi.
4. Bunda Salihah, kaitannya dengan
nilai-nilai hidup yang kita perjuangkan sebagai perempuan yang beriman
Bertolak dari situ, saya
akhirnya merumuskan indikator profesionalisme ibu dilihat dari masing-masing ranah
adalah sebagai berikut:
1. Bunda Sayang
a. Mampu menyediakan waktu efektif kebersamaan
dengan anak-anak minimal satu jam di pagi hari dan 3 jam di malam hari selama
hari kerja (Senin sd Jumat) yang diisi dengan kegiatan yang melatih kemandirian
dalam kasih sayang
b. Mampu menyediakan waktu efektif
kebersamaan di hari libur dan akhir pekan (Sabtu-Minggu) full diisi dengan
kegiatan yang mengasah pembelajaran dalam kasih sayang. Kalaupun melakukan kegiatan di hari Sabtu,
sedapat mungkin mengikutsertakan anak-anak
c. Mampu menyediakan waktu minimal
satu atau dua jam dalam sepekan untuk berdiskusi soal pendidikan anak dengan
pasangan
d. Mampu mengikuti kajian atau
workshop atau seminar parenting atau belajar perihal pendidikan anak minimal
satu kali dalam sebulan
e. Mampu berkomunikasi efektif
dengan anak yang ditandai dengan anak memahami apa yang kita sampaikan, anak
mampu menyampaikan dan terlihat ingin selalu menjalin komunikasi dengan ibu
f. Mampu mengasuh anak-anak dengan
baik ditandai dengan anak-anak tumbuh sehat tidak mudah sakit, tidak kumat
alergi, dan tumbuh kembangnya normal
g. Mampu membuka diri untuk
belajar hal-hal baru yang sifatnya mendukung pendidikan anak seperti belajar
memasak, mendongeng, dan kreatifitas anak
2. Bunda Cekatan
a. Mampu mengatur keuangan rumah
tangga sesuai dengan pendapatan suami istri yang digabung, ditandai dengan cash flow yang lancar dan semua
kebutuhan dapat dipenuhi berdasarkan skala prioritas yang disepakati bersama
pasangan
b. Mampu mengikuti workshop atau
kelas belajar finansial planning dan update perkembangannya minimal sekali
dalam setahun
c. Mampu mengimplementsaikan ilmu
manajemen rumah tangga yang didapat dari buku dan komunitas belajar sesuai
dengan kebutuhan keluarga, ditandai dengan teraturnya rumah tangga dan minim
komplain dari suami atau anak
3. Bunda Produktif
a. Mampu menemukan minat, bakat, dan passion
serta mengembangkannya menjadi suatu yang produktif, diantaranya:
·
Mampu
menghasilkan tulisan yang inspiratif dan bermanfaat minimal satu tulisan dalam
satu pekan, dan diupload ke blog/website
·
Mampu
mengambil kesempatan untuk menjadi narasumber untuk keminatan kepenulisan dan marketing di forum-forum pembelajaran, setidaknya
dua kali dalam setahun (untuk menambah jam terbang)
·
Mampu
ikut lomba menulis dan minimal masuk nominasi setidaknya dalam event lomba
menulis tiga kali dalam setahun
·
Mampu
mengambil kesempatan memandu acara (MC) minimal enam kali dalam setahun (untuk
menambah jam terbang)
·
Mampu
menerbitkan buku karya sendiri tahun depan (2017) minimal 1, dan berkelanjutan di
tahun tahun berikutnya
·
Mampu
memperluas wawasan dan networking dengan aktif di komunitas yang positif dan
mengambil peran di dalamnya
·
Mampu
meningkatkan kualitas ibadah dengan mengikuti kajian minimal 2 kali dalam
sebulan
b. Mampu produktif tanpa harus
menyisihkan kewajiban utama mengasuh anak-anak dan keluarga, ditandai dengan
kita mampu menghasilkan sesuatu yang bermanfaat (materi dan non materi) tetapi
pertumbuhan anak-anak tetap dapat dipantau dengan baik dan anak-anak tetap
mendapatkan hak dan kasih sayang dengan properly.
c. Mampu menikmati dan memberikan
apresiasi bagi diri sendiri dari pengembangan minat dan bakat yang telah
dilakukan, ditandai dengan makin semangat untuk mengembangkan diri
4. Bunda Salihah
a. Mampu memperjuangkan nilai-nilai tauhid, kejujuran,
integritas (kesamaan kata dan sikap), ulet dan persistent, berani memperjuangkan sesuatu yang diyakini adalah
kebenaran dengan dasar yang kuat, ditandai dengan apa apa yang kita lakukan di
dalam hidup selalu didasarkan pada nilai-nilai itu
b. Mampu meninggalkan nama baik
dan catatan pemikiran tentang pembelajaran perempuan yang tak boleh henti yang
ditulis dengan rapi (bentuk buku atau blog/website), sampai ketika kita
meninggal pun pemikiran dan ide-ide kita tetap bermanfaat bagi masyarakat dan
dikembangkan seiring dinamika zaman oleh peradaban selanjutnya.
c. Mampu menjalankan program
pembelajaran perempuan seumur hidup, dengan cara melakukannya terhadap diri
sendiri dan berusaha menularkannya kepada orang lain lewat tulisan dan
komunitas, ditandai dengan tidak pernah berhenti belajar dan menuliskannya dan
menyebarluaskannya untuk mempengaruhi orang lain mengikuti jejak kita.
d. Mampu merasakan kebahagiaan
dengan menjalankan program nomor 4.c, ditandai dengan makin semangat menjalani
hidup walaupun apapun yang dihadapi, sebab hidup penuh amal manfaat adalah
sesuatu yang sangat bernilai sebagai bekal pulang.
Nah,
setelah dituliskan, saya mendapati bahwa memang profesionalisme perempuan itu
terintegrasi dalam satu kesatuan; individu, istri dan ibu. Dan apa yang sudah saya tuliskan adalah versi
saya. Versi bunda-bunda yang lain
mungkin berbeda. Saya mendapati bahkan ada irisan yang menunjukkan kemiripan bebrapa
indikator di ranah yang berbeda.
Profesionalisme ibu untuk ranah Produktif dan Salihah ternyata juga
merupakan bagian dari individu. Artinya seorang
ibu juga adalah makhluk sosial yang tidak bisa tidak memang perlu berekspresi
untuk menyadari eksistensi dirinya. Setiap ibu pasti ingin bermanfaat bagi
dirinya sendiri, keluarganya, dan lingkungannya.
Saya
menyadari, beberapa indikator sangat sulit untuk saya kuantifikasi, sehingga
masih kualitatif. Selanjutnya, semua
adalah proses. Semoga saya dapat
menjalani proses dengan penuh semangat!
Namun,
satu hal penting yang perlu diingat selalu adalah, bahwa keseimbangan akan
menjadi jalan yang paling baik untuk terciptanya sebuah harmoni yang utuh. Seorang perempuan sebagai individu, istri,
dan ibu selayaknya selalu mendekat ke garis keseimbangan, untuk harmoni hidup
ini. Ada saatnya kita harus mengejar
ketertinggalan di pijakan Bunda Sayang atau Bunda Cekatan. Namun ada kalanya kita harus lebih
meningkatkan pijakan di Bunda Produktif ataupun Bunda Salihah. Semua berproses. Proses pembelajaran itu terjadi sepanjang
hidup. Selama kita berproses menjadi
lebih baik dari waktu ke waktu, walaupun sedikit demi sedikit, Insha Allah kita
telah melangkah di pijakan yang benar. Keep
on moving Bunda......